Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Enam Masalah Perempuan Indonesia

image-profil

image-gnews
Iklan

Misiyah Misi
Direktur Institut Lingkaran Pendidikan Alternatif Perempuan

Kesetaraan gender adalah tujuan kelima dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) yang ditentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk dilaporkan oleh sekitar 40 negara dalam bentuk Voluntary National Review. Laporan rutin yang mencatat kemajuan setiap negara dalam mencapai tujuan SDG itu akan dibahas dalam Forum Politik Tingkat Tinggi di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat, pekan depan.

Pada Hari Perempuan Internasional ini, pemerintah Indonesia sudah saatnya memberikan   laporan komprehensif tentang kemajuan/ketertinggalan dari tujuan kelima SDG itu. Tujuan kesetaraan gender  mengandung enam target dan saya akan menguraikan perkembangannya masing-masing.

Pertama, mengakhiri segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Indonesia telah memiliki banyak kebijakan yang mendukung kesetaraan gender, seperti Undang-Undang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender, dan peraturan-peraturan yang diterbitkan kepala daerah. Ironisnya, masih banyak produk hukum yang mendiskriminasi perempuan, seperti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan peraturan-peraturan daerah diskriminatif yang menghambat pemenuhan hak-hak perempuan.

Kedua, menghapuskan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan, perdagangan orang dan eksploitasi seksual, serta berbagai jenis eksploitasi lainnya. Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan mencatat jumlah kekerasan terhadap perempuan pada 2015 mencapai 321.752 kasus. Tragedi bocah perempuan Papua diperkosa, dibunuh, dan ditenggelamkan hidup-hidup dalam lumpur menjadi deretan panjang peristiwa keji yang dialami YY dan anak-anak perempuan lain yang rata-rata dialami keluarga miskin. Perlindungan hukum dan lembaga-lembaga pelayanan di bawah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak di berbagai daerah tidak berfungsi efektif. Banyak aspek yang mesti dibenahi, terutama memprioritaskan pengesahan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan.

Ketiga, menghapuskan semua praktek berbahaya, seperti perkawinan dini dan paksa serta sunat perempuan. Dua isu ini masih kontroversial di Indonesia. Bahkan perkawinan anak perempuan dilegitimasi oleh Undang-Undang Perkawinan yang mengatur 16 tahun sebagai usia perempuan dapat menikah. Kuatnya pandangan konservatif dari masyarakat dan penegak hukum telah menggagalkan upaya menaikkan usia perkawinan yang diproses melalui peninjauan kembali di Mahkamah Konstitusi pada 2014.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hal serupa juga terjadi pada kasus sunat perempuan, yang dipertahankan atas nama keyakinan beragama. Tapi, ternyata, di balik itu juga terkuak motif bisnis. Di Kota Makassar terpampang spanduk penawaran jasa sunat perempuan dan peminatnya membeludak. Dalam konteks SDG, Indonesia semestinya membuat peta jalan penghapusan dua praktek berbahaya tersebut, minimal dimulai dengan penyediaan data dan menerbitkan kebijakannya.

Keempat, mengenali dan menghargai pekerjaan mengasuh dan pekerjaan rumah tangga. Tragedi menggantungnya Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga di DPR sampai 12 tahun merupakan bukti dari tidak adanya pengakuan dan penghargaan pekerjaan rumah tangga sebagai pekerjaan. Kekosongan hukum ini mengorbankan pekerja rumah tangga di dalam dan luar negeri. Buruh migran yang sebagian besar adalah pekerja rumah tangga kerap tidak dibayar, diperbudak dengan jam kerja panjang, tidak mendapat libur,  mengalami kekerasan fisik dan seksual, bahkan berujung pada kematian.

Kelima, menjamin partisipasi penuh dan efektif serta kesempatan yang sama bagi perempuan untuk memimpin di semua tingkat pengambilan keputusan dalam kehidupan politik, ekonomi, dan masyarakat. Indikator target kelima ini memang terbatas pada politik di ruang publik, politik parlemen, dan manajerial. Namun Indonesia juga belum berhasil mencapai kuota 30 persen. Bahkan, dari hasil pemilihan umum terbaru ini, hanya 17,3 persen perempuan yang duduk di DPR RI. Banyak masalah yang menyebabkan   rendahnya pemenuhan kuota ini, dari budaya yang masih menghambat perempuan, kurangnya dukungan publik, hingga berbagai hambatan sistemik.

Keenam, menjamin akses universal terhadap kesehatan seksual dan reproduksi serta hak reproduksi. Indikator dari target ini adalah jumlah perempuan berusia 15-49 tahun yang membuat keputusan sendiri berdasarkan informasi yang cukup terkait dengan hubungan seksual, penggunaan kontrasepsi, dan kesehatan reproduksi mereka. Indikator ini berkaitan dengan kualitas kesehatan reproduksi perempuan, terutama kematian ibu. Indonesia mesti belajar dari kegagalan MDG pada 2015: angka kematian ibu yang dipatok 106 masih bertengger di angka 305.

Selamat Hari Perempuan Internasional. Perempuan membutuhkan kehadiran pemerintah dan parlemen. Perempuan harus sadar atas hak-haknya untuk mendapatkan kesetaraan, keadilan gender, otonomi perempuan, rasa aman, dan kesejahteraan.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Puan dan Peserta KTT di Prancis Sepakat Perjuangkan Hak Perempuan

48 hari lalu

Puan dan Peserta KTT di Prancis Sepakat Perjuangkan Hak Perempuan

Sejumlah gagasan yang disampaikan Puan diadopsi pada joint statement di KTT Ketua Parlemen Perempuan.


