Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Sekelumit Jakarta di dalam Film Hollywood

Oleh

image-gnews
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta-  Sutradara Michael Mann membutuhkan empat kota di empat negara untuk lokasi filmnya, termasuk Jakarta. Tapi sungguh cerita dan eksekusi film ini mengecewakan.

***

BLACK HAT
Sutradara : Michael Mann
Skenario   : Morgan Davis Foehl, Michael Mann
Pemain     : Chris Hemsworth, Tang Wei, Viola Davis, Ritchie Coster

Kesalahan utama para penggemar film, mereka (termasuk saya) sering berharap banyak kepada nama-nama besar karena jaminan karya mereka di masa lalu.  Nama Michael Mann sudah telanjur menjadi sutradara yang saya nantikan karyanya terutama dua film yang mendapatkan pujian kritikus seperti Heat (1995 ketika kali pertama Al Pacino berhadapan dengan Robert de Niro) dan film The Insider (yang kemudian menjadi salah satu tontonan wajib para calon wartawan).

Apalagi sutradara Michael Mann datang ke Jakarta untuk berburu lokasi dan syuting di Lapangan Banteng setahun silam sekaligus menyempatkan diri bertemu dengan komunitas film Indonesia untuk membagi pengalaman, harapan itu semakin membumbung ke langit bukan saja karena nama besarnya, tapi juga karena mendengar kisah ketelitian dan perfeksionisnya sang sutradara.

Film Blackhat , yang disebut sutradaranya sebagai film cybercrime thriller, termasuk sebuah proyek ambisius yang menantang.  Film ini mencakup lokasi Los Angeles, Beijing, Perak dan Jakarta dan menurut sang sutradara, ia ingin menggabungkan kisah cyber crime sekaligus laga.

Maka Mann menciptakan sebuah sosok Nicholas Hathaway. Nick yang tubuhnya sangat Thor itu (baca: hanya berisi otot dan batu bata), dan sudah jelas mudah menaklukkan belasan begajulan hanya sekali tekuk itu harus kita percaya sebagi seorang jenius internet jebolan kampus prestisus MIT, AS. Nick  dipenjara karena berhasil menjebol sebuah bank besar “Saya hanya melakukan hacking bank besar yang merugikan masyarakat,” demikian sang hacker jenius menuturkan logikanya. Ia divonis penjara 15 tahun untuk logikanya yang miring itu.

Michael Mann membuka adegan filmnya dengan perjalanan kamera yang meliuk-liuk menyorot jaringan sirkuit yang menjadi imaji dunia dalam jaringan komputer. Imaji ini  menyajikan bayangan betapa cepat dan sigapnya data bisa terkirim dan terlempar ke dunia lain yang begitu antah berantah di luar jangkauan kita, manusia awam yang tak fasih dengan bahasa internet. Dan dunia tak terjangkau inilah yang bisa disentuh oleh orang jenius macam Nicholas Hathaway.

Ketika sebuah sistem pusat tenaga nuklir di Beijing terganggu dan harga saham kedelai mendadak melejit secara tak wajar, pihak intelijen kedua negara menyadari adanya hacker yang mengganggu sistem , meski mereka tak faham apa keinginan sang penyelundup itu. Apa boleh buat, setelah mengupayakan semua ahli forensik cyber yang gagal faham,  analis keamanan digital Chen Dawai (Wang Leehom) meyakinkan kolega dari FBI, AS Carol Barrett (Viola Davis) untuk meminta bantuan Nick Hathaway mengulik dan memburu hacker tersebut.

Lantas penontonpun berkenalan dengan sang hacker jenius yang angkuh, ganteng, gigantik dan segalanya. Dibantu adik perempuan Chen Dawai  yang cantik bernama  Chen Lien (Tang Wei), bersama dua agen FBI, maka lengkaplah tim pemburu itu mencari tahu si penjahat dunia maya dan apa tujuan akhir dari kegemarannya mengacaukan harga saham dan mengacaukan jaringan nuklir Cina. Lebih gawat lagi, menurut si jenius bertubuh Thor, “serangan yang sesungguhnya akan terjadi sebentar lagi,” dan karena itu mereka diburu waktu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kriminal dalam dunia cyber –bahkan bagi sutradara papan ataspun—memang tak mudah untuk dibuat menarik secara visual. Sejauh ini semua film yang menyangkut kejahatan cyber baik di dalam serial televisi maupun layar lebar selalu saja memperlihatkan tokoh-tokohnya menatap layar, lantas saling berdialog pingpong tentang yang terjadi pada layar komputer seraya melontarkan kata macam “IP Address” dan kata-kata teknis lainnya yang membuat penonton terpaksa percaya saja apapun yang diucapkan sang tokoh. Para jagoan teknologi itu akan saling  berbincang yang sebetulnya berisi penjelasan pada  penonton bahwa si penjahat sudah melakukan A,B dan C, dan mereka sebagai superhero cyber harus melakukan X,Y dan Z. Nah, X, Y dan Z ini diartikulasikan oleh Michael Mann sebagai gabungan kisah Jason Bourne yang berlari-lari sepanjang film; lantas ada elemen James Bond karena mereka berloncatan ke berbagai negara eksotis (harap maklum Indonesia dan Malaysia untuk Hollywood terdengar jauh dan eksotis), lantas ada sedikit elemen Julian Assange yang menempuh jalan menabrak hukum demi apa yang dianggap berbuat baik untuk masyarakat.

