Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Pegida

Oleh

image-gnews
Iklan

Di udara dingin mengaum sejarah
Sitor Situmorang (1923-2014)

Di udara dingin malam itu yang mengaum di alun-alun tua Kota Frankfurt tak hanya satu sejarah. Dua, tiga, mungkin lebih.

Sekitar 17 ribu orang berdesakan di Rmerberg, di tengah kompleks seluas 10 ribu meter persegi itu. Sambil melindungi diri dari gerimis dalam suhu 2 derajat, mereka hadir untuk menyatakan bahwa mereka, orang Jerman, penghuni Frankfurt, menentang Pegida, gerakan anti-Islam yang malam itu juga berencana menghimpun 500 pendukungnya di bagian lain kota.

Pidato pun disuarakan, disambut tepuk tangan, terdengar lagu dan musik, dan saya lihat seorang anak memegang poster: Gehrt Islam zu Deutschland? Bagian dari Jermankah Islam? Di bawah pertanyaan itu tertulis jawabannya dengan huruf besar berwarna merah: Ja.

Malam itu, kata "Ja" itu terasa menyentak. Kini ia jadi sebuah antithesis. Pegida, singkatan dari Patriotische Europer Gegen die Islamisierung des Abendlandes ("Patriot Eropa Melawan Islamisasi Dunia Barat"), yang bermula di Dresden Oktober 2014, telah membangkitkan para penentangnya. Mereka datang dengan gelombang yang lebih besar, ketika melihat dukungan makin meluas buat para "patriot" yang ingin menjaga Eropa dari "Islamisasi" itu.

Pegida memang punya daya tarik. Gerakan politik yang berhasil selalu dimulai dengan mengisi lubang yang timbul karena ada yang direnggutkan dari impian orang banyak. Penganut Pegida berangkat dengan semboyan "Menentang fanatisme agama bersama-sama tanpa kekerasan". Atau: "Menentang perang agama di tanah Jerman".

Artinya Pegida punya daya tarik karena fanatisme serta kekerasan mengerikan yang ditunjukkan sebagian orang Islamdan daya tarik itu universal.

Tapi yang "universal" tak bisa bertahan bersama paranoia. Paranoia bisa bersenyawa cepat dengan kebencian, dan kebencian bisa kuat karena keyakinan. Tapi di ujung semua itu, yang "universal" ambruk. Sejarah kemudian akan mencatat dua peristiwa murung: kerusakan dan/atau kekalahan.

Malam dingin Januari 2015 itu, orang Frankfurt berhimpun di Rmerberg, di sekitar "Pancuran Keadilan", karena cemas tentang apa yang akan terjadi dengan kebencian. Gerechtigkeitsbrunnen, nama Jerman untuk fonten yang dihiasi patung dewi itu, didirikan 600 tahun yang lalu di sana. Dulu, ketika seorang kaisar dinobatkan, dari fonten itu akan mengucur anggur. Orang berpesta. Tapi tak selamanya hanya cerita sukacita. Perang Agama pada abad ke-17, ketika selama 30 tahun orang Katolik dan Protestan saling bunuh, menyebar kematian dan kehancuran juga di Frankfurt. Patung di atas Gerechtigkeitsbrunnen itu salah satu saksinya. Pada 1863, penyair lokal Friedrich Stoltze melukiskannya dengan cemooh yang pahit: "Ini dia Dewi Keadilan! Ia tampak mengerikan; timbangan di tangannya musnah direnggutkan setan, ia kehilangan separuh tangannya."

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kalaupun 17 ribu orang Frankfurt tak semuanya ingat Perang Agama 30 Tahun, mereka pasti ingat Perang Dunia II: hampir semua bangunan di sekitar alun-alun itu luluh-lantak dihantam bom Inggris dan Amerika. Kehancuran dimulai ketika Hitler ingin memperkuat Jerman dengan pekik keadilan tapi timbangan keadilan di tangannya musnah karena Jermannya adalah negeri dengan kebencian.

