Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Adi

Oleh

image-gnews
Iklan

Laki-laki tua yang jangkung dan bermuka keras itu, yang hidup dengan seekor monyet kecil di sebuah gubuk, bercerita dengan suara yang masih ganas tentang bagaimana ia membunuh. "Aku tebas buah dada perempuan itu; dari akar putingnya mengalir air susu. Lalu aku potong lehernya...."

Dokumentasi tentang kekejaman di Indonesia sekitar 1965 bertambah-dan bisa bertambah. The Look of Silence, film baru Joshua Oppenheimer, semacam sambungan dari filmnya yang terdahulu, The Act of Killing, kini sudah beredar secara terbatas. Dalam rekaman seperti yang saya kutip, dari ingatan, Oppenheimer menunjukkan keunggulannya sebagai pembuat film dokumenter dan keunggulan seseorang yang datang mengusik hati kita dengan pertanyaan.

Tentu ia bukan orang pertama dalam perkara ini. Pada Agustus 1969, majalah Horison memuat tulisan Usamah, "Perang dan Kemanusiaan". Tulisan ini, nonfiksi, begitu menarik perhatian hingga diterjemahkan ke dalam jurnal akademik Indonesia dari Cornell University. Di dalamnya kita baca kesaksian seorang muda, penulis yang antikomunis, yang dengan hati terbelah terlibat dalam penangkapan, penyekapan, dan pembunuhan orang-orang yang dituduh komunis-termasuk teman-temannya.

Buat menerbitkan kesaksian seperti ini ketika "Orde Baru" mulai efektif perlu keberanian tersendiri. Tapi waktu itu Horison tampak ingin membuka pintu Indonesia yang luas. Di sana pula terbit cerita pendek Umar Kayam, "Musim Gugur Kembali di Connecticut", yang dengan kalimat-kalimat pendek dan tenang menyentuh hati: seorang intelektual kiri yang tak berbuat apa-apa dibunuh dalam pembasmian yang meluas di tahun 1960-an itu.

Sastra Indonesia tampaknya medium yang memulai pengungkapan sejarah yang tragis setengah abad yang lalu itu: ada novel Yudhistira A.N.M. Massardi Mencoba Tidak Menyerah, trilogi Ahmad Tohari, dan kemudian, dua tahun lalu, Pulang Leila S. Chudori dan Amba Laksmi Pamuntjak. Luar sastra menyusul: majalah Tempo 1-7 Oktober 2012 merekam pertemuan dengan para pelaku pembantaian....

Bahwa The Act of Killing yang paling menyentak kita, mudah dipahami: film selalu lebih menjangkau orang banyak, dan sebuah film dokumenter tentang sejarah yang setengah terpendam selalu mengejutkan, apalagi datang dari luar. Maka The Act of Killing lebih menarik perhatian ketimbang Sang Penari, film Indonesia pertama yang, berdasarkan fiksi Ahmad Tohari, Ronggeng Dukuh Paruk, menampilkan kekerasan "anti-gestapu" tahun 1960-an.

The Look of Silence agaknya tak akan kalah kontroversial ketimbang pendahulunya-dan bagi saya lebih menggugah.

Kebuasan yang digambarkannya di Deli Serdang, Sumatera Utara, tidak hanya dilakukan satu orang. Berbeda dengan The Act of Killing, ia tak diselingi khayal surealistis dengan humor yang seram dan potret-potret preman hari ini; dalam The Look of Silence tak ada permainan antara imajinasi dan rekonstruksi. Bahan utamanya wawancara, praktis tanpa intermezo. Kata-kata terus terang, telanjang, brutal.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sepasang laki-laki tua mendemonstrasikan bagaimana mereka, hampir setengah abad yang lalu itu, mengerat kemaluan korbannya dari pantat, sebelum menikam merihnya dan menyepak tubuhnya ke sungai. "Aku minum darah orang yang aku potong," kata seseorang yang lain, "agar aku tidak gila." Darah manusia manis-manis asam, katanya dengan muka yang selalu tegang. "Aku minum dua gelas. Kuambil dari bagian tenggorokan."

Di manakah selama ini bagian yang terpendam, ganas, dan merisaukan dari sejarah Indonesia ini? Malukah kita mengakuinya? Atau takut? Atau tak tahu? Atau tak peduli?

