Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Menjelang Revolusi di Panem

Oleh

image-gnews
Poster film The Hunger Game Mockingjay
Poster film The Hunger Game Mockingjay
Iklan

The Hunger Game: Mockingjay

TEMPO.CO, JakartaFilm ketiga dari trilogi Hunger Games yang dibelah menjadi dua. Jennifer Lawrence semakin memukau. Musik  dan dialog sangat kuat. 

***

"Are you are you coming to the tree
where they strung a man they said who murdered three
Strange things have happened here no stranger would it been
If we met at midnight in the hanging tree...

Suara Katniss Everdeen yang bergetar menembus  sungai, pepohonan dan bukit-bukit yang mengelilingi reruntuhan distrik 12. Mereka, Katniss dan tim Propo (demikian tim videoggrafer propaganda revolusi) semua tengah duduk di tepi sungai terdiam menumpu rasa putus-asa dan kelam. Lantas saja Pollux (Elden Henson) salah satu kru Propo kehilangan lidah memberi isyarat agar Katniss mengisi kekosongan dan kepedihan itu dengan sebuah lagu. Maka Katniss menyanyikan  lagu “The Hanging Tree” sendirian. Lagu  komposisi James Newton dan band The Lumineers, dan lirik oleh penulis novel Suzanne Collins lantas disusul dengan sebuah koor para pemberontak yang kemudian memanjat pohon-pohon tinggi yang menggapai langit. Dari pucuk , mereka lantas saja mengebom tentara “perdamaian” antek Presiden Snow.

Ini adegan paling memukau sekaligus menegangkan dari seluruh film berdurasi dua jam itu. Bagian inilah yang kemudian melekat di benak penonton dan musik yang mencekam itu terus menerus didengungkan oleh mereka yang sudah menyaksikan, yang percaya dengan mengacungkan tiga jari ke udara adalah lambang kemerdekaan dan kebebasan.

Film ketiga serial Hunger Games berjudul Mockingjay ini dibelah dua –seperti juga film franchise yang meledak sebelumnya seperti Haryy Potter dan Twilight Saga—untuk semakin menggemukkan pundi studio dan investor (dan tentu saja menggemukkan rekening bank sutradara dan para pemain); tetapi itu juga mempunyai risiko yang sudah diduga. Pembelahan sebuah cerita yang seharusnya berlangsung selama satu episode akan membuat bagian pertama menjadi bagian yang ritmenya tertahan-tahan seperti yang terjadi pada Harry Potter the Deatly Hallow Part 1 dan Twilight Saga: Breaking Dawn Part 1.

Tapi, tunggu. Sebelum kita mulai sinis dan jengkel pada kebiasaan Hollywood memeras-meras dompet kita, mari kita saksikan dulu. Permainan Hunger Games kini sudah tidak menjadi persoalan. Seperti yang disampaikan oleh Presiden Snow (Donald Sutherland) di antara senyumnya yang keji, mereka sudah memasuki kehidupan nyata. Perang! Siapapun yang berani melawan, bahkan hanya sekedar mengacungkan tiga jari, akan selesai hidupnya. Distrik 12 hancur lebur dibom. Para pemberontak yang semula berbungkus ‘topeng’ pendukung negara Panem dan rezim Presiden Snow, seperti Plutarch Heavensbee (Philip Seymour Hoffman),  Katniss Everdeen (Jennifer Lawrence) kini sudah membuka samarannya. Bersama Presiden Coin (Julianne Moore), ), Haymitch Abernathy (Woody Harrelson), Effie Trinket  (Elizabeth Banks) (Effie Trinket),  Beetee (Jeffrey Wright)  mereka bergerak , secara harafiah dan metaforikal, dari bawah tanah. Dari ruang tertutup di Distrik 13 yang dilindungi tembok anti peluru dan bergudang persenjataan yang luar biasa.

Katniss masih dalam keadaan bimbang dan marah karena Peeta Mellark  (Josh Hutcherson) masih disekap oleh Capitol. Apalagi setelah menyadari beberapa kali Peeta tampil di televisi seolah sudah ‘diprogram’ dan menjadi bagian dari mesin rezim Capitol. Katniss bukan saja galau, dia sangat yakin Peeta tengah dipaksa atau disiksa agar mengucapkan semua itu.

