Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Rakyat

Oleh

image-gnews
Iklan

Setelah pembangkangan 17 Juni itu,
Sekretaris Persatuan Pengarang membagikan selebaran
di Jalan Raya Stalin.
Dikatakannya bahwa rakyat telah melanggar
kepercayaan Pemerintah,
dan hanya bisa menebusnya kembali
dengan usaha berlipat ganda.

Tidakkah dalam hal ini sebenarnya lebih mudah
bagi Pemerintah
untuk membubarkan rakyat
dan memilih rakyat yang baru?

Bertolt Brecht (1953)

Pagi hari di pertengahan Juni 1953, buruh bangunan di satu bagian timur Berlin memulai sesuatu yang semula tak terpikirkan di bawah kekuasaan Partai Komunis: mereka mogok. Mereka berontak.

Sudah sejak musim semi ketakpuasan menjalar: upah dirasakan tak cukup dan penghasilan timpang. Kepada para pejabat Partai dan serikat pekerja Bolsyewik yang datang membujuk, seorang buruh berseru, "Perut kalian buncit, tapi coba lihat kami; penghasilan kalian tak cuma 144 mark; kalian mendapat 1.200." Dan ketika masih diulang anjuran agar buruh bekerja keras "untuk masa depan yang lebih baik", mereka pun membuang semua alat kerja dan turun ke jalan. "Kami bukan budak," teriakan terdengar.

Dengan segera buruh di tempat lain bergabung. Pemogokan jadi protes politik. Keberanian berkembang di pelbagai kota Jerman Timur. Penduduk melucuti polisi, mengepung kantor Partai Komunis, dan menyerbu penjara, membebaskan para tahanan. Tanggal 17 Juni 1953 jadi tanggal pembangkangan. Semua berakhir setelah tank-tank Uni Soviet datang memadamkannya dan korban jatuh.

Dengan humor yang getir, Brecht (ia sudah dikenal sebagai pengarang Komunis terkemuka yang tinggal di Jerman Timur) menulis sajaknya yang saya kutip di atas. Dan kita pun berpikir: mungkinkah rakyat dibubarkan? Bisakah "rakyat yang baru" dipilih Pemerintah?

Brecht memakai kata das Volk. Dalam bahasa Jerman setelah runtuhnya Nazi, kata itu lebih terlepas dari pengertian etnis. Kita menerjemahkannya dengan "rakyat". Kata ini sudah ada dalam naskah Nusantara lama, tapi maknanya berubah setelah bangkitnya gerakan politik untuk kemerdekaan di abad ke-20. Majalah Fikiran Ra'jat didirikan Bung Karno pada awal 1930-an misalnya. Di sampulnya ada kalimat: "Kaoem Marhaen! Inilah madjallah kamoe!"

"Rakyat", dengan kata lain, identik dengan "marhaen", anggota lapisan sosial yang miskin. Namun ia bukan lagi orang bawahan yang hanya dihimpun untuk menuruti titah raja seperti dalam Sejarah Melayu. Rakyat di abad ke-20 telah jadi subyek yang menderita tapi ber-"fikir". Ia dibayangkan homogen, padu, kuatjuga setengah misterius karena hanya bisa sedikit jelas definisinya bila dihadapkan dengan yang "bukan-rakyat".

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Biasanya, yang "bukan-rakyat" itu "Pemerintah"yang dianggap ditentukan rakyat. Rakyat yang berdaulat mendasarinya. Saya bayangkan "Pemerintah" seperti bahtera di atas laut dalam; laut itulah "rakyat" yang terus-menerus ada dan dianggap perkasa dan utuh. Sajak Brecht di atas bermain-main dengan pintar: ia tahu tak mungkin ada Pemerintah yang memilih rakyat baru. Bahtera itu yang datang dan pergi. Laut tetap.

Tapi analogi itu tak selamanya pas. Rakyat bisa terbentuk baru. Di Jerman Timur Juni 1953 itu, buruh di pelbagai tempat, berbareng dalam ketakpuasan yang setara dengan penduduk lain, jadi "rakyat" hampir seketika. Dalam "revolusi sosial" yang meletus di Sumatera Timur pada 1946yang mencoba menumbangkan kekuasaan kaum bangsawan Melayurakyat terbentuk jadi baru sebagai suara amarah, menghadapi satu hal yang membuat mereka terpadu dan jadi kekerasan. Sejumlah besar kerabat Kesultanan Melayu Asahan dibunuh. Di hari-hari yang ganas itu, "rakyat" adalah suara yang menghendaki keadilan tapi juga kekuatan yang menggila.

