Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kolusi Merapuhkan Birokrasi

image-profil

image-gnews
Iklan

Adnan Topan Husodo
Koordinator ICW

Sidang kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan di Provinsi Banten yang menyeret mantan Gubernur Banten, Atut Chosiyah, sebagai terdakwa menegaskan adanya praktek politisasi birokrasi yang amat serius. Dalam sidang terungkap berbagai kesaksian bagaimana Atut dan keluarganya mampu mengatur birokrasi agar loyal dan tunduk kepada perintah mereka.

Kasus Banten barangkali agak sedikit berbeda dengan Kabupaten Klaten. Dalam konteks Klaten, bupati menjadi tersangka karena menerima suap dari penempatan berbagai jabatan birokrasi, atau yang dikenal sebagai skandal jual-beli jabatan. Skandal ini menjual wewenang kepala daerah melalui mekanisme pasar. Artinya, siapa yang sanggup membayar, dialah yang akan mendapatkan posisi itu.

Jika kemudian terjadi persekongkolan antara mereka yang membeli posisi dan pejabat di atasnya untuk mencuri uang publik (APBD), itu adalah tahap konsolidasi elite politik lokal dan birokrasi yang sama-sama berambisi untuk melipatgandakan aset dan memperluas kekuasaan mereka. Tak mengherankan jika banyak ditemukan profil kekayaan pejabat di daerah yang tidak sesuai dengan penerimaan atau pendapatan resmi mereka.

Apa yang terjadi dalam dua kasus di atas juga menjelaskan bagaimana motif korupsi sudah begitu mengakar pada sebagian besar pejabat publik kita. Pada satu sisi, kita bisa saja menempatkan status para pejabat birokrasi yang terseret kasus korupsi di atas sebagai korban dari kekuasaan dan ambisi politik kepala daerah atau keluarganya.

Pada sisi lain, kita juga dapat memposisikan mereka sebagai salah satu pelakunya lantaran mereka tetap bisa menolak atau tidak mengambil jabatan itu jika harus membayar. Pendek kata, dengan bergabung dalam jejaring korupsi itu, mereka menjadi kaya-raya dan berkuasa.

Akibat dari politisasi birokrasi yang menggejala di berbagai pemerintahan daerah, banyak agenda dan program pembangunan yang tidak berjalan efektif. Upaya mengentaskan masyarakat miskin, meningkatkan akses dan mutu pendidikan rakyat, perbaikan layanan publik di sektor kesehatan, ketersediaan air bersih, kualitas moda transportasi publik dan infrastruktur jalan, hadirnya rasa aman dan nyaman, serta berbagai macam urusan publik lainnya tak kunjung terwujud. Hal ini karena penempatan birokrasi banyak yang tidak sejalan dengan prinsip merit dan asas tata kelola pemerintahan yang baik lantaran intervensi politik yang kuat dari kepala daerah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kehadiran Undang-Undang Aparatur Sipil Negara sebenarnya menjadi obat untuk memulihkan birokrasi yang korup, tidak profesional, lamban, malas, dan berbagai persepsi negatif lainnya yang selama ini digunakan oleh masyarakat dalam menilai birokrasi. Salah satu yang menjadi ujung tombak pengawasan program reformasi birokrasi adalah Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).

Salah satu wewenang Komisi adalah memberikan penilaian atas mekanisme promosi, mutasi, dan pengangkatan pejabat tinggi di daerah maupun aparat sipil secara umum. Pada intinya, mekanisme pe-nempatan pejabat tinggi di pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah, harus mengikuti asas good governance dan mengedepankan sistem merit dengan menempatkan kualitas dan integritas personal calon sebagai penentu untuk menempati posisi itu.

Kehadiran dan sepak terjang Komisi dalam tingkat tertentu dapat menghambat upaya konsolidasi kekuasaan di level birokrasi dan membangun jarak yang lebih lebar antara pejabat politik dan birokrasi. Bagaimanapun, dalam praktek korupsi yang terjadi di berbagai daerah, kepala daerah membutuhkan instrumen birokrasi untuk mengeksekusi atau mewujudkan ambisi mereka.

