Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Ingatan

Oleh

image-gnews
Iklan

1965: Apa yang menakutkan dari ingatan?

Hari itu saya berjalan kaki menyusuri Berlin, menyeberang ke bagian kota yang dulu disebut Berlin Timur. Saya bersama Pipit.

Saya diam-diam terpesona: ia cuek dengan keeksentrikannya, dengan pakaiannya yang hitam-hitam, dengan tutup kepalanya yang mirip topi infanteri Prusia, dengan pikiran-pikirannya yang mendesakkan hal-hal yang diabaikan orang banyak. Terutama politik.

Pipit Rochijat: kukuh, lempang, keras kepala. Tapi ia juga bisa kocak seperti karyanya, sebuah parodi bergambar dengan model wayang yang mengejek habis rezim Soeharto, Bharatayuda di Negeri Antah Berantah, diedarkan secara gelap pada 1993.

Empat puluh tahun lebih ia tinggal di kota Jerman yang ditempa sejarah yang keras itu. Pada usia 66 tahun, ia bisa bercerita tentang Perang Dingin yang membelah dunia dan membelah Berlin, tentang tembok yang didirikan kekuasaan Komunis di sisi Timuryang akhirnya berakhir dengan sebuah ekspose: kekuasaan itu tak bisa bertahan. Tembok Berlin dihancurkan ramai-ramai oleh penduduk yang ingin bebas.

Kini bangunan seram itu praktis tak bersisa, seperti penjara Bastille dalam sejarah Revolusi Prancis. Hanya hantunya yang mengendap dalam ingatan. Reruntukannya di Bernauer Strasse menampilkan fragmen dari cerita selama seperempat abad. Sejak 1961, tembok itu menghalangi orang Berlin Timur menyeberang ke dunia "kapitalis"; beberapa yang mencobanya ditembak mati.

Pipit menyaksikan itu. Ia mengetahui itu. Bahkan bisa dikatakan ia mengalami Perang Dingin dalam hidupnya sejak sebelum ia berangkat ke Jerman pada umur 21 tahun. Ketegangan dan konflik antara Komunisme dan Antikomunisme membakar praktis seluruh duniatak hanya di Berlin, tapi juga di Kediri.

Pipit, yang lahir di Bandung, besar di kota Jawa Timur itu. Ayahnya Direktur Pabrik Gula Ngadirejo sejak 1959. Kartawidjaja, orang Tasikmalaya lulusan sekolah pertanian Bogor, memulai kariernya di onderneming Turen, di selatan Malang. Ia diangkat memimpin pabrik bekas milik NV Handels Vereniging Amsterdam itu setelah diambil alih Negara di bawah "Ekonomi Terpimpin" Bung Karno.

Semakin dekat ke suasana konflik 1965, Pipit mengalami ketegangan bukan saja antar-"lapisan" sosial, tapi juga antara yang "komunis" dan "antikomunis". Tentu saja ia berada di antara anak pejabat perkebunan, employee, yang diantar ke sekolah dengan bus khusus, sementara anak-anak buruh pabrik tak punya hak itu. Tak ada pergaulan antar-mereka, kecuali kadang-kadang di lapangan bola. Buruh sering bekerja sebagai pembantu rumah tangga di rumah direktur pabrikdan menyebut "ndoro" si tuan rumah.

Mungkin sebab itulah ketegangan jadi laten. Sekitar 95 persen pekerja pabrik itu anggota Serikat Buruh Gula (SBG) yang berada dalam naungan PKI. Hanya sebagian kecil yang masuk organisasi di bawah NU dan PNI.

Pipit kemudian menceritakan kenangannya tentang suasana yang kemudian jadi konflik berlumur darah itu. Sebagian yang diceritakannya kepada saya siang itu pernah dikemukakannya lewat Internet pada 1996.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Menjelang 1965, PKI sangat "agresif". Juga dominan. SBG tidak hanya menuntut perbaikan nasib, tapi juga menuntut agar Kartawidjaja dicopot ("Ganyang Karta!" mereka berseru gemuruh di rapat-rapat), seakan-akan direktur ini sang kapitalis, meskipun pabrik yang dipimpinnya milik Negara. Di SMA tempat Pipit bersekolah, para pelajar terbelah. Juga para pemuda. Dalam pawai-pawai dengan drum band yang gagah, pihak yang "non-komunis" selalu terdesak. Mereka "keok melulu" ketika meneriakkan yel-yel. Bahasa politik sudah dikuasai PKI; yang lain hanya bisa meniru atau bisu.