Jika sebagian besar orang Jerman kini menolakdengan rasa cemasarus pasang Pegida, tentu karena mereka selalu ingat kebencian itu, tentang Auschwitz dan kamp-kamp konsentrasi lain tempat orang Yahudi dan yang "kurang-Jerman" dihabisi. Dan tak mudah mereka melupakan Dresden dan Berlin yang hancur berkeping-keping bersama jatuhnya Hitler dan Partai Nazi.

Tapi ingatan selalu disertai lupa, dan kebencian bisa kambuh lagi di celah-celahnya.

Bukan karena dalam sejarah melekat kebencian yang kekal. Apa yang tampak berulang sesungguhnya bukan repetisi, melainkan kelahiran baru yang berbeda dengan yang sebelumnya. Pada suatu masa di abad ke-17 Leibniz, filosof yang merasa harus membela agama Protestan, memandang Islam sebagai "wabah", la peste de mahometisme. Ia hidup ketika militer Turki ke Eropa sangat dirasakan. Kini fobia terhadap Islam berkecamuk karena kekejaman teror IS, keganasan Boko Haram, fanatisme Taliban dan para pendukungnya.

Maka bersama kebencian yang berbeda, persekutuan kebencian juga bisa berubah. Kaum pendukung Pegida kini bersekutu dengan sebagian kaum Zionis yang menganggap teror adalah bagian Islam yang hakiki. Dulu, juga kini, sebagian orang Islam membenarkan Nazi karena memandang orang Yahudi secara esensial harus dibenci.

Di udara dingin, di udara tak dingin, sejarah memang tak pernah mengaum sendirian.

Goenawan Mohamad

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Band Indie Korea The Poles, Merilis Album Mini Terbaru

1 menit lalu

Band indie Korea The Poles. FOTO/instagram
Band Indie Korea The Poles, Merilis Album Mini Terbaru

Band indie Korea Selatan, The Poles merilis album mini terbaru Anomalies in the Oddity Space


Kyle Walker Ingin Manchester City Lebih Termotivasi Kejar Gelar Piala FA dan Liga Inggris Setelah Gagal di Liga Champions

1 menit lalu

Pemain Manchester City, Kyle Walker (kiri) saat bersama Phil Foden (kanan). Pool via REUTERS/Wolfgang Rattay
Kyle Walker Ingin Manchester City Lebih Termotivasi Kejar Gelar Piala FA dan Liga Inggris Setelah Gagal di Liga Champions

Manchester City akan menghadapi Chelsea di babak semifinal Piala FA yang dijadwalkan berlangsung di Stadion Wembley, Sabtu, 23.15 WIB, 20 April 2024.


Tradisi Unik Lebaran Ketupat di 5 Daerah, Salah Satunya Madura Rayakan Tellasan Topak

5 menit lalu

Puluhan Gunungan Ketupat didoakan sebelum diperebutkan dalam Lebaran Ketupat di Bukit Sidoguro kawasan Rawa Jombor, Krakitan, Bayat, Klaten, 13 Juli 2016. TEMPO/Bram Selo Agung
Tradisi Unik Lebaran Ketupat di 5 Daerah, Salah Satunya Madura Rayakan Tellasan Topak

Setiap daerah di Indonesia memiliki tradisi yang berbeda untuk merayakan lebaran ketupat yang biasanya pada 7 atau 8 syawal.


Pendaftaran Bakal Calon Rektor UNS Dibuka 2 Mei 2024, Terbuka Kesempatan Dosen dari PTNBH Lain

5 menit lalu

Jajaran Majelis Wali Amanat (MWA) dan Panitia Pemilihan Rektor (PPR) UNS Solo menggelar konferensi pers di Kampus UNS Solo, Jawa Tengah, Jumat, 19 April 2024. TEMPO/SEPTHIA RYANTHIE
Pendaftaran Bakal Calon Rektor UNS Dibuka 2 Mei 2024, Terbuka Kesempatan Dosen dari PTNBH Lain

Pendaftaran bakal calon rektor UNS dibuka mulai 2 hingga 28 Mei 2024. Dosen dari berbagai PTNBH lain dipersilakan mendaftar.