International Women's Day Jogja 2024, Srikandi UGM: Rebut Kembali Hak Perempuan yang Tidak Diperjuangkan Pejabat Negara

49 hari lalu

Salah satu turunan tuntutan utama aksi International Women's Day Jogja 2024 berupa akses pendampingan bagi korban kekerasan difabel, pada Jumat 8 Maret 2024. TEMPO/Rachel Farahdiba R
International Women's Day Jogja 2024, Srikandi UGM: Rebut Kembali Hak Perempuan yang Tidak Diperjuangkan Pejabat Negara

Peringatan International Women's Day Jogja 2024, Ketua Divisi Aksi dan Propaganda Srikandi UGM sebut mengusung tema "Mari Kak Rebut Kembali!"


6 Negara yang Aman untuk Solo Traveling Perempuan

8 Desember 2023

Melakukan solo traveling untuk perempuan kini bukanlah hal yang mustahil. Berikut ini rekomendasi negara yang aman untuk solo traveling perempuan. Foto: Flickr
6 Negara yang Aman untuk Solo Traveling Perempuan

Melakukan solo traveling untuk perempuan kini bukanlah hal yang mustahil. Berikut ini rekomendasi negara yang aman untuk solo traveling perempuan.


Nasabah PNM Mekaar Aceh Menjadi Teladan Pemecahan KDRT

25 November 2023

Nasabah PNM Mekaar Aceh Menjadi Teladan Pemecahan KDRT

Kisah Juliana soal perempuan dan perjuangan atas hak-haknya.


Indonesia Kembali Terpilih Jadi Anggota Dewan HAM PBB, Peroleh Suara Tertinggi

11 Oktober 2023

Audiens mendengarkan pidato Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi saat sesi tahunan Dewan HAM PBB di Jenewa, Swiss pada Senin, 27 Februari 2023. Dok: Kementerian Luar Negeri
Indonesia Kembali Terpilih Jadi Anggota Dewan HAM PBB, Peroleh Suara Tertinggi

Indonesia kembali terpilih menjadi anggota Dewan HAM PBB periode 2023 - 2026 dengan perolehan suara tertinggi sepanjang sejarah pencalonannya.


Aktivis Perempuan Peroleh Nobel Perdamaian 2023, Begini Perlakuan Iran terhadap Wanita

7 Oktober 2023

Suporter Iran membentangkan poster  bertuliskan
Aktivis Perempuan Peroleh Nobel Perdamaian 2023, Begini Perlakuan Iran terhadap Wanita

Penganugerahan Nobel Perdamaian kepada aktivis yang dipenjara, Narges Mohammadi, telah meningkatkan pengawasan terhadap hak-hak perempuan di Iran.


Narges Mohammadi, Aktivis Iran yang Dipenjara, Menang Nobel Perdamaian 2023

6 Oktober 2023

Aktivis hak asasi manusia Iran dan wakil presiden Pusat Pembela Hak Asasi Manusia (DHRC) Narges Mohammadi. Mohammadi family archive photos/Handout via REUTERS
Narges Mohammadi, Aktivis Iran yang Dipenjara, Menang Nobel Perdamaian 2023

Narges Mohammadi, aktivis hak perempuan asal Iran yang kini masih dipenjara, memenangkan Penghargaan Nobel Perdamaian 2023.


Marak Debat Hak Perempuan dan Aborsi di Pilpres Argentina, Kementerian Perempuan Terancam Ditutup

5 Oktober 2023

Gambar calon presiden Argentina Sergio Massa, Patricia Bullrich, Horacio Rodriguez Larreta, dan calon presiden Javier Milei, di Buenos Aires, Argentina, Juli 2023. REUTERS/Agustin Marcarian dan Matias Baglietto/File Foto
Marak Debat Hak Perempuan dan Aborsi di Pilpres Argentina, Kementerian Perempuan Terancam Ditutup

Pilpres yang sedang berlangsung di Argentina menyoroti debat tentang hak perempuan dan akses aborsi.


7 Film Inspiratif tentang Kesetaraan Gender, He Named Me Malala Salah Satunya

16 Juni 2023

Peraih Nobel Perdamaian, Malala Yousafzai, mengumumkan pernikahannya di media sosial, Selasa, 9 November 2021. dengan pria yang hanya disebut bernama Asser di kota Birmingham, Inggris, dan merayakannya di rumah bersama keluarga mereka. Foto/Malin Fezehai/bbc.com
7 Film Inspiratif tentang Kesetaraan Gender, He Named Me Malala Salah Satunya

Kesetaraan gender adalah isu yang terus diperjuangkan di seluruh dunia. Film memiliki kekuatan untuk mengangkat isu-isu sosial ini. Apa saja?


KPU dan Komnas Perempuan Niat Hadirkan Pemilu 2024 yang Ramah Perempuan dan Inklusif

2 Juni 2023

Simulasi Pemilu 2019 dengan tema
KPU dan Komnas Perempuan Niat Hadirkan Pemilu 2024 yang Ramah Perempuan dan Inklusif

KPU dan Komnas perempuan bertemu untuk bicarakan Pemilu 2024 yang ramah perempuan dan inklusif. Apa maksudnya?