Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Batik...

Oleh

image-gnews
Iklan

Di pakaian seragam para atlet untuk Olimpiade di Rio, di restoran Indonesia di Amsterdam, di ruang tamu para pejabat di Jakarta, di tas cendera mata konferensi internasional di Bali, "Indonesia" adalah batik, ukiran garuda, kain songket.... Hiasan-hiasan yang tak lagi jadi pemanis, tapi penanda.

Dalam sejarahnya, penanda itu lama-kelamaan mengeras, membeku, memberati. Perannya sebagai ornamen hilang; ia bisa ditampilkan dengan selera estetik yang minimal dan dorongan komunikatif yang maksimal. Dalam perkembangannya, gambar "garuda" harus dibuat sesuai dengan standar, sesuai dengan kelaziman, agar mudah dipahami, meskipun bentuknya kaku. Ia bukan lagi karya desain. Ia pesan ideologis. Umumnya didukung kekuasaan, ia diulang-ulangi sebagai mantra visual. Ia kegemaran para pejabat yang cemas bila melihat apa saja yang baru dan tak biasa. Ia, penanda yang membeku itu, dijaga para birokrat, makhluk yang hidup dengan s.o.p.

Bersama itu, apa yang disebut "identitas" Indonesia terjerat. Ia mengalami osifikasi.

Gejala ini sudah lama sebenarnya. Sejak elite sosial-politik kita bertemu dengan manusia lain dan dunia lain, persoalan "identitas" jadi kerepotan yang tak henti-hentinya. Imperialisme Eropa, yang merengkuh pelbagai jenis manusia dari pelbagai sudut muka bumi, membuat pertemuan itu sebuah perubahan sejarah. Sering kali traumatis. Edward Said dengan tepat menguraikannya: "Imperialisme berhasil mengkonsolidasikan campuran kebudayaan dan identitas dalam skala global," tulisnya di akhir buku Culture and Imperialism. "Tapi pemberiannya yang terburuk dan yang paradoksal adalah memungkinkan orang untuk yakin bahwa mereka hanyalah, semata-mata, Putih, atau Hitam, atau orang Barat, atau orang Timur."

"Memungkinkan orang untuk yakin" butuh kekuasaan dan hegemoni. Membuat orang yakin bahwa dirinya "hanyalah, semata-mata" Timur adalah membuat penanda identitas jauh dari percampuran: batik, garuda, dan lain-lain itu harus mengikuti tradisi; si bumiputra, si inlander, mesti "asli".

Syahdan, sejarah imperialisme mencatat sejumlah "pameran kolonial", sejak abad ke-19 sampai dengan abad ke-20. Di Jerman pameran itu juga disebut Vlkerschauen, tempat manusia dari tanah jajahan didatangkan dan dipertontonkan di kota-kota besar Eropa. Dari sini, yang "eksotis" pada manusia non-Eropa dikukuhkan. Mula-mula dengan sikap menghina, pada gilirannya ia jadi daya tarik. Tapi dengan itu pula stereotipe tentang Sang Lain diproduksi dan disebarluaskan.

Dalam sepucuk surat bertanggal 9 Januari 1901, Kartini menceritakan sepasang tamu Eropa yang datang ke Jepara untuk menemuinya dan adik-adiknya: "Aku yakin orang tidak akan memberikan seperempat perhatian mereka kepada kami [seandainya kami tidak] memakai sarung dan kebaya, melainkan gaun; [seandainya] selain nama Jawa kami, kami punya nama Belanda...."

Ada nada sarkastis yang halus pada kalimat itu. Ada kepedihan merasakan ditatap dalam jerat "identitas". Ada rasa geli yang getir karena dilekati label eksotis dan penanda yang keras, beku, memberati.