Film The Hunger Games: Mockingjay — Part I ini, sesuai judulnya masih bagian pertama dari pecahnya sebuah revolusi. Maka adegan laga, rentetan tembakan, hancur leburnya gedung dan tentara yang jahat tentu sudah dimulai, tetapi masih secara sporadis dan hanya terjadi setiap kali kedua belah pihak saling mengancam. Pihak pemberontak yang dipimpin Presiden Coin masih dalam tahap menyusun strategi dan setengah mati membujuk Katniss untuk menjadi lambang perjuangan untuk melawan rezim totalitarian Presiden Snow. Bagi yang sudah membaca novel legendaris 1984 karya George Orwell yang sudah diadaptasikan ke dalam film oleh Michael Radford (1984) pasti akan merasakan juga suasana  serba kelabu dari kostum para pemberontak Distrik 13, warna tembok persembunyian, bahkan suara dan musik menyarankan betapa suram dan tak menentunya hidup sepanjang film. Hanya kekuatan dan kharisma Katniss yang akan mampu menghimpun rasa percaya dan pengorbanan rakyat di semua distrik untuk ikut memberontak melawan kezaliman, meski itu akan (hampir selalu) berarti: mati terbunuh.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Namun saya juga mengartikan seragam kelabu para pemberontak di bawah pimpinan Presiden Coin (yang tak selalu harus kita percaya motivasinya—terutama bagi mereka yang belum atau tidak membaca buku karya Suzanne Collins ini) adalah sebuah tanda-tanda bahwa sebuah kezaliman dari Presiden Snow bisa jadi kelak digantikan oleh kezaliman baru versi Coin. Ini sebuah kecurigaan semata. Pakaian seragam, bagi saya, tak pernah berarti sebuah berita baik. Demikian kata George Orwell. Dan trilogi Hunger Games jelas memiliki elemen Orwellian.

Tetapi pemberontakan ini, maklum diangkat dari novel YA (Young Adult),  harus berbau fisik dan darah. Dan itu baru akan kita temui pada Mockingjay Finale tahun depan. Pada bagian ini kita menemukan Katniss yang marah, galau, dikepung mimpi buruk, khawatir nasib adiknya, khawatir nasib Peeta, bikin film propaganda, mengangkat tiga jari dan ah...tentu saja dia harus menjadi Srikandi sejati yang mengarahkan anak panahnya ke pesawat jahanam dari Capitol (Beetee, seperti Q dalam  James Bond, kini menjadi ahli membuat senjata dari yang konvensional hingga yang unik). Pada saat Katniss mengarahkan panahnya itulah, darah kita ikut berdesir. Boom! Pesawat kena panah dan jatuh berantakan.

Jennifer Lawrence , seorang remaja ajaib yang kini menjadi aktris muda terkemuka di dunia dengan layar yang kelabu itu kembali mengingatkan kita pada peran utama pertamanya sebagai Ree Dolly dalam film  Winter’s Bone (Debra Granik, 2010) yang membuat dia  dinominasikan sebagai Aktris Terbaik Academy Awards. Seorang remaja yang dipaksa menyangga tanggung jawab orang-tua. Dalam film ini, lebih masif dan gigantik, Katniss diberikan tanggungjawab satu republik.   Di usianya yang begitu belia, Katniss kemudian harus segera saja berkenalan dengan kekejian, pengkhianatan (orang yang dicintainya) hingga kelak, kematian demi kematian yang tak berkesudahan.

Di luar seni peran Liam Hemsworth yang masih saja  bertahan untuk tidak berekspresi; atau wig Jennifer Lawrence yang tidak konsisten (kadang berwarna hitam, kadang brunette, kadang agak berombak, kadang lurus seperti sapu ijuk), film ini adalah sebuah lagu pengantar pada peperangan besar yang sesungguhnya. Yang paling mengesankan dari sebuah serial franchise adalah jika menjelang titik akhir film ini tahun depan, kita menanti penuh debar seperti yang terjadi pada serial Harry Potter. Kita berdebar karena ingin menyaksikan peperangan yang dahsyat dan kita juga berdebar karena akan berpisah dengan dunia Katniss yang sudah menjadi bagian dari hidup kita selama beberapa tahun.

Karena itu, nikmatilah saat-saat ini, selagi kita masih merasa berada dalam dunia rekaan Katniss yang penuh daya dan semburan anak panah.

Leila S.Chudori

The Hunger Games: Mockingjay — Part I
Sutradara :
Francis Lawrence

Skenario : Peter Craig dan  Danny Strong
Berdasarkan novel trilogi karya Suzanne Collins

Pemain : Jennifer Lawrence (Katniss Everdeen), Josh Hutcherson (Peeta Mellark), Liam Hemsworth (Gale Hawthorne), Woody Harrelson (Haymitch Abernathy), Elizabeth Banks (Effie Trinket), Julianne Moore (President Coin), Philip Seymour Hoffman (Plutarch Heavensbee), Jeffrey Wright (Beetee), Sam Claflin (Finnick Odair), Jena Malone (Johanna Mason), Stanley Tucci (Caesar Flickerman) and Donald Sutherland (President Snow).

