Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Media, Hoax, dan Siluman Ular  

image-profil

image-gnews
Iklan

M. Alfan Alfian
Dosen Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Nasional, Jakarta

Ketika media massa memberitakan kehadiran Presiden Jokowi dalam peringatan Hari Pers Nasional di Ambon, pekan lalu, serial sinetron Naagin di sebuah televisi swasta tiba pada adegan-adegan menegangkan. Serangkaian adegan tersebut tampak paralel dengan pesan penting Presiden bahwa media arus utama harus meluruskan kabar di media sosial yang bengkok. Presiden berharap media arus utama berperan melawan berita bohong alias hoax yang banyak muncul di media sosial.

Siluman ular dalam sinetron India itu terus

beraksi mengelabui semua orang. Ketika saya berada di depan televisi yang menyiarkannya, adegan menegangkan itu divisualisasikan dengan seekor ular kobra besar yang tengah melilit perempuan tua. Tentu sang perempuan berteriak-teriak minta tolong. Tapi suaminya tak segera menolong. Sang suami justru sibuk berdebat dengan anak laki-lakinya.

Sang ayah melarang anaknya menolong sang ibu. Sang ayah berpendapat, bisa saja ular kobra maupun istrinya adalah jelmaan siluman ular. Dia yakin si siluman tengah berusaha mengelabuinya. Tapi anaknya berpendapat seba-

liknya bahwa perempuan tua itu asli ibunya, sedangkan ular kobra adalah siluman. Perdebatan keduanya keras dan bertele-tele. Sementara itu, sang perempuan tua terus merintih.

Saya hanya melihat sepotong adegan dan potongan-potongan adegan serupa terdahulu. Jelaslah yang membuat keluarga itu terpecah-pecah dalam ketidakpercayaan satu sama lain adalah faktor siluman ular yang bisa menjelma siapa saja. Ia bak jin yang menyamar sebagai manusia dalam kaset serial Anglingdharmo karya Ketoprak Mataram Yogyakarta yang populer pada 1970-an dan 1980-an. Jin yang menyamar itu merusak pakem dan mengobrak-abrik kemapanan yang ada melalui tipuan-tipuan yang sepertinya benar.

Siluman ular atau jin yang menyamar juga lazim hadir dalam kisah-kisah 1001 Malam dan versi sejenis. Manusia, yang memang tidak berkemampuan mengenali manusia hasil kamuflase jin, cepat tergiring ke lorong labirin konflik yang bertele-tele. Kalau direfleksikan dengan konteks pesan Presiden Jokowi di Ambon, hoax merupakan efek pekerjaan sang siluman ular atau jin yang menyamar dalam kisah-kisah fiksi tersebut.

Hoax dibuat agar masyarakat masuk perangkap labirin konflik. Istilah labirin berasal dari mitologi Yunani, labyrinthos, yang merupakan struktur rumit rancangan Daedalus untuk Raja Minos. Fungsinya adalah menjebak Minotaur, si manusia berkepala kerbau, yang akhirnya bisa dibunuh Theseus. Daedalus begitu cerdik dalam membuat labirin, sampai-sampai ia sendiri hampir tidak bisa keluar dari bangunan yang berlorong-lorong itu. Untungnya, dia menyertakan tali panjang sebagai petunjuk jalan keluar.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Para "siluman ular" pembuat hoax sengaja membuat perangkap-perangkap. Melalui aneka variasi berita bohong sebagaimana lazim diklasifikasikan dalam teori propaganda, mereka berkepentingan mengacak-acak kemapanan untuk meraih tujuan-tujuan politik. Cara kerjanya nyaris seperti orang melempar bom atom. Atom-atom hoax itu menyebar sedemikian ce-

patnya melalui media sosial. Orang yang meyakininya sebagai kebenaran cenderung ikut-ikutan menularkannya, sehingga daya sebar dan rusaknya super-efektif. Orang tergiring ke dalam jebakan labirin benar-salah: seolah-olah diri sendiri dan kelompoknya yang paling benar, sementara semua yang di luar salah.

Perbedaan pendapat yang terpicu hoax mendorong divergensi politik dan sosial lebih luas. Ujungnya, muncul kekacauan. Inilah yang dalam konteks tertentu diingatkan Eric Schmidt dalam bukunya, The New Digital Age (2013). Pada abad digital baru ini,

Schmidt mencatat, media digital menyediakan peluang sama bagi semua orang untuk seluas-luasnya berbuat kebaikan atau kejahatan. Potensi perbuatan baik sebanding dengan perbuatan jahat.

Tapi kita tahu, "sang siluman ular" begitu pandai dan licik dalam menyamar. Dia bisa tampil sebagai sosok-sosok yang baik hati, protagonis, pahlawan, atau pembela kebenaran. Dia bisa menjelma artis, politikus, tokoh agama, birokrat, aparat keamanan, wartawan, siapa saja. Dia bisa membuat hoax halus hingga kasar dan menentukan sejauh mana kadar efektivitas hasutannya ke masyarakat.

Lantas, di mana posisi media arus utama dalam sengkarut hoax ini? Mereka diharapkan menjadi pemandu dan rujukan agar masyarakat tidak terjerembap ke dalam labirin konflik akibat hoax. Mereka diharapkan bisa menjadi lawan tanding "sang siluman ular" pembuat onar itu dan tampil sebagai pendekar sakti yang dipercaya masyarakat. Namun, dapatkah? Jawabannya bergantung pada sejauh mana mereka konsisten dan mampu bekerja dalam kerangka etika jurnalistik serta tidak larut dalam politik praktis.