Tokoh di pusat The Look of Silence adalah Adi. Di masa penuh darah itu kakaknya, Ramli, ditangkap dan dibantai dengan bengis. Adi, yang lahir setelah pembunuhan itu, hanya mendapat ceritanya dari ibunya yang masih menyimpan dendam yang getir. Pada suatu hari Adi melihat rekaman pengakuan dua laki-laki yang membunuh orang-orang komunis. Kita tak tahu bagaimana ia mendapatkan video itu, tapi sejak itu laki-laki itu pun mencari jawab, menemui orang yang terlibat-dan tak mendapatkan apa-apa, selain kisah kebiadaban yang dilakukan sesamanya.

Adi, seperti kita, menuntut penyesalan para pembunuh. Tapi sia-sia. Dan itulah yang merisaukan. Bagi kita kekejaman mereka secara universal patut dikutuk, tapi jangan-jangan antara kita dan mereka tak ada dasar bersama untuk menuntut sesal. Jangan-jangan apa yang biadab, apa yang beradab, ada di kepala dengan dunia masing-masing.

Film ini tentu tak bertolak dari asumsi itu. Bagi Adi dan Oppenheimer, kebuasan itu sangat terbuka, sangat terang-benderang, buat dihakimi. Tapi tampaknya tak segampang itu. Ada dunia lain yang belum tertembus.

The Look of Silence amat kuat berbicara tentang apa, kapan, dan bagaimana. Tapi film ini tak cukup menggambarkan mengapa dan siapa. Tak banyak informasi tentang latar sosial Adi dan Ramli. Penonton yang berbahasa Jawa akan tahu, orang tua Adi datang dari Jawa, tapi justru akan bertanya mengapa mereka hidup di Deli Serdang dan apa yang mereka lakukan. Apa yang Ramli lakukan? Adakah ia seorang aktivis komunis-dan apa artinya itu bagi para pembunuhnya: bagaimana genealogi kebuasan itu? Dari mana datangnya? Hanya karena perintah dan propaganda aparat kekuasaan? Mungkinkah laku yang sekeji itu-yang terus mereka banggakan-terbit tanpa kebencian yang bersemai dalam pribadi dan tubuh sosial?

Hari-hari ini kebencian masih berkecamuk dan kita tak tahu kenapa, kebiadaban masih dibanggakan dan kita tak tahu apa sebabnya. The Look of Silence akan berjasa besar jika bersamanya kita ingat, ada pertanyaan yang gawat dan belum terjawab itu. Tak hanya di Indonesia.

Goenawan Mohamad

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Korban Tewas di Gaza Akibat Serangan Israel Tembus 34 Ribu Orang

3 menit lalu

Warga Palestina mengendarai kereta yang ditarik hewan saat berusaha untuk kembali ke rumahnya di Gaza utara melalui pos pemeriksaan Israel, di tengah konflik antara Israel dan Hamas di Jalur Gaza 15 April 2024. REUTERS/Ramadhan Abed
Korban Tewas di Gaza Akibat Serangan Israel Tembus 34 Ribu Orang

Jumlah korban tewas di Gaza terus bertambah akibat serangan Israel dalam enam bulan terakhir.


Alasan Mengapa Kebanyakan Pesawat Berwarna Putih

18 menit lalu

Ilustrasi pesawat parkir di bandara. REUTERS
Alasan Mengapa Kebanyakan Pesawat Berwarna Putih

Awalnya, pesawat tidak dicat, hanya menampilkan bodi aluminium yang dipoles. Namun, tren berubah sejak 1970-an.


Petasan Pernikahan Hancurkan Rumah Calon Pengantin di Madura, Seorang Kerabat Tewas

24 menit lalu

Rumah hancur akibat petasan di di Dusun Sembilangan Timur, Desa Sembilangan, Kecamatan Kota, Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur, Jumat, 19 April 2024. TEMPO/Musthofa Bisri
Petasan Pernikahan Hancurkan Rumah Calon Pengantin di Madura, Seorang Kerabat Tewas

Petasan yang hendak dibawa ke rumah calon mempelai wanita tersebut meledak hingga menghancurkan rumah dan menewaskan seorang kerabat.


