TEMPO Interaktif, Jakarta -
BLUE BLOODS
Kreasi: Robin Green dan Mitchell Burgess
Pemain: Tom Selleck, Donnie Wahlberg, Bridgent Moynahan, Will Estes, Jennifer Esposito
Sudah terlalu banyakkah serial TV dan film tentang detektif dan polisi? Jawabnya: belum cukup banyak. Mereka yang mengalami masa keemasan Steve Bochco dengan NYPD Blues, Hill Street Blues tahun 1980-an tentu tahu bagaimana midas televisi Dick Wolf mendominasi televisi dunia dengan serial Law and Order, Law and Order Criminal Intent dan Law and Order Special Victim Unit (yang terakhir ini masih berlangsung hingga musim tayang ke 13) di tahun 1990-an. Semua serial ini memilih drama polisi dengan prosedur olds school. Investigasi dilakukan dengan wawancara, membangun teori , penggerebekan, wawancara saksi dan calon tersangka. Forensik yang masih belum berkembang saat itu dianggap sebagai pendukung belaka.
Di tahun 2000, Anthony Zuiker melibas pendekatan itu. Dengan mengutamakan ilmu pengetahuan forensik modern, laboratraium canggih, para jagoan forensik menjadi pahlawan dalam CSI, CSI Miami dan CSI New York. Serial ini agak mengejek gaya lama yang percaya pada ucapan saksi, karena seperti dikatakan tokoh kepala laboratorium forensic Las Vegas Gil Grissom (dalam CSI Las Vegas), “manusia selalu berbohong, bukti lebih berbicara.”
Festival CSI sukses untuk lima tahun pertama. Dunia tergila-gila pada CSI dan para kutu buku dan jagoan di laboratorium kini terlihat lebih atraktif dan seksi. Kemudian lahir pula beberapa serial TV detektif yang mencoba menampilkan drama kriminal dengan karakter yang unik. Serial NCIS dan NCIS LA karya Donald P.Bellasario yang menyajikan drama kriminal di kalangan keluarga besar angkatan laut atau marinir; Criminal Minds karya Jeff Davies yang menyajikan sekumpulan agen FBI divisi Behavioural Analysis Unit memfokuskan diri pada upaya perburuan pembunuh berantai. Gelap, keji dan sakit. Tetapi serial ini—meski terlalu sering berubah anggota pemain—bertahan sebagai salah satu drama kriminal yang disukai karena keunikan temanya. Penggalian sifat binatang dalam manusia –yang tentu saja berhasil dibekuk tim FBI—ini lebih menekankan kemampuan tim untuk mencoba memasuki cara berpikir para pembunuh.
Serial Blue Bloods yang kini tengah populer nampaknya adalah era baru untuk kembali pada pendekatan serial drama kriminal old school. Soal forensik dilempar kembali ke belakang (bahkan pada episode pilot, sebuah kasus lama terpaksa dibuka kembali gara-gara kesalahan laboratorium forensik). Serial ini menyorot kehidupan keluarga Reagan, yang terdiri sang patriark Francis Reagan (Tom Selleck), yang menjabat sebagai Kepala Polisi. Francis , seorang duda yang isterinya sudah meninggal dan berputera empat orang yang sudah dewasa. Joe almarhum tewas dalam tugas; Danny (Donny Wahlberg) , seorang detektif yang sebelumnya adalah marinir yang pernah terjun ke perang Irak; Erin (Bridget Monayhan) jaksa penuntut yang melakukan segalanya berdasarkan aturan dan si bungsu Jamie (Will Estes), lulusan fakultas Hukum Universitas Harvard yang akhirnya memilih menjadi polisi karena panggilan hati. Belum cukup dengan anak-anak yang mengikuti jejak ayahnya menjadi polisi, ternyata sang kakek, Henry Reagan (Len Cariou) adalah seorang pensiunan polisi yang jabatan terakhirnya adalah Kepala Polisi. Absurd? Tidak juga. Meski jarang, memang ada keluarga yang profesinya meliputi beberapa generasi,meski pasti ada satu dua yang “memberontak” keluar jalur. Nampaknya keempat anak Reagan adalah anak-anak yang kagum pada ayahnya, meski mereka dibebaskan memilih profesi apa saja.
