Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Demokrasi Elektoral Mencari Bentuk

image-profil

image-gnews
Iklan

Gunawan Suswantoro
Sekretaris Jenderal Bawaslu RI

Dinamika pembahasan Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilihan Umum yang sedang berlangsung di DPR ternyata memunculkan beberapa pertanyaan mendasar. Pertanyaan itu, antara lain, mengenai representasi publik yang akan dihasilkan oleh sistem pemilu dan upaya mewujudkan pemerintahan yang efektif melalui demokrasi elektoral multipartai.

Jika berkaca pada sepuluh tahun pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, ternyata bangunan relasi Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat selalu diwarnai ketidakefektifan dalam pengambilan kebijakan. Setidaknya ada empat hak angket di DPR dan dua kali perombakan kabinet pada masa SBY-JK. Meski upaya membangun koalisi di parlemen untuk mendukung kekuasaan Presiden telah digalang melalui Koalisi Kerakyatan dari tujuh partai pendukung plus Partai Golkar hingga menguasai 71 persen suara di DPR, fragmentasi dalam jajaran Koalisi Kerakyatan tetap tidak terhindarkan.

Cerita yang sama berlanjut dalam skema Sekretariat Gabungan koalisi partai pendukung SBY-Boediono. Manuver partai-partai pendukung SBY-Boediono dalam Pansus Century menunjukkan mekanisme Setgab telah memunculkan krisis dalam tatanan sistem presidensialisme. Kompleksitas relasi kuasa Presiden dan DPR yang tergambarkan sebagai Presidensialisme Setengah Hati (Hanta, 2013) telah diperkuat oleh kajian disertasi dari Agus Gumiwang (2014), yang menyoal efektivitas Setgab Partai Koalisi SBY-Boediono.

Kompleksitas tersebut merupakan suatu keniscayaan bagi siapa pun presiden yang berkuasa. Kerumitan hubungan Presiden dan DPR akan terus terjadi selama tidak terbentuk mayoritas sederhana (simple majority) di parlemen yang multipartai. Realitas ini menegaskan pentingnya bangunan sistem pemilu yang akan mempengaruhi tingkat koherensi/fragmentasi sistem kepartaian yang berujung pada derajat efektivitas pemerintah.

Penambahan parliamentary threshold dari 2,5 persen pada 2009 menjadi 3,5 persen pada 2014 tidak serta-merta mengurangi jumlah partai politik. Semangat penyederhanaan sistem kepartaian melalui ambang batas parlemen ini selalu digulirkan oleh partai-partai mapan. Dalam pembahasan Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu saat ini, partai-partai besar menghendaki kenaikan ambang batas parlemen ini menjadi 5-10 persen dengan harapan wajah parlemen ke depan semakin sederhana. Sedangkan partai-partai menengah tetap menghendaki di kisaran 3,5 persen agar mereka tetap bisa berkontes di Pemilu 2019.

Bertepatan dengan prinsip keserentakan pemilu legislatif dan pemilu presiden 2019, beberapa kalangan menilai presidential threshold tidak lagi relevan untuk diterapkan. Sebagian kalangan tersebut merupakan partai-partai baru yang berharap keserentakan dan penegasian ambang batas tersebut bakal memunculkan wajah-wajah baru calon pemimpin negeri ini.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tidak menutup kemungkinan wacana ini juga akan didukung partai-partai besar sesuai dengan logika keputusan keserentakan oleh Mahkamah Konstitusi. Hal yang pasti adalah akan terjadi perang argumentasi yang sengit dalam pembahasan di Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu ini. Salah satu argumentasi yang pasti akan dilontarkan adalah efisiensi dan efektivitas dalam penyelenggaraan yang menyangkut tujuh hal, yaitu pemutakhiran data pemilih, sosialisasi, perlengkapan TPS, distribusi logistik, perjalanan dinas, honorarium, dan uang lembur. Jumlah dana yang bisa dihemat konon mencapai Rp 10 triliun.

Wacana perubahan sistem pemilu dari proporsional terbuka saat ini menjadi sistem pemilu proporsional terbuka terbatas juga mengemuka di antara kegelisahan terhadap minimnya insentif bagi para pegiat partai itu sendiri. Sistem proporsional terbuka dinilai tidak cukup menjanjikan bagi para pengurus partai untuk dapat menduduki jabatan politik. Sistem pemilu ini diyakini akan dapat mendorong partai-partai melakukan fungsi kaderisasi lebih baik dengan ditopang struktur insentif dalam pemilu.

Rancang bangun sistem pemilu di Indonesia berjalan sangat dinamis. Setiap mendekati pemilu, Undang-Undang Pemilu maupun Penyelenggara Pemilu selalu berubah dalam merespons perkembangan politik kepartaian. Dinamika sistem pemilu bergerak mencari bentuk ideal dari dua pendulum sistem presidensial dan sistem multipartai. Bongkar-pasang sistem pemilu, tarik-ulur besaran threshold, dan varian-varian perkembangan sistem pemilu lainnya, seperti partisipasi perempuan dan penggunaan teknologi informasi, akan menjadi bagian tak terpisahkan dari dinamika politik pemilu.