I Witness, Game Misteri Buatan Kreator Asal Bandung dan Surabaya yang Membidik Pasar Amerika

8 menit lalu

Rilisan empat episode game Pamali buatan StoryTale Studio Bandung sejak 2018 hingga 2020. (Dok.Steam)
I Witness, Game Misteri Buatan Kreator Asal Bandung dan Surabaya yang Membidik Pasar Amerika

Storytale Studio dan Stellar Hoziron berkolaborasi menggarap I Witness, game misteri yang ditargetkan menembus pasar Amerika Serikat.


Profil Lee Areum Bintang K-Pop Eks Member T-Ara yang Menapaki 30 Tahun Hari Ini

15 menit lalu

Areum T-ARA. Foto: Instagram.
Profil Lee Areum Bintang K-Pop Eks Member T-Ara yang Menapaki 30 Tahun Hari Ini

Diketahui bahwa Lee Areum, bintang K-Pop dari T-ARA yang menikah sejak 2019 juga mengalami KDRT sepanjang pernikahannya.


Staf Khusus Menteri BUMN Bantah Erick Thohir Minta Borong Dolar, Ini Siaran Pers Lengkapnya

15 menit lalu

Ketua Umum PSSI Erick Thohir saat ditemui di Menara Danareksa, Jakarta Pusat, Jumat, 19 April 2024. TEMPO/Randy
Staf Khusus Menteri BUMN Bantah Erick Thohir Minta Borong Dolar, Ini Siaran Pers Lengkapnya

Staf Khusus Menteri BUMN membantah Erick Thohir memerintahkan perusahaan pelat merah memborong dolar AS sebagai upaya mengantisipasi dampak geopolitik


Iran Siap Tembakkan Rudal, Klaim Fasilitas Nuklirnya Aman

15 menit lalu

Juru bicara militer Israel Laksamana Muda Daniel Hagari berdiri saat militer Israel menunjukkan apa yang mereka katakan sebagai rudal balistik Iran yang mereka ambil dari Laut Mati setelah Iran meluncurkan drone dan rudal ke arah Israel, di pangkalan militer Julis, di Israel selatan 16 April 2024. REUTERS /Amir Cohen
Iran Siap Tembakkan Rudal, Klaim Fasilitas Nuklirnya Aman

Iran mengaku fasililitas nuklirnya aman. Sehari sebelum dugaan serangan Israel, Garda Revolusi Iran mengklaim siap menembakkan rudal.


Konser IU di Singapura, Ini Detail dan Panduan Menuju Singapore Indoor Stadium

15 menit lalu

Penyanyi IU atau Lee Ji Eun, Instagram.com/@dlwlrma
Konser IU di Singapura, Ini Detail dan Panduan Menuju Singapore Indoor Stadium

Konser IU akan digelar konser di Singapura pada 20 dan 21 April 2024


Aulia Suci Nurfadila Tunggu Izin Petrokimia Gresik untuk Ikut Women's Asia Quarter 2024 di Korea

18 menit lalu

Pemain voli timnas Indonesia, Aulia Suci Nurfadila seusai menjalani latihan jelang menghadapi Red Sparks di GOR Bulungan, Jakarta, Jumat (19/04/2024). (ANTARA/FAJAR SATRIYO).
Aulia Suci Nurfadila Tunggu Izin Petrokimia Gresik untuk Ikut Women's Asia Quarter 2024 di Korea

Aulia Suci Nurfadila, masih menunggu izin dari klubnya saat ini, Petrokimia Gresik, untuk menjalani uji coba di Federasi Bola Voli Korea Selatan.