Tanpa birokrasi, pejabat politik mengalami kesulitan, misalnya untuk mengatur secara teknis proyek-proyek APBD yang akan dibagi kepada rekanan dan pengaturan mengenai fee-nya. Birokrasi juga menjadi penghubung yang efektif antara kepala daerah dan para pengusaha dari berbagai kelompok kepentingan lainnya.

Jika kemudian ada gagasan dari DPR untuk merevisi Undang-Undang Aparatur Sipil Negara, termasuk mengamputasi seluruh wewenang KASN dan membubarkannya, tentu kita menjadi mafhum apa latar belakangnya. Tentu agenda politik DPR untuk merevisi undang-undang itu, salah satunya, merupakan respons atas "keluhan" kepala daerah yang tak lagi leluasa menempatkan orang-orangnya di pos-pos strategis. Mereka tak bisa lagi serta-merta mengangkat individu yang dianggap berjasa dalam pemenangan pilkada atau menunjuk bekas anggota tim sukses mereka untuk menjadi pejabat daerah.

Undang-undang itu telah menutup sebagian akses mereka terhadap kekuasaan dan sumber daya ekonomi daerah karena adanya mekanisme lelang jabatan dan berbagai macam prasyarat lain dalam mempromosikan, mengangkat, dan memutasi aparat sipil. Dengan kata lain, undang-undang itu dan eksistensi Komisi telah berhasil memutus relasi patronase antara elite politik lokal dan birokrasi. Sayangnya, di luar wacana revisi Undang-Undang KPK yang juga telah bergulir, secara perlahan kita juga akan menyaksikan akrobat politik lain untuk merevisi Undang-Undang Aparatur Sipil Negara.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Atut Chosiyah Akan Menjalani Sidang Vonis Kasus Alkes Hari Ini  

20 Juli 2017

Mantan Gubernur Banten, Atut Chosiyah mendengarkan pembacaan tuntutan atas dirinya dipengadilan Tipikor, Jakarta, 16 Juni 2017. Ibu dari Wakil Gubernur Banten, Andika Azrumi tersebut dituntut oleh Jaksa Penuntut Umum KPK selama 8 tahun penjara dan  membayar denda Rp 250 juta subsider 6 bulan kurungan. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Atut Chosiyah Akan Menjalani Sidang Vonis Kasus Alkes Hari Ini  

Sebelumnya, jaksa menuntut hakim agar menghukum Atut Chosiyah selama 8 tahun penjara dan denda Rp 250 juta.


Baca Pleidoi Kasus Alkes Banten, Atut Chosiyah Menangis Minta Maaf

6 Juli 2017

Atut Chosiyah menyeka matanya saat mendengarkan saksi Djaja Buddy Suhardja selaku Kepala Dinas Kesehatan (Kandinkes) Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten di Pengadilan Tipikor, 15 Maret 2017. Atut menjalani sidang dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan RS di Banten. TEMPO/Maria Fransisca (magang)
Baca Pleidoi Kasus Alkes Banten, Atut Chosiyah Menangis Minta Maaf

Mantan Gubernur Banten, Atut Chosiyah, menangis tersedu-sedu ketika membacakan nota pleidoi di sidang korupsi pengadaan alat kesehatan Banten.


Korupsi Alkes Banten, Rano Karno Disebut Terima Rp 700 Juta  

16 Juni 2017

Gubernur Banten Rano Karno kepada media mengatakan siap menjalani tes urine dan mengusulkan kepada BNN untuk melakukan tes urine terhadap seluruh PNS di Banten. TEMPO/Darma Wijaya
Korupsi Alkes Banten, Rano Karno Disebut Terima Rp 700 Juta  

Rano Karno, sewaktu menjabat Wakil Gubernur Banten, disebut memperoleh duit Rp 700 juta.