Saya tak akan heran jika hal itu juga yang membuat para siswa STOVIA menyimpan bara pembangkangan kepada pemerintah kolonial dalam diri mereka: mereka harus mengenakan pakaian daerah, tak diizinkan berpakaian jas dan pantalon, sebagaimana mereka, ketika jadi dokter, hanya boleh naik kereta kelas dua, tak boleh kelas satumeskipun orang Eropa yang lebih rendah jabatannya mendapat privilese itu.

Saya bisa membayangkan bagaimana sedihnya Raden Saleh, sepulang kembali ke tanah kelahirannya, ditolak Ratu Belanda ketika ia memohon satu hal: diperkenankan mengenakan kostum marinir Belanda, meskipun seragam itu sudah tak dipergunakan lagi....

Pemerintah kolonial, kita tahu, memisah-misahkan manusia dalam apartheid agar bisa dikuasai. Tapi kadang-kadang wajahnya manis: wajah pelindung "identitas" pribumi, penganjur tradisi (yang tak jarang "feodalistis"), dan segala hal yang diberi label "asli".

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kemudian meledak Revolusi 1945. Dalam kebudayaan, semangat revolusi itu ditandai semangat menghancurkan penanda-penanda yang membeku. Merdeka juga berarti melepaskan diri dari osifikasi "jati diri".

Chairil Anwar dan teman-temannya disebut sebagai "Angkatan 45", tapi tampak: elan perlawanan mereka tak diwujudkan dalam pekik "nasionalisme" yang lazim, yang umumnya dikaitkan dengan tahun 1945. Kalimat terkenal dalam manifesto mereka, Surat Kepercayaan Gelanggang, yang terbit pada 1949:

Kami tidak akan memberikan suatu kata-ikatan untuk

kebudayaan Indonesia. Kalau kami berbicara tentang

kebudayaan Indonesia, kami tidak ingat kepada melap-lap

hasil kebudayaan lama sampai berkilat dan untuk

dibanggakan, tetapi kami memikirkan suatu penghidupan

baru yang sehat.

Dengan itulah generasi Chairil memerdekakan kita: menerjang kebekuan.

Goenawan Mohamad

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Komika Arie Kriting Besut Film Kaka Boss, Berikut Film Lain yang Dibintanginya Termasuk Agak Laen

4 menit lalu

Stand Up Comedian Arie Kriting dengan gaya khas orang Timur tampil menghibur penonton di ajang Tujuh Hari Untuk Kemenangan Rakyat di Teater Salihara, Jakarta,  19 Juli 2014. TEMPO/Nurdiansah
Komika Arie Kriting Besut Film Kaka Boss, Berikut Film Lain yang Dibintanginya Termasuk Agak Laen

Arie Kriting menjadi sutradara film Kaka Boss. Sebelumnya, ia telah bermain dalam beberapa film termasuk Agak Laen.


Olivia Rodrigo Tegaskan Dukungan untuk Kamala Harris atas Isu Hak Reproduksi

5 menit lalu

Olivia Rodrigo/Foto: Instagram/Olivia Rodrigo
Olivia Rodrigo Tegaskan Dukungan untuk Kamala Harris atas Isu Hak Reproduksi

Olivia Rodrigo menunjukkan dukungannya kepada Kamala Harris dengan mengunggah ulang video yang mengkritik kebijakan Donald Trump tentang aborsi.


Cegah Wabah, WHO Kirim Lebih dari 1 Juta Vaksin Polio ke Gaza

5 menit lalu

Anak-anak Palestina menangis saat berebut makanan dimasak oleh dapur amal, di tengah kelangkaan makanan, saat konflik Israel-Hamas berlanjut, di Jalur Gaza utara, 18 Juli 2024. REUTERS/Mahmoud Issa
Cegah Wabah, WHO Kirim Lebih dari 1 Juta Vaksin Polio ke Gaza

WHO mengirimkan lebih dari satu juta vaksin polio ke Gaza untuk mencegah anak-anak terkena wabah


PSN Rempang Eco City Tetap Lanjut, Walhi: Suara Rakyat Diabaikan

5 menit lalu

Warga Rempang bentangkan spanduk di atas kapal di laut Pulau Rempang, Kota Batam, Senin, 20 Mei 2024. TEMPO/Yogi Eka Sahputra
PSN Rempang Eco City Tetap Lanjut, Walhi: Suara Rakyat Diabaikan

Pemerintah memutuskan untuk tetap melanjutkan Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City. Walhi sebut pemerintah abaikan suara rakyat.


