Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Sastrawan

Oleh

image-gnews
Iklan

Sastrawan, terutama di Indonesia, sering yakin mereka warga masyarakat yang penting -- lebih penting ketimbang karya mereka. Ada "sindrom pujangga" yang sering berjangkit.

Di masa lalu, "pujangga" disebut sebagai pemberi fatwa, petunjuk ke pintu kebenaran. Ia diletakkan, atau meletakkan diri, di tataran yang lebih suci dan mulia dalam fi'il dan pengetahuan.

Di abad ke-19, Ronggowarsito menamakan salah satu karyanya Serat Wirid Hidayat Jati. Dalam buku kecil itu ia tampak siap memberikan "hidayah" yang "benar" kepada pembacanya. Di abad ke-20, di tahun 1930-an, ketika sejumlah sastrawan memaklumkan pembaharuan, "sindrom pujangga" tak berubah. Mereka namakan majalah mereka Poedjangga Baroe. Mereka, terutama Takdir, memandang sastrawan sebagai pelopor dalam kerja membangun kembali masyarakat, dalam "reconstructie arbeid".

Tapi kemudian datang Revolusi 1945. Yang dijebol bukan hanya wibawa pemerintah kolonial. Pembrontakan sosial, kehendak menghabisi aristokrasi atau pangreh praja, yang disebut "feodal", meledak di Sumatra Timur dan di pantai utara Jawa Tengah. Tahun 1945: sebuah ledakan anti-hierarki.

Sejak masa itulah, sejak generasi sastrawan di sekitar Chairil Anwar, sastrawan menyebut diri "penulis". Kata "pujangga" jadi olok-olok. Para sastrawan meletakkan diri setara dengan pembaca mereka. Bersama Chairil, Asrul Sani, dan Rivai Apin menerbitkan sebuah buku puisi berjudul Tiga Menguak Takdir: sebuah statemen tersirat yang menunjukkan tak ada yang selamanya berada dalam posisi yang menentukan.

Sikap itu tampaknya datang bersama apa yang mereka baca sebagai kesusastraan: karya para penulis dunia yang -- setelah konflik-konflik besar di Eropa dan Asia menebarkan korban -- melihat kesusastraan gagal menyelamatkan manusia dengan petuah dan pesan. Para penulis mulai memandang diri sendiri dengan ironis. Seseorang pernah bertanya apa pesan yang hendak diungkapkan Hemingway dalam bukunya. "Tak ada pesan dalam novel-novel saya", jawab penulis Farewell to Arms itu. "Kalau saya mau sampaikan pesan, saya kirimkan lewat pos".

Jawaban itu bukan gurau, bukan pula kerendah-hatian yang pura-pura. Para penulis kian sadar, mereka hidup bersama kebisuan yang tak bisa diungkai sepenuhnya dalam hal-ihwal dunia. Hutan yang majemuk, dusun yang berubah, lampu-lampu kota yang bertebaran, percakapan yang tak selesai, kebencian yang terpendam....

Tapi seperti ditunjukkan Ranciere, semua itu tak membuat mandul. Buku adalah "anak keheningan", tulisnya dalam La parole muette, "yang tak punya alam semesta lain kecuali ocehan yang tak henti-hentinya dari tulisan yang membisu". Karya baru akan ditulis. Dikelilingi hal-hal yang tak mengungkapkan diri secara penuh, tiap pengarang, sendiri atau dengan berdialog, selalu akan membuka jalan lain penafsiran. Tak lagi ada yang dengan meyakinkan mengatakan, aku-sang-pemberi-hidayah.

Juga kata-kata makin jelas "membisu": tak dapat mengungkapkan makna yang seutuhnya transparan kepada sang penulis dan pembaca. Kata "akanan" dalam sajak Chairil Anwar "Senja di Pelabuhan Kecil" kadang muncul dalam arti "kaki langit", kadang dalam arti "apa-yang-akan-datang".

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Makna sepatah kata tak bisa dibuat tunggal oleh konsensus -- sebab makin tampak konsensus sebenarnya menyembunyikan kekuasaan yang mendesakkan dan membentuknya. Di zaman ketika sastrawan dan pembaca (termasuk kritikus) duduk sama rendah, "sindrom pujangga" mirip adegan lakon zaman Dardanella: melambung-lambung.

Tapi sindrom itu tak mudah hilang, rupanya. Ia muncul dalam wujud yang lain: sastrawan sebagai pesohor.

