Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kekerasan Negara di Papua

image-profil

image-gnews
Kekerasan Negara di Papua
Kekerasan Negara di Papua
Iklan

Neles Tebay
Pengajar STF Fajar Timur di Abepura

Tanah Papua seakan-akan tidak pernah bebas dari kekerasan negara. Aksi kekerasan ini dilakukan oleh aparat negara terhadap warga sipil. Sejumlah kejadian sejak pelantikan Presiden Joko Widodo pada Oktober 2014 hingga kini memperlihatkan masih adanya kekerasan negara terhadap orang Papua.

Di Kabupaten Dogiyai, 20 Januari lalu, beberapa polisi menyiksa dan menganiaya Ferdinand T., Desederius Goo, Alex Pigai, dan Oktopianus Goo dengan menggunakan potongan balok kayu berukuran 5 x 5 sentimeter serta popor senjata di Markas Kepolisian Sektor Moanemani. Sepuluh hari sebelumnya, di tempat yang sama, Otis Pekei tewas dihajar polisi.

Pada 10 Januari lalu, Edison Matuan ditangkap polisi. Ia kemudian mengalami penganiayaan baik di kantor polisi maupun di Rumah Sakit Umum Daerah Wamena, Kabupaten Jayawijaya. Sehari setelah ditangkap dan disiksa, Edison tewas.

Pada 2016, menurut Setara Institute, terjadi 68 kasus kekerasan negara di Provinsi Papua dan Papua Barat. Tindakan ini merupakan kelanjutan dari setahun sebelumnya. Setara Institute menyebutkan, selama Oktober 2014-Desember 2015, terjadi 16 tindak kekerasan negara.

Data di atas memperlihatkan orang Papua se-bagai korban kekerasan negara. Pelakunya adalah aparat keamanan, terutama anggota Polri. Kekerasan tersebut, apa pun motifnya, menyingkap dua hal. Pertama, orang Papua masih dipandang sebagai musuh negara. Kekerasan dilakukan untuk menghancurkan musuh tersebut. Karena itu, hanya orang Papua yang menjadi korban kekerasan negara sejak 1963. Sementara itu, sekitar 1,5 juta penduduk non-Papua di tanah Papua tidak pernah menjadi korban kekerasan oleh aparat keamanan karena dipandang sebagai sesama warga negara Indonesia.

Kedua, adanya praktek pendekatan keamanan. Menurut pemerintah, pendekatan keamanan untuk Papua sudah ditinggalkan dan diganti dengan pendekatan kesejahteraan. Tapi data di atas memperlihatkan bahwa banyak anggota Polri yang masih mempraktekkan pendekatan keamanan dalam menghadapi orang Papua. Buktinya, mereka dengan mudah menganiaya, menyiksa, hingga membunuh orang Papua.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kekerasan negara telah melahirkan empat dampak. Pertama, orang Papua, terutama para korban dan keluarganya, bersikap antipati terhadap lembaga kepolisian. Banyak anggota Polri kurang dipercaya rakyat Papua. Sejumlah kantor polisi dilihat sebagai tempat penyiksaan dan penganiayaan yang ditakuti kebanyakan warga setempat.

Anggota Brimob yang ditugaskan di sejumlah kabupaten dipandang sebagai penyebab kekerasan yang meresahkan rakyat. Maka, orang Papua mendesak peme-rintah agar semua anggota Brimob ditarik keluar dari tempat tugas mereka. Orang Papua juga menolak rencana pembangunan Markas Komando Brimob di Wamena.

Kedua, antipati terhadap negara. Polisi melalui aksi kekerasannya memperkenalkan Indonesia sebagai negara berwajah seram bak monster yang siap menerkam orang Papua. Kekerasan negara yang dialami orang Papua selama lebih dari lima dekade membangkitkan sikap antipati terhadap negara. Nasionalisme Indonesia sulit tumbuh dalam diri mereka. Maka, para korban kekerasan negara kurang antusias mengibarkan bendera Merah Putih, misalnya, dalam peringatan proklamasi kemerdekaan RI.

Ketiga, kekerasan negara memperkokoh nasionalisme Papua, seperti yang terlihat pada generasi mudanya. Mereka mewarisi ingatan yang terluka akan kekerasan negara yang dialami orang tua selama Orde Baru. Kini mereka sendiri menjadi korban kekerasan negara. Maka, mereka pun melawan. Mereka juga memimpin tuntutan referendum Papua. Banyak orang Papua merasa bangga bila dapat mengibarkan Bintang Kejora, sekalipun tahu bahwa setelah pengibaran bendera tersebut mereka pasti akan ditangkap polisi, diadili, dan dipenjara belasan tahun.

Keempat, Papua menjadi isu internasional. Kekerasan negara di Papua menuai perhatian dari luar negeri. Sejumlah lembaga swadaya masyarakat dan negara membahas isu hak asasi manusia di Papua. Negara-negara Pasifik yang tergabung dalam Pacific Island Forum sudah mengangkat isu HAM Papua pada 2015 dan 2016. Tujuh negara, yakni Kepulauan Solomon, Vanuatu, Nauru, Tonga, Tuvalu, Kepulauan Marshall, dan Palau, mengangkat isu HAM Papua dalam Sidang Umum PBB di New York pada September 2016 dan Sidang Dewan HAM PBB pada Februari 2017.

