Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

TG

Oleh

image-gnews
Iklan

Jika ada satu ikon yang menengarai zaman ini, itu adalah ponsel. Bahasa Indonesia menerjemahkannya dengan tepat sekali: "telepon genggam". Saya singkat: TG. Ia bisa kita genggam kapan saja di mana saja, ia juga bisa menggenggam kita kapan saja dan di mana saja. Hampir tiap kali seseorang duduk sendirian di sebuah pojok, atau dengan temannya bertemu di sebuah kafe, atau berjejal di bus atau hadir di rapat desa, akan segera HP, eh, TG dikeluarkan dari saku, pesan di layar sempit itu dibaca diam-diam, dan perhatian berpindah sejenak. Tak jarang percakapan terhenti.

Kini benda pertama yang ditengok ketika bangun pagisebelum lampu dinyalakanbukan koran, bukan radio, bukan TV. Tapi TG: si BlackBerry, si Samsung, si Nokia, si Motorola.

Kita memasuki senjakala media cetak, seseorang berkata seperti penujum. Mungkin yang lebih tepat: kita memasuki dunia yang justru tak mengacuhkan nujuman dan senjakala. Dunia sedang dibentuk kapitalisme digital. Produksi, pemasaran, persaingan, dan meluasnya konsumen kini seperti medium digital itu sendiri: meringkus, atau mengabaikan, ruang dan waktu.

Dua abad yang lalu, "Membaca koran pagi adalah doa pagi seorang realis," kata Hegel di Eropa. Dengan doa dan koran arah pandang seseorang dibentuk oleh Tuhan (dalam doa) atau oleh "dunia sebagaimana adanya" (melalui berita-berita). Kedua-duanya, kata Hegel, memberikan rasa aman: orang tahu di mana ia berdiri.

Saya tak yakin, tapi bisa mengerti: di zaman Hegel, berlangganan koran adalah salah satu cara merawat stabilitas; koran yang dipilih seseorang adalah surat kabar yang sesuai dengan seleranya selama ini. Ia tahu "di mana ia berdiri".

Tak mengherankan bila dalam Imagined Communities Benedict Anderson mengutip Hegel. Tapi ia menambahkan. Seperti doa pagi, membaca koran berlangsung dalam ruang privat yang hening, dalam lapis dalam kepala kita. Tapi pada saat yang sama, masing-masing kita sadar bahwa ratusan ribu orang lain yang tak kita ketahui identitasnya melakukan hal yang samatiap hari, sepanjang tahun.

Sebuah "komunitas" pun terbangun dalam imajinasi kita. Kita tak hanya sadar di mana kita berdiri. Kita sadar dengan siapa kita berdiri. Kesadaran akan satu bangsadiperkuat lagi oleh satu bahasa dan satu jenis aksaratumbuh dari "kapitalisme cetak" ini, menurut thesis Anderson.

Tapi kini kita tak lagi hidup di zaman Mas Marco bahkan tak di zaman Jakob Oetama. Apa jadinya jika yang tercetak digantikan dengan yang digital?

Kita tatap layar kecil TG kita. Informasi berdatangan, rapat, cepat. Pesan lalu-lalang. Di Twitter berita 29 orang terbunuh di Burkina Faso disusul cerita seseorang yang kucingnya hamil. Praktis tiap tiga detik, sepanjang 24 jam. Balas-membalas, dari pelbagai pojok bumi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sementara halaman surat kabar ditata sang editor dengan hierarki antara yang penting dan yang kurang penting, dalam TG tak ada organisasi itu. Tiap informasi sama posisinya. Dialog (pesan "interaktif") berlangsung tanpa moderator, tanpa otoritas. Siapa saja, dari orang yang paling tahu sampai dengan yang paling tolol, hadir di satu arena yang riuh.

Huruf bersilang selisih dengan foto, bunyi-bunyian, dan film. Indra penglihatan, yang dalam medium cetak praktis mendominasi pencerapan manusia tentang duniameskipun berlangsung sebidang demi sebidangkini lebur bersama indra pendengaran. Kecuali indra penghidu dan peraba, tubuh kita bergelut secara simultan dengan manusia dan peristiwa di mana pun. Sementara koran harian akan jadi basi dalam 24 jam, informasi digital akan hambar pada detik berikutnya.

