Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Ancaman Kedaulatan Rakyat untuk Berekspresi

image-profil

image-gnews
Iklan

Sabam Leo Batubara
Mantan Wakil Ketua Dewan Pers

Saya tertarik membandingkan perkembangan kedaulatan rakyat Indonesia untuk mengeluarkan pikiran secara lisan dan tulisan dengan rakyat Belanda, negeri bekas penjajah Indonesia. Pada era penjajahan Belanda, penguasa memperlakukan penghuni bumi Nusantara sebagai rakyat terjajah dan kumpulan penjahat potensial. Penjajah memberlakukan peraturan bahwa barang siapa menyuarakan pendapat atau kritik yang dinilai mencemarkan nama baik aparat, pelakunya akan dianggap sebagai penjahat. Berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)—waktu itu disebut Wetboek Van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie—sang pelaku terancam pidana 1 tahun 4 bulan penjara atau denda maksimal Rp 4.500. Dengan satu KUHP itu, Belanda mampu mengendalikan Indonesia selama 350 tahun.

Di negerinya, pemerintah Belanda memperlakukan rakyatnya sebagai warga negara merdeka, berdaulat, dan bermartabat. Ekspresi dan pendapat rakyat yang dinilai mencemarkan nama baik tidak dianggap sebagai kejahatan. Pelakunya hanya dapat diproses dalam perkara perdata dengan denda proporsional.

Setelah Indonesia merdeka, ketika Presiden Sukarno dan Presiden Soeharto berkuasa, kedaulatan berada di tangan penguasa rezim, meski UUD 1945 menyatakan kedaulatan berada di tangan rakyat. Rakyat diposisikan sebagai burung beo. Setelah rakyat mendelegasikan kedaulatannya kepada MPR, selanjutnya MPR menggadaikan kedaulatan itu kepada penguasa. Kemudian penguasa menjadi pemegang kedaulatan tertinggi. Demi memenuhi kehendaknya, Sukarno diangkat oleh MPR menjadi presiden seumur hidup. Soeharto tidak mau menjadi presiden seumur hidup. Ia hanya mau dipilih oleh MPR sebanyak tujuh kali. Dan, dalam pemilihan, calon presiden yang harus dipilih hanya boleh satu, yakni Soeharto sendiri.

Pers yang berani memberitakan ekspresi ketidakpuasan dan kritik rakyat bukan hanya dicabut izin penerbitannya, wartawannya pun terancam dikriminalkan.

Bagaimana kedaulatan berekspresi rakyat pada era reformasi ini? Fakta-fakta menunjukkan pola pikir penyelenggara negara terkesan cenderung paradoksal. Pertama, penegak hukum, yakni kepolisian, kejaksaan, dan Mahkamah Agung, menunjukkan kebijakan melindungi kebebasan pers berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Adapun DPR dan pemerintah, dalam kewenangannya membuat undang-undang, justru semakin mengancam kebebasan pers. Hasil survei Indeks Kebebasan Pers Indonesia 2015 oleh Dewan Pers menunjukkan, meski secara umum kebebasan pers pada 2015 dikategorikan masih "agak bebas", paling tidak penegak hukum dinilai tidak lagi gemar mengkriminalkan pers.

Paradoksnya, kecenderungan DPR dan pemerintah untuk mengkriminalkan kedaulatan berekspresi rakyat semakin lebih represif ketimbang kecenderungan penjajah Belanda. Saat ini, revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), revisi KUHP, serta revisi Undang-Undang Penyiaran sedang diagendakan dan dibahas di DPR. Rancangan revisi UU ITE dan rancangan revisi KUHP masih menilai pencemaran nama baik sebagai tindak kejahatan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Salah satu pasal rancangan UU Penyiaran mendesain agar siaran wajib disensor oleh lembaga sensor sebelum disiarkan. Tidakkah draf ketentuan itu bermakna bahwa DPR dan pemerintah sama sekali tidak mempercayai kedaulatan rakyatnya yang bergiat di bidang pers penyiaran? Padahal penjajah Belanda saja masih menaruh kepercayaan kepada rakyat Indonesia, sehingga media pers tidak perlu disensor terlebih dulu. Semua rancangan tersebut bertujuan mengebiri hak-hak dasar rakyat.

DPR dan pemerintah hasil Pemilihan Umum 1997, yang tidak demokratis, pada akhir masa baktinya menerbitkan UU Pers. Selain diberi fungsi untuk mengekspresikan kontrol rakyat, Pers diberi peran untuk mengawasi, mengkritik, dan mengoreksi hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.

Amendemen konstitusi semakin melindungi fungsi dan peran pers tersebut. Pasal 28F UUD 1945 menyatakan, "Setiap orang berhak mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia."

Namun DPR dan pemerintah, yang dipilih langsung oleh rakyat dalam pemilihan umum yang demokratis, masih menghasilkan revisi UU ITE yang isinya tidak mengubah ancaman sanksi pidana bagi pelaku pencemaran nama baik menjadi perkara perdata dengan sanksi proporsional, seperti yang lazim diberlakukan di negara-negara demokratis. Hasil revisi UU ITE itu ternyata masih mengkriminalkan rakyat pelaku pencemaran nama baik dengan ancaman pidana sampai 4 tahun penjara dan/atau denda maksimal Rp 750 juta.

