Proyek reklamasi Teluk Jakarta kembali memunculkan bau tak sedap. PT Agung Podomoro Land, melalui anak usahanya, PT Muara Wisesa Samudera, dituding telah menyogok sejumlah warga Muara Angke, Jakarta Utara, agar menerima proyek reklamasi dan mencabut gugatan di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Tuduhan yang dilontarkan pengurus Forum Kerukunan Nelayan Muara Angke ini semestinya segera ditindaklanjuti pihak terkait serta menjadi catatan merah dalam proses meloloskan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) Pulau G yang sedang dibuat.
Dugaan suap itu-terjadi sejak Oktober tahun lalu-muncul bersamaan dengan proses sosialisasi proyek seluas 161 hektare tersebut kepada warga Muara Angke, Selasa lalu. Sosialisasi itu menjadi bagian dari proses penyusunan amdal yang tenggatnya sudah mepet. PT Muara gagal memenuhi tenggat awal pada Desember tahun lalu dan kini hanya mendapat tenggat baru selama 90-120 hari dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Benar-tidaknya tudingan itu masih perlu diteliti. Tapi urusan suap ini bukanlah hal baru. Maret tahun lalu, Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta, M. Sanusi, karena diduga menerima suap dari Presiden Direktur Podomoro Land Ariesman Widjaja dalam kaitan pembahasan Raperda Rencana Zonasi dan Wilayah Pesisir Pantai Utara dan revisi Perda Nomor 8 Tahun 1995.
Dugaan suap ini harus menjadi catatan bagi tim pengkaji amdal. Selain melakukan check and recheck ke lapangan, tim harus menyertakan wakil masyarakat dalam rapat Komisi Penilai Amdal. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2012 tentang Keterlibatan Masyarakat dalam Proses Analisis Amdal, juga untuk memastikan bahwa amdal itu sudah disusun secara obyektif.
Kehati-hatian harus diutamakan para pejabat publik dalam penanganan kelanjutan proyek reklamasi itu, yang sejak awal sudah diwarnai kontroversi. Proyek tersebut disorot karena pembangunannya sempat berjalan tanpa disertai amdal. Sikap pemerintah juga terkesan tak konsisten. Proyek itu dihentikan pada April tahun lalu, saat Menteri Koordinator Kemaritiman dijabat Rizal Ramli, namun berlanjut setelah jabatan Menko beralih ke Luhut Panjaitan.
Kini, setelah memberi lampu hijau, pemerintah harus mengawal proyek itu agar benar-benar berjalan sesuai dengan aturan dan memastikan tak ada masyarakat yang dikorbankan. Kasus dugaan permainan uang dalam proses sosialisasi dan penyusunan amdal Pulau G harus disikapi dengan serius. Masyarakat harus ikut mengawal dan dapat terus mengontrol lewat jalur hukum, seperti yang selama ini dilakukan. Setelah mempersoalkan perizinan proyek Pulau G ke pengadilan-yang kini dalam proses kasasi-masyarakat pun harus bisa kembali menggugat bila amdal proyek tersebut dinilai tak dibuat dengan jujur.