Atut Chosiyah Dituntut 8 Tahun Penjara dalam Korupsi Alkes

16 Juni 2017

erdakwa kasus korupsi pengadaan alat kesehatan Atut Chosiyah (kiri) menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, 26 April 2017. ANTARA/Hafidz Mubarak A.
Atut Chosiyah Dituntut 8 Tahun Penjara dalam Korupsi Alkes

Mantan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dituntut 8 tahun penjara dalam kasus korupsi alat kesehatan.


Sidang Atut, Ustaz Haryono Mengaku 9 Kali Pimpin Istigasah

10 Mei 2017

erdakwa kasus korupsi pengadaan alat kesehatan Atut Chosiyah (kiri) menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, 26 April 2017. ANTARA/Hafidz Mubarak A.
Sidang Atut, Ustaz Haryono Mengaku 9 Kali Pimpin Istigasah

Ustaz Haryono mengaku sembilan kali mempimpin istigasah untuk mendoakan Atut Chosiyah.


Sidang Korupsi Alkes, Adik Atut: Rano Karno Terima Rp 11 Miliar

12 April 2017

Gubernur Provinsi Banten Rano Karno saat acara #ngopidikantor
Sidang Korupsi Alkes, Adik Atut: Rano Karno Terima Rp 11 Miliar

Dalam sidang kasus korupsi alat kesehatan Provinsi Banten dengan terdakwa Atut Chosiyah, Wawan menyebut Rano Karno terima duit Rp 11 miliar.


Rano Karno Legowo, Banten Kembali Dipimpin Dinasti Atut  

5 April 2017

Gaya Cagub Banten Rano Karno saat menyeduh kopi dalam acara #ngopidikantor di Gedung Tempo Media, Jakarta, 24 Januari 2017. Dalam acara ini, #ngopidikantor menyeduh kopi Arabica Malabar Fully Wash. TEMPO/Subekti
Rano Karno Legowo, Banten Kembali Dipimpin Dinasti Atut  

Mahkamah Konstitusi menolak gugatan pasangan Rano Karno-Embay Mulya Syarief. Rano Karno mengatakan legowo. Banten kini dipimpin kembali dinasti Atut.


Persidangan Atut, Saksi Kompak Mengaku Terima Duit Pelicin

22 Maret 2017

Ekspresi Atut Chosiyah dalam sidang dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan RS di Banten di Pengadilan Tipikor, 15 Maret 2017. Atut didakwa merugikan negara Rp 79 miliar dalam proyek pengadaan alat kesehatan di Dinas Kesehatan Provinsi Banten. TEMPO/Maria Fransisca (magang)
Persidangan Atut, Saksi Kompak Mengaku Terima Duit Pelicin

Sidang Atut, para saksi kompak mengaku menerima duit pelicin untuk mengatur proses lelang tender.


Korupsi Alkes Atut, Ketua Pengadaan Mengaku Diancam Kepala Dinas

22 Maret 2017

Mantan Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah menjani sidang perdana kasus korupsi pengadaan alat kesehatan tahun anggaran 2012 di Pengadilan Tipikor Jakarta. TEMPO/Eko Siswono Toyudho
Korupsi Alkes Atut, Ketua Pengadaan Mengaku Diancam Kepala Dinas

Ketua panitia pengadaan alat kesehatan Rumah Sakit Rujukan Pemerintah Provinsi Banten 2012 mengaku diancam mantan Kepala Dinas Kesehatan.


Atut Dijerat 3 Kasus, Suap Sengketa Pilkada hingga Alat Kesehatan  

22 Maret 2017

Atut Chosiyah mendengarkan keterangan saksi dalam sidang dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan RS di Banten di Pengadilan Tipikor, 15 Maret 2017. Adanya surat loyalitas itu diungkap oleh  mantan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Banten, Djadja Buddy Suhardja. TEMPO/Maria Fransisca (magang)
Atut Dijerat 3 Kasus, Suap Sengketa Pilkada hingga Alat Kesehatan  

Atut Chosiyah menjalani sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan RS Rujukan di Banten, hari ini.