Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Jalan Buntu Penanggulangan Teroris Asing

image-profil

image-gnews
Iklan

Didik Novi Rahmanto
Anggota Satuan Tugas Penindakan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme

Kondisi kelompok teroris internasional Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), yang semakin terjepit oleh serangan balik dari pasukan koalisi, ternyata tidak menghentikan kegilaan kelompok ini untuk terus menebarkan ajaran kekerasan atas nama agama ke seluruh dunia. Kelompok ini pun meminta teroris asing (foreign terrorist fighters/FTF) di seluruh dunia untuk terus melancarkan teror.

Di Indonesia, teroris asing telah menjadi ancaman nyata yang perlu segera diwaspadai. Data di Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menunjukkan 500-an lebih milisi ISIS asal Indonesia telah kembali ke Tanah Air. Tahun ini saja, setidaknya ada 49 teroris asing yang dijemput petugas dari Bandar Udara Soekarno-Hatta.

Pemerintah sebenarnya tidak tinggal diam. BNPT bekerja sama dengan Imigrasi, Densus 88, dan Kementerian Sosial selalu bersiaga di Bandar Udara Soekarno-Hatta. Berbagai latihan untuk meningkatkan kemampuan aparat dalam memberantas terorisme juga digalakkan.

Terorisme dikategorikan dalam kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Artinya, diperlukan penanganan yang luar biasa pula untuk mengalahkannya.  Tapi teroris asing memiliki "kelas" tersendiri. Mereka bukan hanya orang-orang yang telah dicuci otaknya dengan berbagai ajaran kekerasan, tapi juga punya pengalaman tempur di lapangan. Maka, teroris asing memiliki kadar bahaya sendiri.

Kepala BNPT Komisaris Jenderal Suhardi Alius mengatakan warga negara Indonesia yang terlibat dengan teroris asing bukan lagi orang yang sama. Jika mereka kembali ke Tanah Air, anak-anak mereka sudah tidak lagi bermain layang-layang, tapi terbiasa memegang senjata. Maka, penanganan terhadap  mereka harus dilakukan secara integratif dan menyeluruh.

Masalahnya, hingga saat ini, pemerintah belum juga mengesahkan draf revisi Undang-Undang Anti-Terorisme, yang telah diajukan sejak tahun lalu. Padahal di dalam revisi tersebut terdapat pasal yang mengatur secara khusus penanganan teroris asing. Saat ini masih dipakai undang-undang dari tahun 2003, sehingga perlu ditingkatkan dengan  berbagai tambahan dan perbaikan untuk memaksimalkan dan mengefektifkan penanggulangan terorisme.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Rancangan undang-undang ini akan berfungsi sebagai panduan resmi sekaligus payung hukum bagi aparat keamanan dalam mengambil tindakan yang tepat saat menangani teroris asing dan bekas kombatan. Saat ini, penanganan teroris asing hanya didasarkan pada niat baik untuk menjaga keamanan Indonesia. Dasar ini tentu tidak cukup.

Marcus Felson dan Lawrence E. Cohen (1979) menyatakan, dalam kegiatan-kegiatan rutin, kejahatan hanya akan terjadi jika terdapat tiga komponen di dalam ruang dan waktu yang sama. Tiga komponen itu adalah pelaku memiliki motivasi, target yang sesuai, dan absennya penjaga atau pelindung.

Para teroris asing yang kembali ke Tanah Air ini berpotensi besar menjadi pelaku yang memiliki motivasi yang akan menjadikan masyarakat sebagai target yang sesuai. Paham-paham kekerasan dan kebencian akan mereka sebarkan hingga membuat target menjadi radikal. Jika dua komponen ini bertemu tanpa dibarengi dengan keberadaan aparat keamanan sebagai penjaga, paham itu akan cepat menyebar. Penekanan utama yang diberikan dalam teori di atas tidak hanya terletak pada keberadaan penjaga atau pelindung, tapi juga bagaimana melindungi masyarakat dari segala jenis potensi terorisme.

Peningkatan kewaspadaan terhadap ancaman teroris asing perlu dilakukan karena Indonesia telah masuk dalam peta kelompok teroris. Kondisi ISIS yang semakin terdesak dan berada di ambang kekalahan juga telah memaksa pasukannya kabur ke wilayah-wilayah "aman". Salah satu tujuan utamanya adalah kawasan Asia Tenggara, khususnya Filipina.

Filipina, yang bertetangga dekat dengan Indonesia, telah menjadi "pusat baru" gerakan terorisme. Hal ini diperkuat dengan ditunjuknya Isnilon Tontoni Phapilon, tokoh garis keras kelompok Abu Sayyaf, sebagai pemimpin ISIS di wilayat (provinsi jauh ISIS) ini. Pemerintah Filipina tidak pernah mengantisipasi secara serius meluapnya jumlah teroris asing di wilayahnya. Ketidaksigapan ini dimanfaatkan banyak teroris asing, termasuk dari Indonesia, untuk menjadikan kawasan Mindanao sebagai tempat singgah atau kamp latihan.