Jarak jadi tipis. Kini kita tak membayangkan lagi sebuah kantor, di bagian komunitas nasional kita, tempat koran yang kita baca diproduksi. Pesan berlangsung dalam "deteritorialisasi".

Mungkin sebab itu komunitas yang dalam dua abad terakhir terbentuk berkat pengaruh "kapitalisme cetak" akan berubah. "Bangsa" mungkin akan tak terkait dengan sebuah wilayah dan kenangan yang sama. Kita sudah banyak dengar tentang globalisasi, perpindahan modal dan tenaga dari satu negeri ke negeri lain. Mungkin kini pudar pengertian "tanah tumpah-darah".

Tapi saya ragu bahwa akhirnya akan terjadi apa yang dimimpikan lagu Imagine. Kini memang menonjol, atau timbul lagi, "perkauman" yang tak berpaut pada "bangsa" dan "teritori". Malah ada penolakan kepada konsep "bangsa". Tapi Michael Billig menulis satu buku yang serius tapi kocak, Banal Nationalism: nasionalisme hadir tiap hari, tak selalu mengejutkan: ada waktu nasional, ada iklim nasional, ada makanan nasional. Kosmopolitanisme pun hanya dalam fantasi.

"Saya belum pernah bertemu dengan banyak orang kosmopolitan dalam hidup saya," kata Ben Anderson. "Mungkin tak lebih dari lima orang."

Selebihnya, bahkan dengan TG, tetap seperti dulu.

Goenawan Mohamad

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


2 Pengajar Pondok Pesantren di Kabupaten Agam Diduga Sodomi 40 Santri Sejak 2022

5 menit lalu

ilustrasi
2 Pengajar Pondok Pesantren di Kabupaten Agam Diduga Sodomi 40 Santri Sejak 2022

2 pengajar salah satu pondok pesantren di Kecamatan Canduang, Kabupaten Agam, ditangkap Polresta Bukittinggi karena mencabuli 40 santri.


Kata Dasco Gerindra Soal Usul Pelaksanaan Pilpres dan Pileg Dipisah

5 menit lalu

Ketua Harian Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad saat ditemui usai menghadiri acara Silaturahmi dan Tasyakuran DPD Gerindra DKI Jakarta di Tavia Heritage Hotel, Jakarta Pusat pada Kamis, 9 Mei 2024. TEMPO/Adinda Jasmine
Kata Dasco Gerindra Soal Usul Pelaksanaan Pilpres dan Pileg Dipisah

Dasco menyatakan lebih setuju Pilpres dan Pileg dilaksanakan bersamaan.


Dekat Puncak Kemarau, BMKG Prediksi Hujan Tetap Guyur 19 Wilayah di Indonesia

8 menit lalu

Puluhan pengendara motor berteduh di bawah tiang pancang LRT saat hujan yang cukup lebat, di Jalan protokol Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Senin, 6 April 2020. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) merilis peringatan dini cuaca ekstrem di Indonesia. TEMPO/Imam Sukamto
Dekat Puncak Kemarau, BMKG Prediksi Hujan Tetap Guyur 19 Wilayah di Indonesia

BMKG memperkirakan 19 wilayah di Indonesia bakal tetap dibasahi hujan intensitas sedang hingga lebat hingga awal Agustus 2024.


PPATK Ungkap Ada Masyarakat Berpenghasilan di Atas Rp 1 Miliar Main Judi Online dengan Deposit Rp 4,8 Miliar

8 menit lalu

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana memberi laporan dalam acara Peringatan 22 Tahun Gerakan Nasional Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT) di Istana Negara, Jakarta, Rabu 17 April 2024. Indonesia telah dinyatakan secara aklamasi diterima sebagai Anggota Financial Action Task Force on Money Laundering and Terrorism Financing (full membership). Keberhasilan tersebut diperoleh dalam FATF Plenary Meeting di Paris, Perancis yang dipimpin oleh Presiden FATF, MR. T. Raja Kumar pada Rabu, 25 Oktober 2023. TEMPO/Subekti.
PPATK Ungkap Ada Masyarakat Berpenghasilan di Atas Rp 1 Miliar Main Judi Online dengan Deposit Rp 4,8 Miliar

PPPATK ungkap sejumlah masyarakat berpenghasilan di atas Rp 1 miliar main judi online.