Untuk drama dan emosi, tentu kita perlu mengenal anggota tim itu satu persatu. Carol Barret yang diperankan dengan sangat baik—mungkin dia menjadi salah satu alasan untuk bertahan—diberikan latar belakang keluarganya; lantas yang sudah bisa ditebak adalah keterlibatan antara ‘superhero’ kita Nich Hathaway dengan si jelita Chen Lien.

Sayang saja, dengan nama besar sutradara dan setting yang begitu mahal, tetap saja bagi penonton yang sudah dihajar dengan film thriller-laga seperti serial Bourne atau Mission Impossible, film terbaru Mann menjadi sungguh layu. Gerak perburuan tak sesigap dan secepat film thriller Hollywood lazimnya. Para penjahat juga ternyata tetap klise: wajah bergajulan seperti preman dan bahkan di Jakarta kita bertemu dengan si bos yang mengenakan kemeja batik. Astaga.  Tokoh-tokoh baiknyapun  tak sempat tertanam di dalam hati penonton untuk ditangisi kematian atau kesengsaraannya. Semuanya serba tanggung.

Bagi penonton Indonesia, mungkin daya tariknya adalah bagaimana Mann memperlakukan Jakarta sebagai bagian dari dunia rekaannya. Setelah berburu penjahat ke Beijing dan Perak, sejoli Nick dan Chen Lien meneruskan pengejaran ke Jakarta dalam situasi buron, karena Nick lagi-lagi melanggar hukum dengan menembus situs NSA (National Security Agency) untuk menguak software Black Widow yang seharusnya merupakan rahasia negara. Dengan mendapatkan software Black Widow, Nick dan timnya berhasil mengetahui jejak para kriminal yang sudah kabur ke Jakarta.

Jakarta yang dipilih Mann adalah Lapangan Banteng yang dalam film ini  dibuat sebagai taman fiktif bersana Papua Square. Sebuah perayaan fiktif yang terdiri dari berbagai tari—salah satunya tari Bali—yang kemudian dicampur dengan berbagai simbol ‘ke Indonesiaan’ seperti ondel-ondel dan patung wayang digunakan sebagai efek dekoratif. Adegan besar dan diisi oleh 2000 orang figuran Indonesia ini adalah sebuah adegan akhir, sebuah adegan konfrontasi antara Nick dengan serombongan penjahat itu lebih mirip preman biasa daripada orang-orang yang akrab dengan komputer. Harus diakui, meski adegan ini tak berhasil membangun ketegangan apapun, warna-warni festival dan energi para penari menarik. Mann mengaku kepada Tempo bahwa ia memilih Jakarta sebagai lokasi karena “ada energi di Jakarta yang menarik hati saya. Ada denyut nadi dan reaksi penduduknya terhadap problem kepadatan jalanan yang sungguh  mengagumkan,” kata Mann. Dia mengaku tertarik pada “arsitektur Jakarta yang warna-warninya saling bertabrakan dengan lampu neon berwarna biru, hijau dengan aksen kuning”.

Memang warna-warni itu kontras dengan gelap malam Jakarta. Sayang sekali adegan kejar mengejar di tengah festival tak bernama itu tetap saja tak mengirim ketegangan apapun. Akhir dari tembak menembak dan baku hantam itupun juga tak memberikan penyelesaian apa-apa. Nick dan Chen Lie keluar dari Jakarta seolah mereka keluar dari sebuah kawah yang baru saja membakarnya, padahal di Jakarta tidak terjadi apapun kecuali baku hantam melawan si penjahat berbaju batik itu.

Sudah waktunya kita tak lagi berharap terlalu tinggi pada nama besar sutradara.

Leila S.Chudori


Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Komika Arie Kriting Besut Film Kaka Boss, Berikut Film Lain yang Dibintanginya Termasuk Agak Laen

3 jam lalu

Stand Up Comedian Arie Kriting dengan gaya khas orang Timur tampil menghibur penonton di ajang Tujuh Hari Untuk Kemenangan Rakyat di Teater Salihara, Jakarta,  19 Juli 2014. TEMPO/Nurdiansah
Komika Arie Kriting Besut Film Kaka Boss, Berikut Film Lain yang Dibintanginya Termasuk Agak Laen

Arie Kriting menjadi sutradara film Kaka Boss. Sebelumnya, ia telah bermain dalam beberapa film termasuk Agak Laen.


