Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

28 Oktober

Oleh

image-gnews
Iklan

Bangsa lahir dan tumbuh dengan sejenis lupa. Bangsa lahir dan bertahan dengan sebekas ingatan.

Dalam satu kuliah umum tahun 1882, di Paris, Ernest Renan menyimpulkan bahwa "lupa adalah satu faktor yang esensial untuk terbentuknya sebuah bangsa". Manusia, yang berbeda-beda asal-usulnya, bahkan yang pernah saling bunuh di masa lalu, menanggalkan ingatan tentang itu; kuatnya hasrat bergabung untuk menjadi satu telah mendorong mereka untuk lupa.

"Tiap warga Prancis," kata Renan, "melupakan Hari Santo Bartolomeus."

Ia menyebut pembantaian orang Protestan Paris oleh orang Katolik Paris pada hari menjelang akhir Agustus 1572 itu. Tapi beberapa abad kemudian, para warga, yang ingin membuat bangsa Prancis lahir dan tumbuh, tak membangun monumen yang menandai dendam. Tanda itu akan menghalangi persatuan antara kedua komunitas dalam tubuh sebuah bangsa. Walhasil, untuk komunitas baru yang disebut "bangsa" (nasion), alih-alih melawan lupa, orang justru mempromosikannya.

28 Oktober 1928 di Indonesia juga sebuah saat yang mengandung "lupa". Gagasan jadi satu nusa, jadi satu bangsa, dipertegas dengan tekad untuk tak lagi mengaitkan diri pada apa yang sering disebut "kedaerahan", "suku", atau "asal-usul".

Kemarahan kepada penjajahan dan harapan kepada sebuah bangsa yang akan dibentuk mempertalikan semua. Dengan itulah nasionalisme lahir. Ia mengandung kepercayaan, ada yang "eka" dalam "kebhinekaan".

Mungkin kepercayaan itu tak dengan sendirinya berarti kepercayaan akan adanya "yang universal" dalam hakikat manusia. Tapi memang ada saat-saat dalam sejarah ketika manusia merasakan sesuatu yang secara universal menggugah hati, misalnya ketidakadilan. Itu agaknya yang menggerakkan para pemuda, dari utara atau selatan, timur atau barat, pada tanggal 28 Oktober 1928.

Sentuhan nilai-nilai yang universal itu pula yang membuat seorang Gandhi dan seorang Sukarno mengatakan dengan bangga bahwa nasionalisme mereka hidup subur dalam "taman sarinya internasionalisme".

Apalagi nasionalisme itu ditempa sejarah melawan imperialismedengan kesadaran yang dikukuhkan Marxisme-Leninisme, sebuah ajaran yang yakin kepada pembebasan semua orang, bukan saja tanpa kelas, tapi juga tanpa ikatan negeri asal.

Tapi kemudian ada para nasionalis lain. Mereka menganggap pernyataan yang melihat diri sebagai "ahli waris kebudayaan dunia"seperti manifesto "Angkatan 45" dalam kesusastraan Indonesiacenderung membungkam sifat-sifat yang khas dalam tradisi, peninggalan sejarah, dan ekspresi budaya yang lama dan khas. Semua itu kekayaan yang tak boleh hilangdan itulah yang hendak ditegaskan para sastrawan Indonesia pada periode 1950 dan kemudian dikukuhkan oleh doktrin "kebudayaan nasional".

Dalam semangat nasionalisme jenis ini, bangsa lahir dengan mengingat, bukan melupakan. Di sanalah konon tersimpan identitas. Identitas adalah anak yang gagah dari masa lalu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tapi masa lalu sebenarnya tak punya anak tunggal. Kita memilih hanya satu atau dua yang kita anggap cocok dengan kehendak kita hari ini. Bahkan kita sering tak menyangka bahwa yang kita anggap berasal dari masa lalu, yang asli, sebenarnya berbeda genealoginya.

28 Oktober 1928: dikatakan hari itu para pemuda dari pelbagai suku bangsa bertemu dan bersepakat. Tapi apa arti "suku" sebenarnya?

Saya tak tahu. Saya juga tak tahu sejak kapan kata itu dipergunakan dalam bahasa sosial-politik Indonesia. Saya sering melihatnya ganjil. Pengertian "suku" mengasumsikan adanya satu totalitas, katakanlah sebatang tubuh, di mana "suku" adalah bagian-bagiannya. Artinya, dalam pikiran kita, "batang tubuh" itu ada sebelum "suku-suku"-nya. Tapi anehnya dikatakan bahwa "suku-suku" itu ada lebih dulu, entah dari mana, dan merekalah yang menyusun diri jadi satu "batang tubuh".