Pada mulanya media massa. Koran, majalah, radio, TV, bisa membuat kesusastraan diketahui publik luas, tapi juga membuatnya menyilaukan. Orang menatap, terpesona, tapi juga tak melihat dengan jelas. Media massa cenderung tergesa-gesa dan bicara kepada orang ramai yang hanya bisa dipertemukan dengan mempercakapkan sesuatu yang bersahaja. Maka, dari arus kesusastraan yang muncul adalah sesuatu yang gampang diingat: tokoh.

Di tahun 1950-an tulisan A. Teeuw tentang kesusastraan Indonesia modern diterjemahkan dengan judul Pokok dan Tokoh, Penelaah itu ingin menampilkan "tokoh" pengarang sebagai bagian dari "pokok" yang diekspresikan sebuah karya sastra. Tapi akhirnya "tokoh" lebih mencuat, "pokok" menciut. Terutama sejak pelajaran kesusastraan di sekolah tak dibawa untuk menikmati karya dan menelaahnya. Memilih jalan yang gampang, para guru hanya membawa murid mengetahui nama, judul karya, mungkin sinposis.

Maka sastrawan tak mati, kesusastraan yang mati. Telaah sastra yang serius kian jarang ditulis. Hampir tak ada lagi media yang bersedia memuat kritik sastra berhalaman-halaman, seperti dalam majalah Budaya Jaya yang terbit antara 1968-1979; kini hanya berkala Kalam yang meneruskan tradisi itu, dalam bentuk majalah on-line. Meskipun tak mudah mendapatkan tulisan yang layak, media seperti itu menyimpan harapan akan bisa memelihara percakapan kesusastraan yang bersungguh-sungguh tentang "pokok," seperti di masa 1930-an sampai dengan 1970-an, ketika gagasan dan bentuk ekspresi adalah topik yang dibahas -- bukan sastrawan dan kehidupan pribadinya, bukan anekdotnya atau pertengakarannya (lewat media sosial) dengan sastrawan lain.

Ada kelanjutan antara "sindrom pujangga" dengan "sindrom pesohor". Keduanya meletakkan sastrawan sebagai pusat. Keduanya tak melihat ada pusat lain: dalam karya. Sastrawan jadi ego yang melambung.

Tapi bila para pujangga diharapkan berfatwa, para pesohor diharapkan heboh. Dan kritik sastra pun jadi gosip.

Goenawan Mohamad

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Harga Minyak Dunia Naik, Sri Mulyani Bisa Tambah Anggaran Subsidi

1 menit lalu

Menteri Keuangan Sri Mulyani TEMPO/Tony Hartawan
Harga Minyak Dunia Naik, Sri Mulyani Bisa Tambah Anggaran Subsidi

Menteri Keuangan Sri Mulyani bisa melakukan penyesuaian anggaran subsidi mengikuti perkembangan lonjakan harga minyak dunia.


Junimart Minta Seleksi Petugas Badan Adhoc Pilkada Dilakukan Terbuka

2 menit lalu

Wakil Ketua Komisi II DPR RI Junimart Girsang saat memimpin Kunjungan Kerja Reses, di Pekanbaru, Riau, Selasa (23/4/2024). Foto: Wilga/vel
Junimart Minta Seleksi Petugas Badan Adhoc Pilkada Dilakukan Terbuka

Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Junimart Girsang mengatakan, badan Adhoc Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), harus diseleksi lebih ketat dan terbuka untuk menghindari politik transaksional.


Duet Seniman Bandung, Louise dan Dzikra Gelar Pameran Karya Terbaru di Galeri Orbital

7 menit lalu

Karya Dzikra Afifah berjudul Fragilization by Landscape(Kathe Kollwitz Appropriation) berukuran 33 x 35 x 27 cm. (Dok.Orbital).
Duet Seniman Bandung, Louise dan Dzikra Gelar Pameran Karya Terbaru di Galeri Orbital

Pada kekaryaan pameran ini menurut Rifky, keduanya menemukan nilai artistik melalui kerja bersama di studio.


Respons Internal Partai Golkar Soal Peluang Jokowi dan Gibran Bergabung

15 menit lalu

Menkoperek Airlangga Hartarto Airlangga Hartarto menunjukan kepada Presiden Joko Widodo anggaran belanja kementerian yang telah masuk secara digital saat Penyerahan secara Digital Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Buku Daftar Alokasi Transfer ke Daerah (TKD) Tahun Anggaran 2024 di Istana Negara, Jakarta, Rabu 29 November 2024.  Presiden Joko Widodo menyiapkan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp3.325,1 triliun pada 2024. Dana tersebut akan ditujukan untuk beberapa hal yang menjadi fokus. Dana tersebut terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp2.467,5 triliun dan transfer ke daerah Rp857,6 triliun. Pemerintah juga akan menuntaskan proyek infrastruktur prioritas, percepatan transformasi ekonomi hijau dan dukung reformasi birokrasi serta aparatur sipil negara (ASN). TEMPO/Subekti.
Respons Internal Partai Golkar Soal Peluang Jokowi dan Gibran Bergabung

Airlangga menuturkan Partai Golkar terbuka bagi kader terbaik bangsa.