Tak hanya Presiden, masyarakat juga berharap besar pada media arus utama. Harapan itu janganlah dipudarkan oleh hal-hal yang justru menjauhkan media dari kepercayaan masyarakat. Media arus utama tak dimungkiri dalam kadar tertentu punya kepentingan bisnis dan politik. Karena itu, masyarakat tetap mencermati kadar obyektivitas dan sudut pandang pemberitaan masing-masing, apakah mereka cenderung tampil sebagai pendekar sakti atau malah bagian integral dari "siluman ular".

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


AirNav Indonesia Pastikan Kabar Pesawat Jatuh di Perairan Bengga NTT Hoax

2 hari lalu

AirNav Indonesia Pastikan Kabar Pesawat Jatuh di Perairan Bengga NTT Hoax

AirNav Indonesia memastikan kabar adanya pesawat terbang rendah yang jatuh di perairan Bengga Nagekeo yang tersebar luas adalah tidak benar alias hoax


Video Viral Penangkapan Paksa Istri Anggota TNI yang Laporkan Suami Selingkuh, Polda Bali: Hoax

9 hari lalu

Ilustrasi penahanan. Sumber: aa.com.tr
Video Viral Penangkapan Paksa Istri Anggota TNI yang Laporkan Suami Selingkuh, Polda Bali: Hoax

Polda Bali buka suara perihal penangkapan paksa istri anggota TNI yang mempunyai anak usia 1,5 tahun dan menyusui di sel tahanan.


Beredar Video Dampak Gempa di Pulau Bawean, BMKG: Hoax

33 hari lalu

Beredar video dampak gempa Jumat sore di Pulau Bawean yang dibantah BMKG. (infobmkgjuanda)
Beredar Video Dampak Gempa di Pulau Bawean, BMKG: Hoax

BMKG menyatakan bahwa video tersebut bukan dampak dari gempa magnitudo 6,5 di Laut Jawa pada Jumat sore.


Apresiasi MK Hapus Pidana Berita Bohong, ICJR: Jaminan Hak Kebebasan Berekspresi dan Berpendapat

33 hari lalu

Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo saat memimpin Sidang Pengucapan Putusan Uji Materi Pasal-Pasal Pencemaran Nama Baik dan Berita Bohong di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis 21 Maret 2024. Permohonan uji materi diajukan oleh Haris Azhar, Fatia Maulidiyanti, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) terkait pasal-pasal pencemaran nama baik dan berita bohong. Pasal-pasal yang diuji materi antara lain, Pasal 14 dan Pasal 15 UU 1/1946; Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 45 ayat (3) UU ITE; serta Pasal 310 KUHP. Pasal-pasal tersebut dianggap melanggar prinsip nilai negara hukum yang demokratis serta hak asasi manusia, dan seringkali disalahgunakan untuk menjerat warga sipil yang melakukan kritik terhadap kebijakan pejabat publik. TEMPO/Subekti.
Apresiasi MK Hapus Pidana Berita Bohong, ICJR: Jaminan Hak Kebebasan Berekspresi dan Berpendapat

Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi yang menghapus pidana berita bohong.


Sederet Kontroversi Ratna Sarumpaet, Terbaru Keluar Pakai Mobil saat Perayaan Nyepi di Bali

43 hari lalu

Ratna Sarumpaet saat memberikan keterangan pers di kediamannya di Jalan Kampung Melayu Kecil V, Jakarta, Kamis, 26 Desember 2019. Ia divonis dua tahun penjara yang diterimanya untuk dakwaan menyebarkan berita bohong alias hoax.  TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Sederet Kontroversi Ratna Sarumpaet, Terbaru Keluar Pakai Mobil saat Perayaan Nyepi di Bali

Ratna Sarumpaet kembali menjadi perbincangan publik lantaran aksinya keluar rumah dengan mobil saat perayaan Nyepi di Bali.


Cegah Termakan Hoax Soal Infertilitas, Edukasi Diri dengan Informasi Penting Ini

47 hari lalu

PT Merck Tbk, (Merck) perusahaan sains dan teknologi di bidang kesehatan, dan Perhimpunan Fertilisasi In Vitro Indonesia (PERFITRI) berkolaborasi memperbarui situs MauPunyaAnak.id/Tempo-Mitra Tarigan
Cegah Termakan Hoax Soal Infertilitas, Edukasi Diri dengan Informasi Penting Ini

Pakar fertilitas dari RSCM ingatkan pentingnya edukasi diri soal kesuburan agar tercegah termakan isu hoax soal infertilitas.


Le Minerale Jadi Korban Persaingan Bisnis Tak Etis

50 hari lalu

Le Minerale Jadi Korban Persaingan Bisnis Tak Etis

Le Minerale dapat menangkis berbagai serangan terkait keamanan dan mutu produknya dengan menggambarkan ketaatan perusahaan


Produsen yang Dirugikan oleh Hoaks Influencer Bisa Tempuh Jalur Hukum

50 hari lalu

Produsen yang Dirugikan oleh Hoaks Influencer Bisa Tempuh Jalur Hukum

Upaya terus-menerus dari sejumlah pihak untuk memojokkan Le Minerale sejatinya tak lebih dari persaingan bisnis yang tidak etis.


Influencer Pembuat Konten Penyebar Hoaks Bisa Dibawa ke Ranah Hukum

50 hari lalu

Influencer Pembuat Konten Penyebar Hoaks Bisa Dibawa ke Ranah Hukum

Masyarakat diminta agar selalu bersikap cermat dan bijak di jagad maya


Disebut Bisa Melunasi Utang Pinjol, YLKI: Tidak Benar

26 Januari 2024

Ilustrasi Pinjaman Online. Freepix: Rawpixel.com
Disebut Bisa Melunasi Utang Pinjol, YLKI: Tidak Benar

YLKI meminta masyarakat untuk tidak termakan terhadap berita hoax tentang pelunasan utang pinjol.