Kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang membatasi arus imigran menuai kecaman. Langkah ini dianggap diskriminatif sekaligus kemunduran. Trump seolah melupakan fakta bahwa kemajuan Amerika selama ini dicapai berkat kerja keras para imigran.
Pemerintah Amerika bahkan memulangkan langsung imigran dari Irak, Iran, Suriah, Sudan, Libya, Somalia, dan Yaman. Padahal mereka mempunyai visa resmi atau memiliki status pengungsi. Cara ini dianggap berlebihan dan melanggar Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial yang dikeluarkan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Trump juga dinilai menabrak aturan anti-diskriminasi di Amerika. Pada 1924, Kongres Amerika memang pernah merestui pelarangan imigran dari kawasan yang dinamai "Asiatic Barred Zone", yang meliputi sebagian Eropa Timur, Asia, dan Afrika. Tapi aturan ini telah dihapus melalui Undang-Undang Imigrasi dan Kewarganegaraan pada 1965. Undang-undang ini melarang semua diskriminasi terhadap imigran atas dasar kebangsaan.
Kebijakan Trump merupakan kemunduran karena Amerika dianggap sebagai negara demokratis dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Jangan lupa, Amerika Serikat dibangun oleh para imigran. Kemajuan negara ini juga ditopang oleh imigran yang datang dari segala penjuru dunia. Amerika Serikat akhirnya menjadi negara multietnis dan multikultural yang kuat secara politik dan ekonomi.
Pemerintah Amerika kini seolah mengabaikan jerih payah para imigran yang juga membesarkan negara ini. Sebut saja George Soros asal Hungaria; pendiri Google, Sergey Brin, dari Rusia; pemilik News Corporation, Rupert Murdoch, asal Australia; sampai Jaksa Agung Hawaii, Doug Chin, yang mendeklarasikan diri sebagai anak imigran Cina yang masuk Amerika pada 1950-an dan sukses mengadu nasib di sana.
Trump juga dianggap hipokrit. Istri Trump sendiri, Melania, berasal dari Slovenia, yang datang ke Amerika pada 1990-an. Ia baru mendapat green card beberapa tahun sebelum dinikahi oleh Trump pada 2005. Selama ini perusahaan Amerika juga banyak beroperasi di berbagai belahan dunia. Umumnya perusahaan-perusahaan itu menggunakan manajer asal Amerika.
Pemerintah Amerika beralasan bahwa para pendatang dari beberapa negara yang masuk daftar hitam bakal membuat onar. Dalih seperti ini tentu sulit diterima akal sehat. Negara sebesar Amerika semestinya memiliki aparat keamanan yang mampu mengantisipasi hal ini. Imigran yang berbahaya mungkin saja ada, tapi keliru besar bila Amerika menyaring imigran secara diskriminatif berdasarkan asal negara.
Kebijakan membabi-buta itu malah bisa merugikan. Dampak buruk yang mungkin diderita Amerika adalah kerugian perekonomian karena kurangnya tenaga kerja yang relatif murah. Amerika juga akan dinilai melempem dalam melindungi hak-hak masyarakat sipil dan pengungsi.