Ancaman teroris asing terhadap Indonesia semakin menguat sejak pemimpin ISIS, Aman Abdurrahman, memberikan tiga pilihan sulit untuk milisi asal Indonesia: berjuang bersama ISIS di Irak dan Suriah hingga meregang nyawa, "berjihad" di Indonesia, atau memberikan bantuan dana untuk aksi-aksi jahat mereka. Karena itu, pemerintah tidak seharusnya menunda-nunda pengesahan payung hukum untuk penanganan ancaman ini.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


LPSK Desak Jokowi Teken Revisi PP Kompensasi Korban Teror

13 Desember 2019

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD bersama Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo, saat memberikan bantuan kompensasi kepada empat korban tindak pidana terorisme, di Kantor Kemenko Polhukam, di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat, 13 Desember 2019. Tempo/Egi Adyatama
LPSK Desak Jokowi Teken Revisi PP Kompensasi Korban Teror

LPSK mendesak Jokowi segera meneken revisi aturan soal kompensasi korban teror masa lalu.


KontraS Minta Pelaksanaan Undang-Undang Terorisme Diawasi

26 Mei 2018

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Yati Andriani. TEMPO/Amston Probel
KontraS Minta Pelaksanaan Undang-Undang Terorisme Diawasi

Pengawasan penting untuk menjamin tidak terjadinya praktik penyiksaan dalam proses pemberantasan terorisme.


Pengamat: Undang-undang Tidak Secara Otomatis Menekan Terorisme

26 Mei 2018

Ketua Pansus RUU Anti-Terorisme Muhammad Syafii (kanan) menyerahkan berkas laporan pembahasan RUU kepada pimpinan DPR pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, 25 Mei 2018. Rapat Paripurna DPR resmi menyetujui revisi Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Pengamat: Undang-undang Tidak Secara Otomatis Menekan Terorisme

Bisa saja Undang-Undang Terorisme secara substansi baik tapi implementasinya di lapangan berjalan bias.


Revisi UU Antiterorisme, SBY: Kewenangan Menyadap Harus Tepat

25 Mei 2018

Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berbicara soal terorisme di akun Twitter-nya. twitter.com/sbyudhoyono
Revisi UU Antiterorisme, SBY: Kewenangan Menyadap Harus Tepat

SBY setuju aparat penegak hukum mendapat kewenangan yang cukup seperti penyadapan dalam mendeteksi, mencegah dan menggagalkan aksi teror.


Australia Libatkan Militer untuk Melawan Terorisme

17 Juli 2017

PM Australia, Malcolm Turnbull. AP/Andrew Taylor
Australia Libatkan Militer untuk Melawan Terorisme

Australia akan memberi kewenangan kepada militer untuk turut melawan terorisme bersama aparat kepolisian.


Revisi UU Terorisme, Bambang: Soal Peran TNI Hampir Sepakat  

10 Juli 2017

Politikus Partai Golkar Bambang Soesatyo. TEMPO/Dhemas Reviyanto Atmodjo
Revisi UU Terorisme, Bambang: Soal Peran TNI Hampir Sepakat  

Bambang mengungkapkan fraksi di DPR mulai memahami kenapa peran TNI dibutuhkan untuk pemberantasan terorisme.


Wiranto: Revisi UU Terorisme Untuk Mencegah Teroris 'Lone Wolf'  

3 Juli 2017

Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto menjawab pertanyaan wartawan di Kementrian Menkopolhukam, Jakarta, 15 Agustus 2016. Tempo/ Aditia Noviansyah
Wiranto: Revisi UU Terorisme Untuk Mencegah Teroris 'Lone Wolf'  

Menurut dia, aturan pemberantasan terorisme yang sudah diperbaiki bisa dipakai untuk mengatasi pergerakan teroris, termasuk yang bersifat individu.


Alasan Ryamizard Ingin TNI Dilibatkan dalam Memberantas Terorisme

15 Juni 2017

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu usai penyerahan tanda kehormatan Yudha Dharma Utama di kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, 28 Juni 2016. TEMPO/Yohanes Paskalis
Alasan Ryamizard Ingin TNI Dilibatkan dalam Memberantas Terorisme

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menekankan bahwa terorisme harus dihadapi secara total.


Masyarakat Sipil Tolak Pelibatan TNI dalam Penanganan Terorisme

9 Juni 2017

Sejumlah anak membuat kerajinan tanah liat untuk mengisi kegiatan ngabuburit kreatif di Kampung Horta, Ciomas Rahayu, Kabupaten Bogor. TEMPO/M. SIDIK PERMANA
Masyarakat Sipil Tolak Pelibatan TNI dalam Penanganan Terorisme

Pelibatan TNI seperti termuat dalam RUU Antiterorisme dinilai akan merusak sistem penegakan hukum dan mengancam HAM.


TNI Dilibatkan Atasi Teroris, BIN: Terutama di Area Medan Berat  

3 Juni 2017

Ilustrasi penjahat bersenjata atau terorist. TEMPO/Subekti
TNI Dilibatkan Atasi Teroris, BIN: Terutama di Area Medan Berat  

Direktur Komunikasi dan Informasi BIN Wawan Hari Purwanto menyorot pentingnya peran TNI menghadapi aksi terorisme di area sulit seperti pegunungan.