 

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Peluncuran Ulang Film The Beatles 'Let it Be' Didahului Perilisan Buku 'All You Need Is Love'

4 hari lalu

The Beatles. Foto: Instagram/@thebeatles
Peluncuran Ulang Film The Beatles 'Let it Be' Didahului Perilisan Buku 'All You Need Is Love'

Buku tentang The Beatles diluncurkan menjelang rilis ulang film Let It Be


Next Stop Paris, Film Romantis Hasil Kecanggihan AI

6 hari lalu

Cuplikan trailer Next Stop Paris, film hasil AI Generatif buatan TCL (Dok. Youtube)
Next Stop Paris, Film Romantis Hasil Kecanggihan AI

Produsen TV asal Cina, TCL, mengembangkan film romantis berbasis AI generatif.


7 Rekomendasi Film Fantasi yang Terinspirasi dari Cerita Legenda dan Dongeng

7 hari lalu

Poster film The Green Knight. Foto: Wikipedia.
7 Rekomendasi Film Fantasi yang Terinspirasi dari Cerita Legenda dan Dongeng

Film fantasi yang terinspirasi dari cerita legenda dan dongeng, ada The Green Knight.


8 Film Terbaik Sepanjang Masa Berdasarkan Rating IMDb

10 hari lalu

Mansion di film The Godfather (Paramount Picture)
8 Film Terbaik Sepanjang Masa Berdasarkan Rating IMDb

Untuk menemani liburan Idul Fitri, Anda bisa menonton deretan film terbaik sepanjang masa berdasarkan rating IMDb berikut ini.


Christian Bale Berperan dalam Film The Bride sebagai Monster Frankenstein

12 hari lalu

Aktor Christian Bale menghadiri pemutaran perdana film terbarunya, `Exodus:Gods and Kings` di Madrid, Spanyol, 4 Desember 2014. REUTERS
Christian Bale Berperan dalam Film The Bride sebagai Monster Frankenstein

Christian Bale menjadi monster Frankenstein dalam film The Bridge karya Maggie Gyllenhaal


7 Film yang Diperankan Nicholas Galitzine

13 hari lalu

Film The Idea of You. (dok. Prime Video)
7 Film yang Diperankan Nicholas Galitzine

Nicholas Galitzine adalah seorang aktor muda yang sedang melesat, Galitzine telah membuktikan dirinya sebagai salah satu bintang muda yang paling menjanjikan di industri hiburan.


Deretan Film yang Pernah Dibintangi Babe Cabita

14 hari lalu

Babe Cabita. Foto: Instagram/@noah_site
Deretan Film yang Pernah Dibintangi Babe Cabita

Selain terkenal sebagai komika, Babe Cabita juga pernah membintangi beberapa judul film, berikut di antaranya.


5 Fakta The First Omen, Lanjutan Film Horor Klasik Tahun 1976

15 hari lalu

The First Omen. Foto: Istimewa
5 Fakta The First Omen, Lanjutan Film Horor Klasik Tahun 1976

The First Omen adalah prekuel dari film horor supernatural klasik 1976 The Omen. The Omen mengungkap konspirasi setan yang melibatkan Pastor Brennan, Pastor Spiletto, dan Suster Teresa, yang rela mengorbankan nyawanya untuk melindungi Damien.


6 Film Horor yang Mengambil Tema Teori Konspirasi untuk Alur Ceritanya

16 hari lalu

Untuk menemani waktu lebaran, berikut ini rekomendasi film horor yang mengambil tema teori konspirasi. Film ini memiliki alur cerita unik dan berbeda. Foto: Canva
6 Film Horor yang Mengambil Tema Teori Konspirasi untuk Alur Ceritanya

Untuk menemani waktu lebaran, berikut ini rekomendasi film horor yang mengambil tema teori konspirasi. Film ini memiliki alur cerita unik dan berbeda.


8 Rekomendasi Film dan Serial Disney+ Hotstar yang Cocok Ditonton Selama Mudik

17 hari lalu

Reply 1988. Foto: Disney+ Hotstar
8 Rekomendasi Film dan Serial Disney+ Hotstar yang Cocok Ditonton Selama Mudik

Daftar film dan serial beragam genre di Disney+ Hotstar yang bisa menemani perjalanan mudik.