Namun perubahan desain sistem pemilu yang terlalu cepat akan menimbulkan kerumitan, terutama bagi penyelenggara pemilu yang harus menurunkan regulasi baru dalam bentuk tata kelola yang lebih teknis. Partai dan para peserta pemilu tentu butuh menyusun dan menjalankan strategi pemenangan yang jitu. Adapun para pemilih harus memiliki kecerdasan dalam konsep political efficacy untuk membangun peta checks and balances melalui straight ticket atau split ticket dalam "pemilu lima kotak" mendatang.

Pembahasan RUU Penyelenggaraan Pemilu kali ini diharapkan akan menghadirkan sistem yang mampu menjamin legitimasi proses dan hasil pemilu yang bersih dan bermartabat, serta dapat memperkuat penyelenggaraan pemerintahan presidensial yang efektif.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Saran Panglima TNI Gatot Nurmantyo untuk Pembuatan UU Pemilu

5 Agustus 2017

Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo . ANTARA Sigid Kurniawan
Saran Panglima TNI Gatot Nurmantyo untuk Pembuatan UU Pemilu

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyarankan UU Pemilu langsung dibuat setelah Pemilu selesai, bukan menjelang Pemilu.


Mahfud MD Anggap Putusan MK Perkuat UU Penyelenggaraan Pemilu

1 Agustus 2017

Mahfud MD. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Mahfud MD Anggap Putusan MK Perkuat UU Penyelenggaraan Pemilu

Mahfud MD menganggap putusan MK yang lalu soal pemilu serentak dan ambang batas presidensial akan membantu UU Penyelenggaraan Pemilu yang baru.


Rapat Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu, Tjahjo Ingin Musyawarah

11 Juli 2017

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan revisi UU ormas telah selesai dibahas pemerintah, di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta Selatan, 10 Juli 2017. TEMPO/Lidwina Tanuhardjo
Rapat Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu, Tjahjo Ingin Musyawarah

Tjahjo berharap pembahasan RUU ini segera selesai.


Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Sistem Pemilu Terbuka Terbatas

11 Juni 2017

Penyandang disabilitas memperhatikan foto calon anggota legislatif di TPS 05 Panti Sosial Bina Daksa Wirajaya, Kelurahan Sindrijala, Makassar, Rabu (9/4). TEMPO/Fahmi Ali
Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Sistem Pemilu Terbuka Terbatas

Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pemilu menolak perubahan sistem pemilu menjadi proporsional terbuka terbatas karena dianggap kemunduran demokrasi.


Perludem: Pembahasan RUU Penyelenggaraan Pemilu Terlambat  

20 Mei 2017

Ilustrasi surat suara Pemilu, Pilkada, Pilgub, dll. TEMPO/Fahmi Ali
Perludem: Pembahasan RUU Penyelenggaraan Pemilu Terlambat  

Pemerintah dianggap terlambat menyerahkan kepada DPR sebagai pengusul, karena terlalu terpaku pada euforia 2014. RUU Pemilu butuh dua tahun.


Alasan KPU Minta RUU Penyelenggaraan Pemilu Segera Disahkan  

26 April 2017

ANTARA/Wahyu Putro A
Alasan KPU Minta RUU Penyelenggaraan Pemilu Segera Disahkan  

Ketua KPU Arief Budiman berharap DPR dan pemerintah segera mengesahkan RUU Penyelenggaraan Pemilu.


Pansus Pemilu ke Jerman dan Meksiko, Eks KPU: Tidak Jelas

2 Maret 2017

Ramlan Surbakti. TEMPO/Wahyu Setiawan
Pansus Pemilu ke Jerman dan Meksiko, Eks KPU: Tidak Jelas

Dihitung dengan waktu perjalanan, Ramlan merasa kunjungan kerja tersebut terlalu singkat untuk dikatakan sebagai sebuah studi banding.


Mendagri: Pemerintah Tetap Kirim Hasil Pansel KPU-Bawaslu

2 Februari 2017

Mendagri Tjahjo Kumolo. TEMPO/Prima Mulia
Mendagri: Pemerintah Tetap Kirim Hasil Pansel KPU-Bawaslu

Mendagri Tjahjo menegaskan pemerintah akan tetap mengirimkan hasil seleksi calon komisioner KPU dan Bawaslu karena tahapan Pemilu 2019 mulai Juli 2017


Mahfud Md. Sebut Pengajuan Capres Tak Perlu Ambang Batas

18 Januari 2017

Mahfud MD. TEMPO/Tony Hartawan
Mahfud Md. Sebut Pengajuan Capres Tak Perlu Ambang Batas

Menurut Mahfud Md., pembahasan ambang batas tidak diperlukan karena pelaksanaan pemilu legislatif dan presiden dilakukan secara serentak.


Mahfud Md. Minta Pansus RUU Pemilu Antisipasi Uji Materi

18 Januari 2017

Mahfud MD. TEMPO/Dhemas Reviyanto
Mahfud Md. Minta Pansus RUU Pemilu Antisipasi Uji Materi

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi meminta Panitia Khusus RUU Penyelenggaraan Pemilu mengantisipasi gugatan uji materi terhadap undang-undang tersebut.