Dan tak banyak alternatif. Anak muda seperti Pipit tak bisa menikmati The Beatles, tak bisa menonton film Amerika. Yang boleh beredar hanya film Eropa Timur dan RRT; ceritanya "perang melulu, dan isinya kegagahan geng komunis belaka".

Syahdan, 1 Oktober 1965, sampailah kabar "Peristiwa Gestapu" bahwa sejumlah perwira TNI diculik dan dibunuh gerakan tentara yang diatur PKI. Tiba-tiba PKI, yang kemarin begitu dominan, di hari-hari bengis itu berdiri tanpa sekutu. Ia dimusuhi ramai-ramai. Di Kediri, letupan kekerasan yang pernah terjadi sebelumnya jadi lebih eksplosif. Para pemuda NU, PNI, Kristen, Katolik, juga yang lain, yang selama ini merasa terancam, membalas dendam. "Kebueeencian" terhadap "geng komunis", tulis Pipit, sudah meluap-luap. Orang-orang NU ambil inisiatif, disusul kalangan Marhaenis.

Pembunuhan pun berlangsung, tak henti-henti selama sekitar sepekan. Tiap hari puluhan mayat hanyut di sungai yang membelah kota.

"Waktu itu," tulis Pipit, "tentu saja kita bersyukur bahwa yang non-komunislah yang memulai kekerasan." Sebab ada keyakinan, "kalow nggak kita duluan, komunislah yang ngeduluin."

Kalimat itu seperti menikamkan ingatan lain. Kaum komunis telah membikin sengsara orang Jerman, dan orang bisa menambahkan, juga Polpot di Kamboja....

Hari itu, di sebuah kedai kopi di Berlin, ketika orang Jerman merayakan penyatuan kembali negara mereka yang dibelah Perang Dingin, Pipit menyatakan, tak mudah meminta maaf atas pembunuhan 1965.

Saya terdiam. Pesan itu diucapkan seseorang yang selama bertahun-tahun aktif dalam kegiatan anti-Soeharto, seseorang yang paspornya ditahan rezim Orde Baru dan dimusuhi tentara.

Mungkin, 50 tahun setelah "G-30-S", kita tak menyadari betapa sulitnya ingatan, dan sekaligus betapa mudahnya ia menjebak dan mengurung. Jangan-jangan kita akan lebih bebas bila masa lalu tak kita bentuk sebagai narasi yang utuh. Jangan-jangan dengan begitu trauma bisa lebih ditanggungkan, dendam dan kenangan buruk bisa lebih enteng dilepaskan.

Goenawan Mohamad

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


5 Fakta Dugaan Sabotase Kereta Cepat Sebelum Pembukaan Olimpiade Paris 2024

8 menit lalu

Tentara berjaga di depan Menara Eiffel menjelang Olimpiade Paris 2024, Prancis, 21 Juli 2024.REUTERS/Stefan Wermuth
5 Fakta Dugaan Sabotase Kereta Cepat Sebelum Pembukaan Olimpiade Paris 2024

Sabotase kereta cepat disebut-sebut sebagai upaya terencana beberapa jam menjelang upacara pembukaan Olimpiade Paris 2024.


Berita MotoGP: Joan Mir Perpanjang Kontrak di Repsol Honda hingga 2026

12 menit lalu

Joan Mir pembalap MotoGP di Repsol Honda. (Foto: Repsol Honda)
Berita MotoGP: Joan Mir Perpanjang Kontrak di Repsol Honda hingga 2026

Pembalap MotoGP Joan Mir memperpanjang kontraknya dengan tim pabrikan Honda Racing Corporation (HRC/Repsol Honda) selama dua musim.


