Rencana Presiden Joko Widodo membentuk Unit Kerja Presiden Pemantapan Ideologi Pancasila harus dipertimbangkan masakmasak dan tidak kesusu. Jokowi boleh saja prihatin atas maraknya tindakan intoleran, ekstremisme, dan radikalisme belakangan ini, tapi pemantapan Pancasila bukanlah jawaban langsung masalah tersebut.
Tindakan Front Pembela Islam dan kelompok masyarakat lain yang tidak toleran terhadap agama dan ras yang berbeda dari mereka dengan sweeping, penyerangan, dan pembubaran kegiatan ibadahjelas merupakan pelanggaran hukum. Maka, penegakan hukum yang tegas adalah jawaban bagi masalah ini.
Sebagai penegak hukum, polisi bukannya menindak tegas tindakan mereka, melainkan terkesan membiarkan atau malah kalah oleh tekanan massa. Polisi bahkan ikutikutan "merayakan" sikap intoleran ini. Itu terjadi, misalnya, pada Kepala Kepolisian Resor Metro Bekasi Kota dan Kepala Kepolisian Resor Kulon Progo, yang mengeluarkan surat edaran berisi imbauan soal penggunaan atribut keagamaan nonmuslim yang mengacu pada fatwa Majelis Ulama Indonesia. Sikap penegak hukum semacam inilah yang membuat aksiaksi intoleran terus marak. Hal ini tak boleh dibiarkan.
Jadi, sebelum Jokowi meributkan soal pengamalan Pancasila, yang pertamatama harus dibenahi adalah kepastian bahwa penegak hukum sudah satu sikap terhadap tindakantindakan intoleran. Presiden juga harus memastikan bahwa jajaran birokrasi pemerintah pun menolak sikap intoleran, ekstremisme, dan radikalisme.
Pemantapan ideologi Pancasila bukanlah ide buruk. Tapi, apakah pembentukan suatu unit kerja khusus diperlukan? Presiden Soeharto dulu pernah membentuk Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7) pada 1979, yang dibubarkan pada 1998.
Badan yang kerjanya mirip dengan Departemen Ideologi Uni Soviet itu sibuk menyebarkan doktrin Pancasila, bukan yang digali dari pidato Presiden Sukarno tentang kelahiran Pancasila, melainkan yang sesuai dengan pikiran Soeharto. Tak jelas benar seberapa berhasil badan itu. Yang pasti, badan tersebut telah menggerus anggaran negara untuk berbagai kegiatan dan organisasinya yang sangat luas, dari pusat hingga daerah.
Ketimbang membuat badan baru seperti BP7, pemerintah lebih baik memanfaatkan berbagai lembaga dan program yang ada. Ada banyak lembaga nonpemerintah yang mengkampanyekan toleransi dan dialog antaragama, seperti Wahid Institute dan Maarif Institute. Pemerintah dapat mengkampanyekan atau memberikan pendidikan mengenai toleransi antarumat beragama bekerja sama dengan mereka.
Pemantapan ideologi adalah program jangka panjang yang biasanya dilakukan dengan pendidikan dan penelitian. Pemerintah dapat menjalankannya tanpa memerlukan unit kerja khususapalagi setingkat kementerian. Yang penting adalah memastikan bahwa nilainilai yang dikandungnya, seperti demokrasi dan toleransi, berlaku dalam kerja keseharian di kementerian dan lembaga pemerintah.