Kekerasan negara terhadap orang Papua harus dihentikan. Orang Papua harus diperlakukan sebagai warga negara Indonesia. Anggota TNI dan Polri ditugaskan ke tanah Papua bukan untuk melakukan kekerasan, melainkan melindungi sesama WNI, baik orang Papua maupun non-Papua. Semoga kunjungan Presiden Jokowi ke Papua dapat menghentikan kekerasan negara.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Putra Perdana Menteri Fiji Didakwa atas Kekerasan Domestik di Australia

16 September 2022

Ratu Meli Bainimarama bersama ayahnya, Perdana Menteri Fiji Frank Bainimarama. Foto : Istimewa
Putra Perdana Menteri Fiji Didakwa atas Kekerasan Domestik di Australia

Putra Perdana Menteri Fiji Frank Bainimarama telah didakwa dengan serangkaian pelanggaran kekerasan domestik di Australia.


Jokowi Terbitkan Perpres Strategi Penghapusan Kekerasan pada Anak

18 Juli 2022

Ilustrasi kekerasan pada anak. momtastic.com
Jokowi Terbitkan Perpres Strategi Penghapusan Kekerasan pada Anak

Presiden Jokowi mengesahkan Peraturan Presiden tentang strategi penghapusan kekerasan pada anak Salah satu pertimbangan terbitnya Stratnas PKTA karena masih tingginya kasus kekerasan terhadap anak.


Mason Greenwood Ditahan Polisi, Manchester United Pastikan Tak Akan Berlatih

31 Januari 2022

Pemain Manchester United Mason Greenwood melakukan selebrasi setelah membobol gawang Wolverhampton dalam pertandingan Liga Inggris di Stadion Molineux, Wolverhampton, 29 Agustus 2021. Gol Mason Greenwood membawa Setan Merah meraih tiga angka atas Wolves. Action Images via Reuters/Carl Recine
Mason Greenwood Ditahan Polisi, Manchester United Pastikan Tak Akan Berlatih

Polisi disebut telah menahan Mason Greenwood dalam kasus kekerasan terhadap pacarnya, Harriet Robson.


Mason Greenwood Dituding Pukuli Pacarnya, Ini Kata Manchester United

30 Januari 2022

Penyerang Manchester United Mason Greenwood merayakan golnya ke gawang Wolverhampton dalam lanjutan Liga Inggris di Stadion Molineux, Wolverhampton, Inggris, Minggu (29/8/2021) waktu setempat. (ANTARA/REUTERS/ACTION IMAGES/Carl Recine)
Mason Greenwood Dituding Pukuli Pacarnya, Ini Kata Manchester United

Manchester United belum menjatuhkan hukuman kepada Mason Greenwood.


PM Australia Morrison Berterima Kasih kepada John Howard, Kenapa?

14 Januari 2019

Eks PM Australia, John Howard. News Corp Australia
PM Australia Morrison Berterima Kasih kepada John Howard, Kenapa?

Bekas PM Australia Howard membantu menghentikan pertikaian domestik di sebuah jalan di Sydney pada pekan lalu.


Ini Kata Djarot Soal Pria yang Gemar Kekerasan dalam Keluarga

3 Oktober 2017

Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat saat meresmikan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Jaka Teratai, Pulogadung, Jakarta Timur, 3 Oktober 2017. TEMPO/Larissa
Ini Kata Djarot Soal Pria yang Gemar Kekerasan dalam Keluarga

Djarot menyebut pria yang gemar melakukan kekerasan terhadap anak atau istrinya merupakan pria tak waras.


Akhirilah Kekerasan Negara di Papua

24 Agustus 2017

Akhirilah Kekerasan Negara di Papua

Kekerasan negara terjadi lagi di Tanah Papua. Penembakan yang dilakukan anggota kepolisian dan Brigade Mobil di Kampung Oneibo, Kabupaten Deiyai, pada 1 Agustus 2017, menewaskan satu orang dan melukai 16 lainnya. Orang Papua akan mengingat peristiwa penembakan ini sebagai hadiah yang menyakitkan, yang diberikan negara dalam rangka perayaan ulang tahun ke-72 kemerdekaan RI.


Jateng Zona Merah Kekerasan Perempuan dan Anak  

17 Mei 2016

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Yohana Yambise bersama tiga anak korban eksplotasi di RPSA Jakarta Timur, 27 Maret 2016. TEMPO/Danang Firmanto
Jateng Zona Merah Kekerasan Perempuan dan Anak  

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyatakan Jawa Tengah masuk zona merah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.


Mangkir, Pemeriksaan Ivan Haz Ditunda Senin Pekan Depan  

24 Februari 2016

Fanny Safriansyah alias Ivan Haz, menggelar Konferensi Pers di ruang Pers Fraksi PPP, Komplek Parlemen Senayan, 9 Oktober 2015. TEMPO/Mawardah Hanifiyani
Mangkir, Pemeriksaan Ivan Haz Ditunda Senin Pekan Depan  

Ivan Haz dilaporkan pembantunya, Toipah, atas tuduhan penganiayaan pada Oktober tahun lalu.


Jawa Tengah Darurat Kekerasan Perempuan dan Anak  

1 Desember 2015

dailymail.co.uk
Jawa Tengah Darurat Kekerasan Perempuan dan Anak  

Angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jawa Tengah

terus meningkat dari tahun ke tahun.