Indikator Keberhasilan Pilkada 2024: Partisipasi Generasi Muda sampai Semua Pihak Patuhi Aturan

14 menit lalu

Ilustrasi TPS Pilkada. Dok TEMPO
Indikator Keberhasilan Pilkada 2024: Partisipasi Generasi Muda sampai Semua Pihak Patuhi Aturan

Beberapa indikator Pilkada 2024 berhasil, antara lain partisipasi generasi muda sebagai pemilih terbesar dan mematuhi aturan oleh semua pihak terlibat


Komika Arie Kriting Besut Film Kaka Boss, Berikut Film Lain yang Dibintanginya Termasuk Agak Laen

18 menit lalu

Stand Up Comedian Arie Kriting dengan gaya khas orang Timur tampil menghibur penonton di ajang Tujuh Hari Untuk Kemenangan Rakyat di Teater Salihara, Jakarta,  19 Juli 2014. TEMPO/Nurdiansah
Komika Arie Kriting Besut Film Kaka Boss, Berikut Film Lain yang Dibintanginya Termasuk Agak Laen

Arie Kriting menjadi sutradara film Kaka Boss. Sebelumnya, ia telah bermain dalam beberapa film termasuk Agak Laen.


Olivia Rodrigo Tegaskan Dukungan untuk Kamala Harris atas Isu Hak Reproduksi

19 menit lalu

Olivia Rodrigo/Foto: Instagram/Olivia Rodrigo
Olivia Rodrigo Tegaskan Dukungan untuk Kamala Harris atas Isu Hak Reproduksi

Olivia Rodrigo menunjukkan dukungannya kepada Kamala Harris dengan mengunggah ulang video yang mengkritik kebijakan Donald Trump tentang aborsi.


Cegah Wabah, WHO Kirim Lebih dari 1 Juta Vaksin Polio ke Gaza

19 menit lalu

Anak-anak Palestina menangis saat berebut makanan dimasak oleh dapur amal, di tengah kelangkaan makanan, saat konflik Israel-Hamas berlanjut, di Jalur Gaza utara, 18 Juli 2024. REUTERS/Mahmoud Issa
Cegah Wabah, WHO Kirim Lebih dari 1 Juta Vaksin Polio ke Gaza

WHO mengirimkan lebih dari satu juta vaksin polio ke Gaza untuk mencegah anak-anak terkena wabah


PSN Rempang Eco City Tetap Lanjut, Walhi: Suara Rakyat Diabaikan

19 menit lalu

Warga Rempang bentangkan spanduk di atas kapal di laut Pulau Rempang, Kota Batam, Senin, 20 Mei 2024. TEMPO/Yogi Eka Sahputra
PSN Rempang Eco City Tetap Lanjut, Walhi: Suara Rakyat Diabaikan

Pemerintah memutuskan untuk tetap melanjutkan Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City. Walhi sebut pemerintah abaikan suara rakyat.


Segini Harta Kekayaan Hakim MA yang Perintahkan Rumah Istri Rafael Alun Dikembalikan

19 menit lalu

Terdakwa mantan pejabat eselon III kabag umum Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Selatan II, Rafael Alun Trisambodo (tengah) berbincang dengan kuasa hukumnya saat mengikuti sidang pembacaan surat amar putusan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin, 8 Januari 2024. Rafael menyatakan masih pikir-pikir soal kemungkinan mengajukan banding atas vonis 14 Tahun penjara dan denda Rp 500 juta yang dijatuhkan  Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi kepadanya. TEMPO/Imam Sukamto
Segini Harta Kekayaan Hakim MA yang Perintahkan Rumah Istri Rafael Alun Dikembalikan

Lewat putusan kasasi, hakim MA (Mahkamah Agung) memerintahkan harta istri Rafael Alun Trisambodo dikembalikan. Segini kekayaan hakim tersebut.


Sepak Terjang Hendry Lie, Tersangka Korupsi Timah yang Keberadaannya Dimonitor Kejagung

19 menit lalu

Hendry Lie. (Dok. PT. Tinindo Inter Nusa (TIN))
Sepak Terjang Hendry Lie, Tersangka Korupsi Timah yang Keberadaannya Dimonitor Kejagung

Hendry Lie, tersangka korupsi timah yang juga pendiri perusahaan maskapai PT Sriwijaya Air.


Login WhatsApp Web Kini Bisa Tanpa Nomor Telepon, Muncul Risiko Penipuan Akun

19 menit lalu

WhatsApp Web. Kredit: Tech Advisor
Login WhatsApp Web Kini Bisa Tanpa Nomor Telepon, Muncul Risiko Penipuan Akun

Privasi pengguna kian aman saat memakai WhatsApp Web yang didaftarkan tanpa nomor telepon. Namun, pengguna jadi harus mewaspadai akun palsu.