Ketua KPU Dilaporkan Atas Dugaan Asusila, Berikut Sejumlah Kontroversi Hasyim Asy'ari

28 menit lalu

Ketua KPU Hasyim Asy'ari diduga tertidur saat mengikuti sidang perselisihan hasil Pilpres 2024 dengan pemohon capres dan cawapres nomor urut 01 Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar dan pemohon capres dan cawapres nomor urut 03 Ganjar Pranowo dan Mahfud MD di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis, 4 April 2024. Adapun agenda sidang hari enam perkara PHPU Pilpres 2024 mendengarkan keterangan saksi dan ahli yang dihadirkan pihak terkait capres dan cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. Pihak terkait menghadirkan 8 ahli dan 6 saksi pada sidang sengketa Pilpres 2024. TEMPO/Subekti.
Ketua KPU Dilaporkan Atas Dugaan Asusila, Berikut Sejumlah Kontroversi Hasyim Asy'ari

Kontroversi Ketua KPU Hasyim Asy'ari, dari pencalonan Gibran sebagai capres hingga skandal wanita emas. terakhir dugaan asusila terhadap PPLN


Pilkada 2024: Bursa Cagub Bersaing Sengit di Pilgub DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Sumatera Utara

31 menit lalu

Ilustrasi TPS Pilkada. Dok TEMPO
Pilkada 2024: Bursa Cagub Bersaing Sengit di Pilgub DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Sumatera Utara

Sejumlah kandidat yang digadang-gadang akan maju sebagai calon gubernur dan calon wakil gubernur untuk Pilkada 2024.


Aulia Suci Nurfadila Tak Ingin Ngoyo Kejar Peluang Bermain di Liga Bola Voli Putri Korea Selatan

37 menit lalu

Pemain voli timnas Indonesia, Aulia Suci Nurfadila seusai menjalani latihan jelang menghadapi Red Sparks di GOR Bulungan, Jakarta, Jumat (19/04/2024). (ANTARA/FAJAR SATRIYO).
Aulia Suci Nurfadila Tak Ingin Ngoyo Kejar Peluang Bermain di Liga Bola Voli Putri Korea Selatan

Aulia Suci Nurfadila mengaku bersyukur namanya masuk dalam daftar pemain yang akan menjalani uji coba Federasi Bola Voli Korea Selatan (KOVO).


Anwar Usman Disebut Masih Pakai Fasilitas Ketua meski Sudah Dicopot, Begini Kata MK

45 menit lalu

Ketua MK Anwar Usman saat menjadi Ketua Majelis Hakim sidang putusan atas gugatan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu terkait usia minimal capres-cawapres menjadi 35 tahun di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin 16 Oktober 2023. TEMPO/Subekti.
Anwar Usman Disebut Masih Pakai Fasilitas Ketua meski Sudah Dicopot, Begini Kata MK

Anwar Usman dipecat dari kursi Ketua MK oleh MKMK pada November 2023 akibat pelanggaran etik berat.


Amerika Serikat Gunakan Hak Veto Gagalkan Keanggotaan Penuh Palestina di PBB, Begini Sikap Indonesia

47 menit lalu

Anggota Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa berdiri mengheningkan cipta, untuk menghormati para korban serangan di tempat konser Balai Kota Crocus di Moskow, pada hari pemungutan suara mengenai resolusi Gaza yang menuntut gencatan senjata segera selama bulan Ramadan yang mengarah ke gencatan senjata permanen.  gencatan senjata berkelanjutan, dan pembebasan semua sandera segera dan tanpa syarat, di markas besar PBB di New York City, AS, 25 Maret 2024. REUTERS/Andrew Kelly
Amerika Serikat Gunakan Hak Veto Gagalkan Keanggotaan Penuh Palestina di PBB, Begini Sikap Indonesia

Mengapa Amerika Serikat tolak keanggotaan penuh Palestina di PBB dengan hak veto yang dimilikinya? Bagaimana sikap Indonesia?


Bahas Lebaran, TVXQ Minta Maaf di Konser 20&2 Jakarta

51 menit lalu

Duo TVXQ di konser mereka. Foto: TEMPO| Raden Putri.
Bahas Lebaran, TVXQ Minta Maaf di Konser 20&2 Jakarta

Selain berterima kasih kepada para penggemar, TVXQ juga meminta maaf karena baru sempat menggelar konser di Indonesia lagi.


Kuasa Hukum Robert Bonosusatya Jelaskan Kerja Sama antara PT RBT dan PT Timah

1 jam lalu

Robert Priantono Bonosusatya. jasuindo-tiga-perkasa-annual-report-2012
Kuasa Hukum Robert Bonosusatya Jelaskan Kerja Sama antara PT RBT dan PT Timah

Kuasa hukum Robert Bonosusatya menjelaskan kerjasama antara PT Refined Bangka Tin (PT RBT) dengan PT Timah Tbk.