Segini Harta Kekayaan Hakim MA yang Perintahkan Rumah Istri Rafael Alun Dikembalikan

5 menit lalu

Terdakwa mantan pejabat eselon III kabag umum Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Selatan II, Rafael Alun Trisambodo (tengah) berbincang dengan kuasa hukumnya saat mengikuti sidang pembacaan surat amar putusan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin, 8 Januari 2024. Rafael menyatakan masih pikir-pikir soal kemungkinan mengajukan banding atas vonis 14 Tahun penjara dan denda Rp 500 juta yang dijatuhkan  Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi kepadanya. TEMPO/Imam Sukamto
Segini Harta Kekayaan Hakim MA yang Perintahkan Rumah Istri Rafael Alun Dikembalikan

Lewat putusan kasasi, hakim MA (Mahkamah Agung) memerintahkan harta istri Rafael Alun Trisambodo dikembalikan. Segini kekayaan hakim tersebut.


Sepak Terjang Hendry Lie, Tersangka Korupsi Timah yang Keberadaannya Dimonitor Kejagung

5 menit lalu

Hendry Lie. (Dok. PT. Tinindo Inter Nusa (TIN))
Sepak Terjang Hendry Lie, Tersangka Korupsi Timah yang Keberadaannya Dimonitor Kejagung

Hendry Lie, tersangka korupsi timah yang juga pendiri perusahaan maskapai PT Sriwijaya Air.


Login WhatsApp Web Kini Bisa Tanpa Nomor Telepon, Muncul Risiko Penipuan Akun

5 menit lalu

WhatsApp Web. Kredit: Tech Advisor
Login WhatsApp Web Kini Bisa Tanpa Nomor Telepon, Muncul Risiko Penipuan Akun

Privasi pengguna kian aman saat memakai WhatsApp Web yang didaftarkan tanpa nomor telepon. Namun, pengguna jadi harus mewaspadai akun palsu.


Kupas Tuntas Perpres Nomor 76 Tahun 2024 Soal IUP yang Baru Disahkan Presiden Jokowi

15 menit lalu

Presiden Jokowi memberikan keterangan usai meluncurkan golden visa Indonesia di hotel ritz carlton, Jakarta Selatan, Kamis,  25 Juli 2024. TEMPO/Daniel a. Fajri
Kupas Tuntas Perpres Nomor 76 Tahun 2024 Soal IUP yang Baru Disahkan Presiden Jokowi

Di dalam JDIH Kemensesneg di Jakarta telah memuat ketentuan distribusi IUP kepada kelompok masyarakat tercantum dalam Pasal 5A ayat (1).


Persiapan yang Harus Dilakukan Sekolah Saat Penghapusan Jurusan di SMA Dihapus

19 menit lalu

Siswa SMA melihat koleksi Museum Adityawarman di Ruangan Perhiasan pada 21 September 2023. (TEMPO/Fachri Hamzah)
Persiapan yang Harus Dilakukan Sekolah Saat Penghapusan Jurusan di SMA Dihapus

Kemendikbudristek mulai menerapkan penghapusan jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA pada tahun ajaran 2024/2025.


2 Pengajar Pondok Pesantren di Kabupaten Agam Diduga Sodomi 40 Santri Sejak 2022

32 menit lalu

ilustrasi
2 Pengajar Pondok Pesantren di Kabupaten Agam Diduga Sodomi 40 Santri Sejak 2022

2 pengajar salah satu pondok pesantren di Kecamatan Canduang, Kabupaten Agam, ditangkap Polresta Bukittinggi karena mencabuli 40 santri.