10 Hotel Terbaik di Dunia Versi TripAdvisor, Ada yang di Bali

17 menit lalu

Berikut ini daftar hotel terbaik di dunia yang bisa Anda kunjungi versi TripAdvisor. Dua di antaranya ada di Indonesia. Di daerah mana?Foto: TripAdvisor
10 Hotel Terbaik di Dunia Versi TripAdvisor, Ada yang di Bali

Berikut ini daftar hotel terbaik di dunia yang bisa Anda kunjungi versi TripAdvisor. Dua di antaranya ada di Indonesia. Di daerah mana?


Alasan Shin Tae-yong Yakin Pasang Target Timnas U-23 Indonesia Lolos Empat Besar di Piala Asia U-23 2024

21 menit lalu

Pesepak bola Timnas U-23 Indonesia Rizky RIdho Ramadhani mengangkat tangannya usai berhasil mencetak gol melalui penalti ke gawang Timnas U-23 Korea Selatan pada babak perempat final Piala Asia U-23 2024 di Stadion Abdullah bin Khalifa, Doha, Qatar, Jumat 26 April 2024. Indonesia memastikan lolos semifinal usai menang adu penalti dengan skor akhir 11-10, dimana sebelumnya kedua tim bermain imbang 2-2. ANTARA FOTO/HO-PSSI
Alasan Shin Tae-yong Yakin Pasang Target Timnas U-23 Indonesia Lolos Empat Besar di Piala Asia U-23 2024

Shin Tae-yong mengaku mengetahui betul kemampuan para pemain timnas U-23 Indonesia sehingga dia yakin bisa lolos ke semifinal Piala Asia U-23 2024.


Jokowi Siapkan 'Karpet Merah' untuk Program Makan Siang Gratis Prabowo-Gibran

28 menit lalu

Presiden Jokowi bersama rombongan terbatas termasuk Menteri Pertahanan Prabowo Subianto bertolak menuju Jawa Timur untuk kunjungan kerja, Lanud TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Jumat, 8 Maret 2024. Foto Biro Pers Sekretariat Presiden
Jokowi Siapkan 'Karpet Merah' untuk Program Makan Siang Gratis Prabowo-Gibran

Program unggulan yang masuk dalam RKP-RAPBN 2025, termasuk makan siang gratis, itu dapat dieksekusi setelah Prabowo-Gibran dilantik Oktober.


Kawah Ijen Jadi Perhatian Media Internasional setelah Insiden Kecelakaan Turis Cina

34 menit lalu

Pengunjung melihat kawah dari kaldera Gunung Ijen di Banyuwangi, Jawa Timur, Minggu, 4 Juni 2023. TWA Ijen yang telah ditetapkan sebagai anggota UNESCO Global Geopark (UGG) itu ramai dikunjungi wisatawan domestik dan mancanegara saat liburan. ANTARA FOTO/Budi Candra Setya
Kawah Ijen Jadi Perhatian Media Internasional setelah Insiden Kecelakaan Turis Cina

Seorang turis Cina jatuh ke dalam kawah Kawah Ijen saat berpose untuk foto menjadi perhatian media internasional.


Soal PDIP Belum Merapat, Gibran: Enggak Ada yang Ditinggalkan

34 menit lalu

Soal PDIP Belum Merapat, Gibran: Enggak Ada yang Ditinggalkan

Wakil presiden (wapres) terpilih GIbran Rakabuming Raka ikut buka suara terkait pertemuan antara Presiden Terpilih Prabowo Subianto dengan Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh. Sebelumnya Prabowo juga telah bertemu dengan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin.


Bahas Pengembangan AI, Microsoft Diagendakan Bertemu Empat Perusahaan Raksasa Teknologi

36 menit lalu

Ilustrasi Logo Microsoft. REUTERS/Dado Ruvic
Bahas Pengembangan AI, Microsoft Diagendakan Bertemu Empat Perusahaan Raksasa Teknologi

Microsoft menyusun agenda pertemuan untuk membicarakan artificial intelligence atau AI bersama para eksekutif raksasa teknologi di Korea Selatan.