TEMPO.CO, Jakarta- Film karya Djenar Maesa Ayu yang terbaru yang menampilkan satu pemain. Ine Febriyanti tampil bersinar.
Nay memutuskan untuk menyusuri jalan-jalan gelap Jakarta. Sendiri. Atau berdua dengan yang tumbuh dalam rahimnya,
Djenar memulai film ini tanpa banyak basa-basi. Sebuah kota—yang saya anggap—adalah sebuah kota fiktif yang mirip Jakarta, karena pada jam sembilan malam Nay bisa meluncur dengan mulus tanpa mengalami kemacetan apapun. Kali ini, Djenar membuat sebuah eksperimen menggunakan satu tokoh bernama Nayla, seorang perempuan muda yang penuh dengan drama di dalam mobil kuning yang sempit itu. Interaksi dengan sang pacar , Ben si pengecut anak mama (suara Paul Agusta) ; ibu Ben (suara Ninik L.Karim) yang sangat dominan dan Ajeng sahabat sekaligus manajernya yang mencari aman dalam hidup dilakukan melalui telepon sementara Nay menyetir di sebuah malam yang basah.
Nay (diperankan Ine Febriyanti), seperti juga tokoh-tokoh Djenar pada karya sebelumnya—cerpen dan film-- adalah seorang perempuan kompleks dan riuh. Seorang aktris yang wajahnya terpampang di billboard jalan-jalan yang dilaluinya yang sepanjang jalan mengalami dilema dengan janin yang dikandungnya dan harus sibuk menangkis sikap kekasihnya yang seenaknya.
Pilihan format film ini—yang nampaknya terinspirasi oleh film Locke karya Steven Knight—menarik: seorang tokoh di dalam sebuah mobil. Tentu saja sebelumnya kita juga pernah menyaksikan film-film yang mengandalkan satu aktor seperti Cast Away ( Robert Zemeckis, 2000) yang hanya diperankan Tom Hanks dan Buried (Rodrigo Cortes, 2010) yang menampilkan Ryan Reynolds. Di dalam film Nay, Ine Febriyanti ‘dikurung’ di dalam mobil Mini Cooper sendirian. Artinya Djenar harus mampu menyedot perhatian penonton menyaksikan monolog Ine selama satu setengah jam. Itu tidak mudah bukan hanya karena lokasi yang memberi kesan klaustrofobik: sempit, sesak dan tak nyaman; juga sang aktor harus mampu berperan dengan cemerlang. Dan Ine Febriyanti berhasil menyajikan seorang Nay yang penuh kemarahan , penuh dendam karena terus menerus karena luka masalalu yang tak kunjung sembuh.
Ada hal-hal penting yang masih menjadi problem perempuan di negeri ini yang menjadi dialog sengit antara Nay dengan kekasihnya: siapakah pemilik tubuh seorang perempuan? Juga standar ganda yang diungkap ibu Ben yang menganggap “kau kan sudah tidur dengan lelaki-lelaki lain....” Jika persoalan ini lebih dijelajahi, karakter ini akan lebih menukik.
Semua problem Nay tampil sebagai bagian dari seluruh drama hidup Nay yang dirungkus menjadi satu setengah jam. Di dalam sosok Nay kita melihat tokoh-tokoh ciptaan Djenar sebelumnya yang bermetamorfosa, berganti rupa dan nama, tapi tetap memiliki ruh yang sama dan Ine menyemprotkan perwujudan itu kembali ke layar. Ine memang seorang seniman yang sudah memperlihatkan kemampuannya sebagai aktris monolog.
Film Nay –dengan arahan dan skenario Djenar--akhirnya mengukuhkan Ine Febriyanti sebagai salah satu aktris Indonesia di layar lebar yang perlu diperhitungkan.
Leila S.Chudori
NAY
Sutradara: Djenar Maesa Ayu
Skenario: Djenar Maesa Ayu
Pemain: Ine Febriyanti
Produksi: Rumah Karya Sjuman