Pemerintah Indonesia mesti siaga mengantisipasi dampak krisis terbaru Timur Tengah. Arab Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab, dan Mesir memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar. Yaman, Libya, dan Maladewa bergabung. Qatar dinilai memperusuh kawasan karena menyokong kelompok-kelompok Islam yang mereka kategorikan sebagai kelompok teroris, seperti Al-Qaidah, Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS), yang didukung Iran; Hamas, serta Al-Ikhwan Al-Muslimun.
Krisis dipicu oleh komentar Emir Qatar, Syeikh Tamim bin Hamad bin Al-Thani, di media Qatar pada akhir Mei lalu, yang mengkritik kebijakan Amerika terhadap Iran dan menyanjung Iran sebagai kekuatan Islam. Emir juga menyatakan dukungannya kepada Hamas dan Al-Ikhwan Al-Muslimun. Tapi Qatar menyatakan media tersebut diretas dan hal itu merupakan berita palsu. Mereka menyangkal dukungan terhadap kelompok teroris.
Kendati begitu, Arab dan "kawan-kawan" tetap tak percaya. Arab, Bahrain, Uni Emirat Arab, dan Mesir mengusir diplomat dan warga Qatar dari negerinya. Mereka memutus lalu lintas udara, air, dan darat dengan negeri pengekspor gas alam cair terbesar di dunia tersebut. Padahal barang-barang Qatar banyak diimpor lewat perbatasan dengan Arab Saudi. Bahkan 40 persen suplai makanan Qatar melewati perbatasan darat Arab, yang merupakan satu-satunya perbatasan darat negeri terkaya ketiga versi Dana Moneter Internasional (IMF) itu.
Indonesia tak boleh diam terhadap krisis ini. Sekitar 43 ribu warga Indonesia tinggal di Qatar. Belum lagi, banyak orang Indonesia di luar Qatar yang bisa terancam dampak krisis ini, misalnya untuk urusan penerbangan. Tak sedikit warga Indonesia yang transit di Qatar dalam perjalanan umrah ke Arab Saudi. Pemerintah semestinya mulai membuka layanan buat masyarakat Indonesia yang terkena dampak tersebut.
Selain itu, Jakarta selayaknya bertindak aktif di jalur diplomasi. Negara-negara yang bersengketa diajak duduk bersama mendorong perdamaian tanpa campur tangan soal urusan dalam negeri negara lain. Kita tidak ingin konflik kian memburuk dan memperluas ketegangan, atau, pada titik ekstrem, menimbulkan pertumpahan darah di Timur Tengah. Apalagi di Qatar telah siaga sekitar 10 ribu tentara Amerika yang bermarkas di pangkalan Al-Udeid.
Indonesia juga terancam terkena dampak ekonomi bila krisis memburuk. Nilai perdagangan Indonesia-Qatar pada tahun lalu mencapai US$ 915 juta, di mana sekitar US$ 743 juta merupakan impor minyak dan gas oleh Indonesia.
Dorongan membuka ruang diskusi bisa dilakukan lewat jalur komunikasi bilateral dengan masing-masing negara. Bisa juga melalui jalur multilateral, misalnya melobi di Perserikatan Bangsa-Bangsa atau Organisasi Negara-Negara Islam, OKI. Indonesia pernah memimpin upaya penyelesaian masalah Palestina di kalangan negara-negara Islam. Juga mengupayakan rekonsiliasi Arab Saudi dan Iran setelah eksekusi ulama Syiah di Arab Saudi pada awal tahun lalu. Jalan yang sama kembali bisa ditempuh.