Sinopsis dan Pemain Film Korea Dead Man, Angkat Kasus Penggelapan Uang

14 jam lalu

Film Dead Man. Dok. Vidio
Sinopsis dan Pemain Film Korea Dead Man, Angkat Kasus Penggelapan Uang

Film Korea Dead Man mengikuti kisah menegangkan Cho Jin Woong dan Kim Hee Ae yang terjebak kasus penggelapan uang.


Cerita Lukman Sardi Tinggal dengan Orang Tua Angkat saat Syuting Kabut Berduri

1 hari lalu

Lukman Sardi setelah private screening film Kabut Berduri di Jakarta, Kamis, 11 Juli 2024. Dok. Netflix
Cerita Lukman Sardi Tinggal dengan Orang Tua Angkat saat Syuting Kabut Berduri

Lukman Sardi menceritakan pengalamannya yang sangat berkesan ketika tinggal di Rumah Panjang saat syuting film Kabut Berduri di Kalimantan.


Transformasi Timothee Chalamet sebagai Bob Dylan dalam Trailer A Complete Unknown

1 hari lalu

Timothee Chalamet sebagai Bob Dylan dalam trailer film A Complete Unknown. Foto: YouTube
Transformasi Timothee Chalamet sebagai Bob Dylan dalam Trailer A Complete Unknown

Perubahan penampilan Timothee Chalamet yang mengikuti gaya berpakaian Bob Dylan dalam trailer A Complete Unknown.


Film Kaka Boss Rilis Trailer Resmi, Tonjolkan Dinamika Hubungan Ayah dan Anak

1 hari lalu

Mamat Alkatiri, Elsa Japasal, Aurel Mayori, Abdur Arsyad, Chun Funky Papua, dan Ernest Prakasa di acara konferensi pers sekaligus penayangan official trailer film Kaka Boss yang diadakan di Epicentrum, Jakarta Selatan pada Rabu, 24 Juli 2024. TEMPO/Hanin Marwah
Film Kaka Boss Rilis Trailer Resmi, Tonjolkan Dinamika Hubungan Ayah dan Anak

Film Kaka Boss dibintangi oleh Godfred Orindeod tentang drama keluarga dari Indonesia Timur yang tinggal di Jakarta.


Inside Out 2 Kalahkan Frozen 2 sebagai Film Animasi Terlaris Sepanjang Sejarah

1 hari lalu

Film Inside Out 2. Foto: Instagram/@pixar
Inside Out 2 Kalahkan Frozen 2 sebagai Film Animasi Terlaris Sepanjang Sejarah

Inside Out 2 menjadi film animasi terlaris sepanjang masa di box office seluruh dunia setelah mengalahkan Frozen 2.


Selain Drama Korea Our Movie, Ini Deretan Karya Sineas yang Menceritakan Industri Film

2 hari lalu

Poster film The Fabelmans. Foto: Wikipedia.
Selain Drama Korea Our Movie, Ini Deretan Karya Sineas yang Menceritakan Industri Film

Drama Korea Our Movie menambah daftar karya sineas yang menceritakan tentang seluk beluk dunia film.


Film Kaka Boss Berawal dari Keresahan Arie Kriting, tentang Keluarga Indonesia Timur

2 hari lalu

Arie Kriting, Putri Nere, Glory Hillary, dan Godfred Orindeod di acara konferensi pers sekaligus penayangan official trailer film Kaka Boss yang diadakan di Epicentrum, Jakarta Selatan pada Rabu, 24 Juli 2024. TEMPO/Hanin Marwah
Film Kaka Boss Berawal dari Keresahan Arie Kriting, tentang Keluarga Indonesia Timur

Kaka Boss disutradarai oleh Arie Kriting menghadirkan drama keluarga Indonesia Timur yang berfokus pada hubungan ayah dan anak.


Sutradara Incaran untuk Film Baru Avengers, Mengenal Russo Bersaudara

2 hari lalu

Robert Downey Jr. dalam Avengers: Endgame (2019)
Sutradara Incaran untuk Film Baru Avengers, Mengenal Russo Bersaudara

Joe Russo dan Anthony Russo sedang dalam tahap awal pembicaraan dengan Marvel Studios untuk menggarap dua film baru Avengers


Deretan Film Petualangan Doraemon dan Nobita, Variasi Alur Cerita dan Populer

3 hari lalu

Poster film Doraemon: Nobita's Earth Symphony. Foto: Wikipedia
Deretan Film Petualangan Doraemon dan Nobita, Variasi Alur Cerita dan Populer

Doraemon: Nobita's Earth Symphony film ke-43 dari waralaba Doraemon