Mungkin pada mulanya adalah sensus. Kini kita dengan gampang menjawab sebuah sensus yang mengklasifikasikan kita dalam "suku-suku": "Jawa", atau "Aceh", atau "Bali". Kita yakin pengertian-pengertian itu berakar pada sejarah yang tua. Kita lupa bahwa klasifikasi itu sebenarnya ditentukan oleh cacah-jiwa yang diperkenalkan kekuasaan kolonial Eropa di Asia. Kita tak melihat bahwa sensus bermula sebagai cara menguasai rakyat jajahan.

Kemampuan menguasai dimulai dengan kemampuan menyederhanakan kemajemukan dunia. Untuk itu pemerintah kolonial memberlakukan kategori yang sebenarnya baru bagi penduduk di koloni: kategori "ras" misalnya. Ketika para administrator Eropa memakai konsep itu dalam desain sensus mereka, mereka sadarseperti ditulis Anthony Reid dalam Imperial Alchemy: Nationalism and Political Identity in Southeast Asiabahwa mereka sedang "memaksakan kategori-kategori kepada sebuah dunia yang bergeser".

Pada awal 1930-an para penguasa Eropa sendiri mengeluhkan betapa tak stabilnya pembedaan rasial di Burma. Seorang perancang sensus kolonial mengakui: "orang Timur sendiri tak punya konsep yang jelas tentang apa itu ras".

Tapi sensus dan penguasaan diteruskan, dan kategori yang diterapkan dari atas itu makin melekat.

Dalam cengkeraman kekuasaan itu penduduk menyesuaikan diri. Mereka ikut menyebut diri "Jawa" atau "Melayu". Dengan kata lain, anggota "suku" yang sudah tertentu. Seakan-akan mereka mewarisi sesuatu yang mereka kenang, mereka lanjutkan, mereka hormati. Sampai kini.

Mereka kira mereka mengingat. Tapi "bangsa" atau "suku" lahir sering dengan ingatan yang palsu.

Goenawan Mohamad

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Kunjungi Muara Baru, Gibran Minta Warga Kawal Program Makan Siang Gratis

1 menit lalu

Calon Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka blusukan ke Rusun Muara Baru, Jakarta Utara, Rabu, 24 April 2024. Sebelumnya, KPU menetapkan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai presiden dan wakil presiden terpilih hasil Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Penetapan dilakukan usai Mahkamah Konstitusi (MK) memutus sengketa hasil pemilu. TEMPO/Martin Yogi Pardamean
Kunjungi Muara Baru, Gibran Minta Warga Kawal Program Makan Siang Gratis

Gibran menyinggung soal makan siang gratis yang menjadi program andalan kubu 02 dalam kunjungannya ke Rusun Muara Baru.


Wakil Menhan Rusia Ditangkap karena Korupsi

6 menit lalu

Wakil Menteri Pertahanan Rusia Timur Ivanov memberikan penjelasan kepada Presiden Vladimir Putin, Menteri Pertahanan Sergei Shoigu dan Patriark Kirill, kepala Gereja Ortodoks Rusia, (tidak terlihat dalam gambar) yang memeriksa model Katedral Utama Angkatan Bersenjata Rusia di  jalannya pembangunannya di dekat Moskow, Rusia, 19 September 2018. Sputnik/Alexei Nikolsky/Kremlin via REUTERS
Wakil Menhan Rusia Ditangkap karena Korupsi

Wakil Menteri Pertahanan Timur Ivanov masuk dalam daftar Majalah Forbes sebagai salah satu orang terkaya di struktur keamanan Rusia.


Jaksa KPK Hadirkan 3 Pegawai Kementan sebagai Saksi di Sidang Syahrul Yasin Limpo

7 menit lalu

Sidang kesaksian Merdian Tri Hadi, Sespri Sekjen Kementan; Sugeng Priyono, Ketua Tim Tata Usaha Menteri dan Biro Umum dan Pengadaan Setjen Kementan; serta Isnar Widodo, Kasubag Rumga dalam perkara korupsi bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, dkk. di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu, 24 April 2024. TEMPO/Bagus Pribadi
Jaksa KPK Hadirkan 3 Pegawai Kementan sebagai Saksi di Sidang Syahrul Yasin Limpo

Tim jaksa KPK menghadirkan tiga saksi untuk membuktkan dakwaan terhadap dugaan pemerasan dan gratifikasi oleh Syahrul Yasin Limpo.


