Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

L'tat

Oleh

image-gnews
Iklan

A, B, C. Map-map berisi kertas dengan daftar puluhan nama itu terletak di tengah meja kantor sebuah rumah tahanan di Jakarta, dengan klasifikasi yang akan menentukan nasib orang-orang yang disekap. A: dihabisi. B: dibuang ke Nusakambangan. C: dikurung di kota terdekat. Atau tak jelas nanti bagaimana.

"Tak jelas" adalah manifestasi kedaulatan dalam bentuknya yang paling ekstrem: kekuasaan bertindak dengan asumsi tak akan dituntut memberi alasan. Juga ketika menentukan hidup mati ribuan orang. Juga ketika salah.

Dengan kata lain, kedaulatan menampakkan diri dengan sebuah keputusan untuk mengecualikan diri dari hidup bersama yang dibentuk hukum dan bahasa. Ketika hidup ditinggalkan hukum dan percakapan, orang pun bisa dengan semena-mena digolongkan ke dalam oknum yang tak diakui: A, B, C, D....

Seakan-akan Giorgio Agamben sedang mengukuhkan thesisnya di Indonesia di hari-hari itu: kekuasaan tampil berdaulat ketika memproduksi manusia sebagai vita nuda, kehidupan bugil yang bisa dijadikan "korban" tanpa bisa digugat. Ia bukan "korban" sebagai putra Ibrahim yang disucikan, tapi semata-mata sebagai tumbal buat menegakkan sebuah Orde, seperti kerbau yang kepalanya ditanam sebelum sebuah gedung dibangun.

Tapi kekuasaan yang tak hendak berada dalam hukum dan percakapan makin tampak sebagai kekuasaan yang tegang dan penuh kecurigaan. Indonesia, hari-hari itu, adalah sebuah republik yang tak menentu.

Di ibu kota, tak jelas siapa yang mengendalikan aparat dan memberi arah. Bung Karno masih disebut Presiden dan Pemimpin Besar Revolusi; sistem politiknya "Demokrasi Terpimpin". Tapi bisakah ia mengontrol Angkatan Darat? Masih dipatuhikah ia oleh organisasi-organisasi politik yang selama ini jadi penyangga kekuasaannya?

Juga di ibu kota, Soeharto, yang belum seorang jenderal penuh, duduk sebagai panglima keamanan dan ketertiban; ia mengendalikan kekuatan militer, yang di masa itu juga mengendalikan pos-pos pemerintahan sipil. Sanggupkah ia terang-terangan melawan Bung Karno andai kepala negara yang sangat berwibawa itu berkeras memerintahkan pembantaian dihentikan?

Mungkin di hari-hari itu, di wilayah Indonesia tak ada Negara seperti dipikirkan para pakar hukum konstitusi. Yang mungkin ada hanya bayang-bayangnya: seperti hantu. Hantu yang menakutkan, tapi tak konsisten. Yang mungkin konsisten dan punya efek hanya ruang penyiksaan di pelbagai tempat, dengan map A, B, C atau tidak. Pembunuhan besar-besaran terjadi di Kediri, sebagaimana cerita seorang saksi mata, dilakukan para pemuda NU, PNI, dan lain-lainbukan oleh alat Negara. Pembunuhan sejenis terjadi di Jawa Tengah dan Bali, dengan bantuan RPKAD, resimen khusus Angkatan Darat, alat Negara. Sebaliknya di Jawa Barat tak tercatat pembantaian orang PKI dalam skala besardan kalaupun terjadi, itu dilakukan jauh sebelum 1965 oleh pasukan Darul Islam di dusun-dusun. Pernah disebut, panglima militer di sini, Mayjen Ibrahim Adjie, mencegah pembantaian di wilayahnya; ia mengambil sikap yang berbeda dengan Soeharto. Ada pula yang menulis bahwa di Jawa Barat beberapa perwira teritorial (ya, alat Negara) pro-PKI; mereka tak membiarkan pembunuhan seperti di tempat lain terjadi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hari-hari yang bengis dan tak menentu itu menunjukkan betapa sulitnya menunjuk "Negara", menuntutnya agar minta maaf. "Negara" bukan satu struktur yang tak berubah sejak 1965. Jika "Negara" ibarat sebuah ruang, ia ruang yang diisi dan dibentuk sejarahdan sejarah dibangun bukan saja oleh saat-saat seia-sekata, tapi juga saat-saat konflik. Jika "Negara" ibarat sebuah tata yang mirip bangunan, ia didirikan setelah menanam kepala yang lepas dari leher yang dipenggal, secara harfiah atau kiasan.

