Meski berbagai aturan dan pengawasannya telah dibuat, pengiriman tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal tetap marak. Jumlah mereka yang menyelundup ke luar negeri cukup besar. Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia menghitung setidaknya ada sekitar 2,4 juta TKI ilegal di seluruh dunia. Dengan jumlah sebesar itu, tak mengherankan jika muncul banyak masalah. Semestinya pemerintah memperketat pengawasan atas jalur-jalur pemberangkatan mereka sehingga jumlah TKI ilegal bisa ditekan.
Masalah TKI ilegal kembali menjadi perbincangan setelah dua perahu pengangkut mereka celaka dalam waktu berdekatan. Dalam rentang tiga hari, dua perahu tenggelam. Peristiwa yang pertama pada 23 Januari lalu di Mersing, Johor, Malaysia. Kejadian berulang dengan penemuan 16 jenazah di perairan Bintan dan Batam, Kamis pekan lalu. Para calo tenaga kerja mengirim mereka menggunakan perahu bermotor kecil tanpa perangkat keselamatan memadai.
Maraknya TKI ilegal bukan tanpa sebab. Umumnya mereka berangkat ke luar negeri karena iming-iming gaji besar dan fasilitas wah. Terbatasnya lapangan kerja di dalam negeri, juga rendahnya tingkat pendidikan untuk bersaing di pasar kerja, membuat mereka nekat. Mereka memilih berangkat meski sama sekali tak memenuhi aturan administrasi.
Di sisi lain, justru aturan itu yang juga menjadi salah satu pemicu tingginya angka TKI ilegal. Prosedur pendaftaran sebagai tenaga kerja resmi di luar negeri yang dirasa berbelit dan butuh dana besar membuat mereka enggan berhubungan dengan birokrasi. Calo yang tahu persis aturan itu sulit mereka penuhi kemudian memanfaatkan situasi. Para tenaga kerja ilegal ini pun bisa berangkat berkat jasa calo.
TKI ilegal juga ada lantaran terdapat ketidakcocokan dengan majikan di tempat bekerja. Akhirnya para TKI ini memilih kabur dan bekerja tanpa dokumen sah di tempat lain. Sebelum pindah, mereka seharusnya terlebih dulu mengajukan pengunduran diri sesuai dengan ketentuan. Masalahnya, proses ini dianggap tak praktis. Apalagi mereka harus mengajukan visa kerja baru atau melapor kepada perwakilan RI di negara tempat bekerja.
Pada saat ini terdapat sekurangnya 22 meja yang harus dilalui seorang TKI untuk mengurus administrasi sebelum bisa bekerja di luar negeri. Sudah waktunya pemerintah, melalui Kementerian Ketenagakerjaan, menyederhanakan prosedur ini tanpa mengurangi kualitas seleksi pengiriman. Tujuannya tentu untuk mengurangi jumlah TKI ilegal.
Tak kalah penting dilakukan adalah sosialisasi. Para calon TKI perlu diberi informasi seterang mungkin mengenai berbagai keuntungan bila mengikuti prosedur resmi maupun kerugian menjadi TKI ilegal.
Sosialisasi dan penyuluhan mesti dilakukan terus-menerus, terutama di daerah yang berbatasan langsung dengan negara tetangga, misalnya Malaysia. Sebab, banyak calon tenaga kerja Indonesia ini yang tak punya pengetahuan sama sekali tentang tata cara bekerja di luar negeri.