Kecewa karena Calon yang Didukung Kalah, Simak Saran Psikolog

10 menit lalu

Ilustrasi stres. TEMPO/Subekti
Kecewa karena Calon yang Didukung Kalah, Simak Saran Psikolog

Psikolog mengatakan wajar bila orang kecewa karena harapan tidak menjadi kenyataan tetapi rasa kecewa itu mesti dikelola agar tak sampai memicu stres.


Sejarah Super Garuda Shield, Latihan Gabungan yang Tewaskan Tentara AS di Karawang

11 menit lalu

Prajurit Korps Marinir TNI AL melaksanakan pendaratan  pada Latihan Gabungan Bersama (Latgabma) Super Garuda Shield (SGS) 2023 di Pantai Banongan, Situbondo, Jawa Timur, September 2023. ANTARA FOTO/Budi Candra Setya
Sejarah Super Garuda Shield, Latihan Gabungan yang Tewaskan Tentara AS di Karawang

Super Garuda Shield merupakan program militer tahunan terbesar AS dan Indonesia


Tips Raih Nilai TOEFL 500 Agar Lulus Rekrutmen Kerja

11 menit lalu

Siswa mengikuti kelas International English Language Testing System (IELTS) yang diadakan oleh Western Overseas, sebuah lembaga yang menyediakan pelatihan untuk tes kecakapan bahasa Inggris dan konsultasi visa, di Ambala, India, 4 Agustus 2022. (File foto: Reuters)
Tips Raih Nilai TOEFL 500 Agar Lulus Rekrutmen Kerja

Skor TOEFL yang tinggi menjadi syarat dalam rekrutmen sejumlah perusahaan. Bagaimana tips untuk mencapainya?


Google Luncurkan Patch Keamanan Terbaru, Sembuhkan Bug dan Error Kamera Pixel 8

13 menit lalu

Bocoran dari sumber internal di Google menyebutkan bahwa Pixel 8 dan Pixel 8 Pro akan mendapatkan sensor kamera utama 50 MP yang diperbarui dengan Samsung ISOCELL GN2. (GSM Arena)
Google Luncurkan Patch Keamanan Terbaru, Sembuhkan Bug dan Error Kamera Pixel 8

Google perbaiki patch keamanan Pixel 8. Perbaiki errorr kamera.


Novel Baswedan Sebut Jika Polda Metro Jaya Tahan Firli Bahuri Bisa jadi Pintu Masuk Kasus Lainnya

13 menit lalu

Mantan penyidik KPK, Novel Baswedan menyaksikan sidang putusan praperadilan Firli Bahuri di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa, 19 Desember 2023. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Novel Baswedan Sebut Jika Polda Metro Jaya Tahan Firli Bahuri Bisa jadi Pintu Masuk Kasus Lainnya

Novel Baswedan menjelaskan, jika Firli Bahuri ditahan, ini akan menjadi pintu masuk bagi siapa pun yang mengetahui kasus pemerasan lainnya.


Mengenal Fibrilasi Atrium, Gangguan Irama Jantung yang Dapat Dipicu Konsumsi Air Es

14 menit lalu

Ilustrasi serangan jantung (pixabay.com)
Mengenal Fibrilasi Atrium, Gangguan Irama Jantung yang Dapat Dipicu Konsumsi Air Es

Penderita Fibrilasi Atrium, gangguan irama jantung, memiliki peningkatan risiko stroke 500 persen dan peningkatan risiko gagal jantung 300 persen.


Pasar Keuangan Global Kian Tak Pasti, BI Perkuat Bauran Kebijakan Moneter

16 menit lalu

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo saat menyampaikan Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulanan Bulan Februari 2024 di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Rabu 21 Februari 2024. Perry Warjiyo mengatakan keputusan mempertahankan BI-Rate pada level 6,00% tetap konsisten dengan fokus kebijakan moneter yang pro-stability. TEMPO/Tony Hartawan
Pasar Keuangan Global Kian Tak Pasti, BI Perkuat Bauran Kebijakan Moneter

BI memperkuat bauran kebijakan moneter untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi di tengah ketidakpastian global.