Dengan kata lain, Negara adalah kisah kekerasan dan waktu. Marx menunjukkan "Negara" selalu bersifat represif terhadap kelas yang lain, dan hanya kelak, ketika perbedaan kelas hilang, "Negara" akan lapuk dan layu. Para pemikir sesudahnya juga menunjukkan terpautnya "Negara" dengan sejarah. Bagi Badiou, misalnya, "Negara" selalu genting. L'tat, menurut Badiou, sebenarnya efek "menghitung-jadi-satu", compte-pour-un, atas sebuah situasidan yang disebut "situasi" itu pun efek dari penyatuan yang ditampilkan dari multiplisitas yang mirip anarki. L'tat tak stabil karena dalam tubuhnya selalu ada unsur yang tak diperhitungkan yang suatu saat bisa meletus sebagai pembangkangan.

Singkat kata, "Negara" adalah tata yang terbentuk secara acak dari saat ke saat, sebuah proses yang belum juga berakhirdan selamanya mengandung instabilitas dan kekerasan. Hukum, yang menjaganya dari khaos, setali tiga uang.

Dalam perspektif ini, menghakiminya adalah sebuah ikhtiar yang rumit, mungkin heboh; tapi saya tak yakin keadilan akan tercapai setelah itubaik ketika "Negara" dinyatakan bersalah maupun tidak.

Lagi pula, siapa yang patut mewakili "Negara" untuk dituntut atas kekejaman dan kejahatan setengah abad yang lalusetidaknya karena telah membiarkannya? Dan jika "Negara" berdiri selalu dengan menciptakan orang-orang yang harus disisihkan, yang hidup dalam vita nuda, adilkah jika ia hanya digugat karena pembantaian di satu waktu, bukan di waktu lain?

Tentu, kita mesti mengungkap kekejaman 1965 (atau sebelumnya, atau sesudahnya). Kita perlu mengutuk keras-keras, menghukum para algojo, mengurung para penggerak mereka. Tapi ada satu kalimat tua yang arif: "...di tempat pengadilan, di situ pun terdapat ketidakadilan, dan di tempat keadilan, di situ pun terdapat ketidakadilan."

Goenawan Mohamad

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


4 Tokoh Pendidikan Anak-anak Indonesia: Pak Kasur, Bu Kasur, Kak Seto, Suryadi alias Pak Raden

6 menit lalu

Pak Raden (Ist)
4 Tokoh Pendidikan Anak-anak Indonesia: Pak Kasur, Bu Kasur, Kak Seto, Suryadi alias Pak Raden

Pak Kasur, Bu Kasur, Kak Seto, Drs Suryadi alias Pak Raden merupakan tokoh-tokoh pendidikan anak-anak Indonesia. Berikut profilnya


Gara-Gara Doner Kebab, Turki dan Jerman Berseteru Sengit

7 menit lalu

Doner Keban di Berlin. aeti.edu.lk
Gara-Gara Doner Kebab, Turki dan Jerman Berseteru Sengit

Perselisihan sengit telah terjadi antara Turki dan Jerman mengenai apa yang dimaksud dengan doner kebab.