Sebetulnya berbagai kasus pembunuhan yang ditampilkan Blue Bloods tak lebih istimewa daripada yang ditampilkan Law and Order: dari kasus pembunuhan dalam keluarga, pembunuhan karena rebutan warisan atau bisnis hingga pembunuhan berencana karena dendam. Akhir-akhir ini terorisme juga masuk dalam daftar tema semua serial detektif, termasuk Blue Bloods. Tetapi yang sedikit membedakan adalah karena seluruh anggota keluarga Reagan adalah penegak hukum (polisi dan jaksa) maka acara makan malam setiap hari Minggu di rumah sang Ayah selalu berisi perbincangan atau pertengkaran kasus yang mereka hadapi. Bagian inilah yang menarik dan memberi karakter yang berbeda. Tentu saja para isteri atau tunangan harus sibuk menyetop pembicaraan yang biasanya melibatkan darah dan mayat itu, maklum di meja makan itu juga ada anak-anak di bawah umur (Danny sudah berputera dua orang; Erin berputeri satu orang).
Perbedaan pendapat sering terjadi antara Erin yang sangat menekankan semua proses harus sesuai aturan, sementara Danny yang temperamental kadang-kadang menggunakan kekerasan atau intimidasi saat menginterogasi saksi atau tersangka. Sang Ayah, lazimnya akan mencoba menengahi sebagai sosok yang bijaksana, idealis, konsevatif dan cenderung terlalu sempurna. Sosok Frank yang sebetulnya agak membosankan karena dia terlalu sempurna, nyaris tanpa cacat.
Tetapi serial ini memang terasa sangat memegang prinsip konservatisme Amerika, sehingga keluarga Reagan terasa terlalu baik dan nyaris tanpa kelemahan (kecuali Danny yang temperamental). Isyu kekeluargaan adalah di atas segalanya, doa sebelum makan malam dan nilai-nilai yang ditanamkan sang Ayah dan kakeknya ini terlalu lurus hingga sulit percaya bahwa kedua kreator Robin Green dan Mitchell Burgess dulu juga masuk dalam tim penulis skenario serial The Soprano.
Yang paling menarik dari serial yang tengah ditayangkan di tv kabel ini justru cerita besar yang bersambung sejak episode awal dan berakhir pada final musim tayang, yaitu kasus Blue Templar. Sejak episode pilot, Jamie si bungsu secara diam-diam didekati beberapa polisi yang mengajaknya ikut menginvestigasi kematian kakaknya. Investigasi ini sebetulnya untuk menggali polisi korup dalam kelompok bernama Blue Templar. Perlahan-lahan kasus yang dihadapi Jamie, sementara sehari-hari dia masih berpatroli sebagai polisi baru, semakin pelik karena begitu banyak korban yang jatuh. Jamie menyimpan semua cerita ini dan memutuskan untuk menyelidiki sendiri. Hanya pada akhir film dia akhirnya terpaksa membuka kebusukan semua jaringan ini kepada Ayah dan Abangnya, karena nyawanya sudah terancam. Tak mungkin dia melawan mafia dalam polisi itu sendirian. Kepala polisi buta tentang mafia polisi di dalam kantornya? Sungguh kepala polisi yang pikun.
Tom Selleck tak memberikan rasa yang berbeda dengan peran-perannya dalam serial sebelumnya seperti serial Las Vegas dan Jesse Stone. Tampak ganteng (meski usia senja), berprinsip dan nyaris tanpa cacat. Donny Wahlberg justru menampilkan karakter detektif yang berbeda. Jika dalam serial TV Boomtown dia seorang detektif yang peka dan senantiasa bimbang, dalam serial baru ini dia tampil sebagai detektif yang keras dan temperamental.
Dua episode akhir serial ini memang luar biasa tegang dan terasa akan terjadi perang besar antara kelompok polisi putih dan polisi hitam. Kelompok polisi korup seperti Blue Templar pasti ada di setiap negara, dan itulah yang menyebabkan kita tak pernah kunjung bosan dengan serial televisi seperti ini, terlepas dengan beberap kekurangan dalam bangunan plot.
LEILA S.CHUDORI