Jelang Laga Pertama Olimpiade Paris 2024, Apriyani / Fadia Sudah Intip Kekuatan Pasangan Jepang

27 menit lalu

Ekspresi pebulutangkis Ganda Putri Indonesia Apriyani Rahayu dan Siti Fadia Silva Ramadhanti saat berhadapan dengan pebulutangkis Ganda Putri Malaysia Pearly Tan dan Thinaah Muralitharan pada babak 16 besar Kapal Api Indonesia Open 2024 di Istora Senayan, Jakarta, Kamis, 6 Juni 2024. Apriyani Rahayu dan Siti Fadia Silva Ramadhanti kalah dengan skor 18-21 dan 19-21 gagal melaju ke babak selanjutnya. TEMPO/M Taufan Rengganis
Jelang Laga Pertama Olimpiade Paris 2024, Apriyani / Fadia Sudah Intip Kekuatan Pasangan Jepang

Apriyani / Fadia memastikan persiapannya berjalan baik menjelang laga pertama di Olimpiade Paris 2024.


Timnas Indonesia U-19 vs Malaysia di Semifinal Piala AFF U-19 2024 Sabtu Malam Ini, Indra Sjafri: Laga Penuh Gengsi

33 menit lalu

Pelatih Timnas Indonesia U-19 Indra Sjafri. TEMPO/Randy
Timnas Indonesia U-19 vs Malaysia di Semifinal Piala AFF U-19 2024 Sabtu Malam Ini, Indra Sjafri: Laga Penuh Gengsi

Timnas Indonesia U-19 akan menghadapi Malaysia di semifinal Piala AFF U-19 2024 pada Sabtu malam, 27 Juli.


Ekonom Sebut Keterlibatan Masyarakat Indonesia di Sektor Asuransi Masih Rendah, Ini Alasannya

38 menit lalu

Ekonom senior Faisal Basri menghadiri diskusi film Bloody Nickel yang digelar Koalisi Masyarakat Sipil di Taman Ismail Marzuki (TIM) pada Sabtu, 4 Mei 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
Ekonom Sebut Keterlibatan Masyarakat Indonesia di Sektor Asuransi Masih Rendah, Ini Alasannya

Sektor asuransi hanya berkontribusi 6,9 persen terhadap totoal Gross Domestic Product (GDP), membuat Indonesia berada di posisi keenam Asia Tenggara


Respons PAN-Nasdem-PKS Soal Isu Poros Koalisi PKB dan PDIP di Pilkada 2024

38 menit lalu

Ilustrasi TPS Pilkada. Dok TEMPO
Respons PAN-Nasdem-PKS Soal Isu Poros Koalisi PKB dan PDIP di Pilkada 2024

PKB dan PDIP menjajaki peluang berkoalisi pada Pilkada 2024.


Museum Unik di Kroasia Ini Menampilkan Historis Dasi dan Simpul Ikatannya

38 menit lalu

Cravaticum di Zagreb, Kroasia. Instagram.com/cravaticum_museum
Museum Unik di Kroasia Ini Menampilkan Historis Dasi dan Simpul Ikatannya

Cravaticum - Museum Boutique of Cravat menjadi museum dasi pertama di dunia yang berada di Kroasia


Gelombang Panas Ekstrem Melanda Eropa, Negara Mana Saja yang Suhunya Naik?

38 menit lalu

Warga menggunakan payung di bawah sengatan matahari di Tokyo, Jepang, 9 Juli 2024. Jepang diterjang gelombang panas dengan cakupan lebih luas yang belum pernah terjadi sebelumnya. Suhu mencapai rekor tertinggi mendekati 40 derajat celsius, terjadi pada Senin (8/7/2024), di Tokyo dan di wilayah selatan Wakayama. REUTERS/Issei Kato
Gelombang Panas Ekstrem Melanda Eropa, Negara Mana Saja yang Suhunya Naik?

Gelombang panas dengan suhu udara menembus 40 derajat Celcius melanda negara-negara Eropa