Sebut Judi Online 6 Kali Lebih Bahaya dari Narkoba, Psikiater RSCM Sarankan Ini

7 menit lalu

Ilustrasi pemain judi online. Selain wartawan, Menkominfo Budi Arie mengungkapkan bahwa pegawai di Kementerian Komunikasi dan Informatika juga terlibat praktik judi online. TEMPO/ Febri Angga Palguna
Sebut Judi Online 6 Kali Lebih Bahaya dari Narkoba, Psikiater RSCM Sarankan Ini

Psikiater menyebut judi online urgen dicegah. PPATK mencatat 197.054 anak 11-19 tahun sudah bermain judi online dengan deposit total Rp 293,4 miliar.


PBNU dan Muhammadiyah Akhirnya Putuskan Terima Izin Tambang Jokowi

7 menit lalu

Logo PBNU dan Muhammadiyah. Istimewa
PBNU dan Muhammadiyah Akhirnya Putuskan Terima Izin Tambang Jokowi

Dua ormas keagamaan besar, PBNU dan Muhammadiyah menerima tawaran izin tambang Jokowi


Punya Data Rekening Pengepul, Begini Cara PPATK Bongkar Transaksi Judi Online

7 menit lalu

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana memberikan penjelasan dan pemaparan saat menghadiri rapat kerja Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 21 Maret 2023. Rapat tersebut membahas transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan senilai Rp 349 triliun. TEMPO/M Taufan Rengganis
Punya Data Rekening Pengepul, Begini Cara PPATK Bongkar Transaksi Judi Online

PPATK mengungkapkan cara lembaganya untuk mengendus transaksi judi online.


Koperasi di Lereng Merapi Yogyakarta Siapkan Paket Eduwisata Belajar Seru Beternak Sapi

24 menit lalu

Suasana peternakan sapi di Koperasi Samesta yang berada di Kecamatan Cangkringan, lereng Gunung Merapi Sleman Yogyakarta. Tempo/Pribadi Wicaksono
Koperasi di Lereng Merapi Yogyakarta Siapkan Paket Eduwisata Belajar Seru Beternak Sapi

Untuk menuju lokasi, wisatawan nantinya bisa memanfaatkan paket dalam jip wisata lava tour Lereng Merapi Yogyakarta.


Prabowo Diminta Evaluasi Penghiliran Nikel

30 menit lalu

Ilustrasi  smelter nikel. REUTERS
Prabowo Diminta Evaluasi Penghiliran Nikel

Presiden terpilih Prabowo Subianto didesak untuk melakukan evaluasi program penghiliran nikel.


Survei Elektabilitas Ahok Kedua Teratas di Jakarta, PDIP: Semua Masih Dinamis

34 menit lalu

Ridwan Kamil, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), dan Anies Baswedan. TEMPO
Survei Elektabilitas Ahok Kedua Teratas di Jakarta, PDIP: Semua Masih Dinamis

Ahok memang menjadi salah satu nama calon potensial yang saat ini dimiliki PDIP.


Mengenang Pak Kasur: Tokoh Pendidikan Pernah Jadi Anggota Badan Sensor Film

34 menit lalu

Pak Kasur. kesekolah.com
Mengenang Pak Kasur: Tokoh Pendidikan Pernah Jadi Anggota Badan Sensor Film

Pak Kasur menjadi salah seorang tokoh pendidikan di negeri ini. Ini perjalanan hidupnya, dan khususnya dedikasinya pada pendidikan anak-anak.


Kapal Penumpang di Anambas Tenggelam, Tiga 3 Orang Meninggal

38 menit lalu

Ilustrasi kapal tenggelam. AFP/Pedro Pardo
Kapal Penumpang di Anambas Tenggelam, Tiga 3 Orang Meninggal

Kapal penumpang KM Samarinda rute Tarempa - Matak, Kabupaten Anambas, tenggelam, Jumat 26 Juli 2024. Setidaknya tiga orang meninggal.