Persoalannya, mengapa UU ITE masih mengancam rakyat dengan hukuman yang jauh lebih berat dibanding ancaman hukum kolonial? Apakah karena DPR dan pemerintah masih menilai rakyat cenderung sebagai penjahat potensial yang dapat mengancam kedaulatan DPR dan pemerintah? Poin dari tulisan ini, DPR dan pemerintah terkesan masih berpola pikir bahwa kedaulatan rakyat negeri ini harus di bawah kendali DPR dan pemerintah.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Wacana Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat Berpotensi Langgar UU Penerbangan

18 jam lalu

Anggota Komisi V DPR RI Sigit Sosiantomo. Foto: Arief/vel
Wacana Iuran Pariwisata di Tiket Pesawat Berpotensi Langgar UU Penerbangan

Penarikan iuran yang akan dimasukkan dalam komponen perhitungan harga tiket pesawat itu dinilainya berpotensi melanggar Undang-Undang (UU).


DPR Arizona Loloskan Pencabutan Undang-undang Larangan Aborsi

1 hari lalu

Ilustrasi aborsi. TEMPO
DPR Arizona Loloskan Pencabutan Undang-undang Larangan Aborsi

DPR Arizona lewat pemungutan suara memutuskan mencabut undang-undang larangan aborsi 1864, yang dianggap benar-benar total melarang aborsi.


Pelaksanaan Undang-Undang Pelarangan Madrasah di Uttar Pradesh India Ditunda

19 hari lalu

Warga meneriakkan slogan-slogan dan memegang plakat selama aksi damai yang diselenggarakan oleh warga terhadap apa yang mereka katakan meningkat dalam kejahatan rasial dan kekerasan terhadap Muslim di negara itu, di New Delhi, India, 16 April 2022. REUTERS/Anushree Fadnavis
Pelaksanaan Undang-Undang Pelarangan Madrasah di Uttar Pradesh India Ditunda

Mahkamah Agung India menunda perintah pengadilan tinggi yang akan melarang berdirinya madrasah di Uttar Pradesh.


Mahkamah Konstitusi Uganda Pertahankan Undang-Undang Anti-LGBTQ

21 hari lalu

Ilustrasi LGBT. Dok. TEMPO/ Tri Handiyatno
Mahkamah Konstitusi Uganda Pertahankan Undang-Undang Anti-LGBTQ

Mahkamah Konstitusi Uganda hanya merubah beberapa bagian dalam undang-undang anti-LGBTQ.


Apa Alasan PKS Menolak Pengesahan RUU DKJ Jadi UU?

27 hari lalu

Ketua DPR RI Puan Maharani menerima berkas laporan pembahasan RUU DKJ dari Ketua Badan Legislasi DPR RI Supratman Andi Agtas dalam Rapat Paripurna ke-14 Masa Persidangan IV tahun 2023-2024 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 28 Maret 2024. DPR RI mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Daerah Khusus Jakarta (DKJ) menjadi Undang-Undang (UU) yang terdiri atas 12 bab dan 73 pasal berisi ketentuan soal status Jakarta usai tak lagi menjadi ibu kota. TEMPO/M Taufan Rengganis
Apa Alasan PKS Menolak Pengesahan RUU DKJ Jadi UU?

PKS menganggap penyusunan dan pembahasan RUU DKJ tergesa-gesa dan belum melibatkan partisipasi masyarakat secara bermakna.


India Siap Berlakukan Undang-undang Kontroversi soal Kewarganegaraan

45 hari lalu

Para pengunjuk rasa memegang poster saat protes terhadap apa yang mereka sebut sebagai ujaran kebencian terhadap Muslim yang dilakukan oleh para pemimpin Hindu, di New Delhi, India, 27 Desember 2021. REUTERS/Adnan Abidi
India Siap Berlakukan Undang-undang Kontroversi soal Kewarganegaraan

Pemerintahan Narendra Modi akan menerapkan undang-undang kewarganegaraan kontroversial yang mengecualikan umat muslim.


Pangkat Jenderal Kehormatan untuk Prabowo Subianto Langgar Undang-undang

56 hari lalu

Pemberian pangkat Jenderal TNI Kehormatan kepada Prabowo Subianto dinilai melanggar UU.
Pangkat Jenderal Kehormatan untuk Prabowo Subianto Langgar Undang-undang

Pemberian pangkat Jenderal Kehormatan kepada Prabowo Subianto dinilai melanggar undang-undang..


Jerman Legalkan Ganja

24 Februari 2024

Ilustrasi Ganja. Getty Images
Jerman Legalkan Ganja

Lewat undang-undang yang baru, warga Jerman boleh memiliki sampai 25 gram ganja yang bukan untuk tujuan komersial


Bamsoet Tegaskan Pentingnya UU AI dalam Ekosistem Digital

23 Februari 2024

Bamsoet Tegaskan Pentingnya UU AI dalam Ekosistem Digital

Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo atau Bamsoet mengingatkan pentingnya memiliki Undang-Undang (UU) yang mengatur penggunaan Artificial Intelligence (AI) dalam ekosistem digital Indonesia.


Kanada Tunda Putusan soal Euthanasia pada Orang dengan Gangguan Jiwa

5 Februari 2024

Victor Escobar, 60 tahun, yang menderita penyakit paru obstruktif kronik stadium akhir, menjadi orang pertama di Kolombia yang menjalani eutanasia untuk penyakit non-terminal. (REUTERS | EDWIN RODRIGUEZ PIPICANO)
Kanada Tunda Putusan soal Euthanasia pada Orang dengan Gangguan Jiwa

Kanada telah membekukan sementara rencana memperpanjang program bantuan suntik mati atau euthanasia pada orang dengan gangguan jiwa.