Di Berlin, pertengahan Juni 1953, rakyat terbentuk dan sekaligus berubah. Ia bukan lagi nama yang menggerakkan cita-cita sosialisme. Ia barometer sebuah defisit: ia menunjukkan kekurangan dan ketimpangan sosial. Tapi ia juga satu kekuatan yang tak-rasional, yang meledak tanpa menimbang kekuatannya sendiri. Maka "rakyat", yang selama itu dikendalikan dan diwakili Partai, makin tak bisa diandalkan. Rakyat, kata Brecht, telah "melanggar kepercayaan Pemerintah".

Wajah "rakyat" yang dua-sisi itu kembali setelah Republik Demokrasi Jerman roboh pada 1989. Kini tak ada partai yang legitimasinya tak bergantung pada rakyat. Tapi dalam suasana serba waswas akan terorisme, pendatang, dan Islam, tampak wajah irasionalitas lain. Kini orang berbicara tentang "populisme", yang menganggap suara cemas adalah suara sah Jerman yang tak bisa diwakili elite politik mana pun.

Di Indonesia, sesuatu yang lain berlangsung. Partai-partai dan parlemen (tanpa mengikuti Brecht) seakan-akan telah "membubarkan rakyat dan memilih rakyat yang baru". Politik hanya transaksi di antara oligarki. Rakyat yang baru mereka bentuk: sebagai gema dari jauh.

Goenawan Mohamad

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Prabowo Diminta Evaluasi Penghiliran Nikel

6 menit lalu

Ilustrasi  smelter nikel. REUTERS
Prabowo Diminta Evaluasi Penghiliran Nikel

Presiden terpilih Prabowo Subianto didesak untuk melakukan evaluasi program penghiliran nikel.


Survei Elektabilitas Ahok Kedua Teratas di Jakarta, PDIP: Semua Masih Dinamis

10 menit lalu

Ridwan Kamil, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), dan Anies Baswedan. TEMPO
Survei Elektabilitas Ahok Kedua Teratas di Jakarta, PDIP: Semua Masih Dinamis

Ahok memang menjadi salah satu nama calon potensial yang saat ini dimiliki PDIP.


Mengenang Pak Kasur: Tokoh Pendidikan Pernah Jadi Anggota Badan Sensor Film

10 menit lalu

Pak Kasur. kesekolah.com
Mengenang Pak Kasur: Tokoh Pendidikan Pernah Jadi Anggota Badan Sensor Film

Pak Kasur menjadi salah seorang tokoh pendidikan di negeri ini. Ini perjalanan hidupnya, dan khususnya dedikasinya pada pendidikan anak-anak.


Kapal Penumpang di Anambas Tenggelam, Tiga 3 Orang Meninggal

14 menit lalu

Ilustrasi kapal tenggelam. AFP/Pedro Pardo
Kapal Penumpang di Anambas Tenggelam, Tiga 3 Orang Meninggal

Kapal penumpang KM Samarinda rute Tarempa - Matak, Kabupaten Anambas, tenggelam, Jumat 26 Juli 2024. Setidaknya tiga orang meninggal.


Semifinal Piala AFF U-19 2024 Australia vs Thailand Sabtu Sore 27 Juli: Simak Komentar Pelatih Kedua Tim

18 menit lalu

Pelatih Timnas Australia U-19, Trevor Morgan (kiri) dan Pelatih Timnas Thailand U-19, Emerson Pereira da Silva (kanan) saat konferensi pers menjelang laga semifinal Piala AFF U-19 2024, di Hotel Wyndham Surabaya, 26 Juli 2024. Foto: TEMPO/Hanaa Septiana
Semifinal Piala AFF U-19 2024 Australia vs Thailand Sabtu Sore 27 Juli: Simak Komentar Pelatih Kedua Tim

Laga Timnas Australia vs Thailand akan hadir pada babak semifinal Piala AFF U-19 2024, Sabtu sore. Simak komentar kedua pelatih jelang laga.


5 Fakta Dugaan Sabotase Kereta Cepat Sebelum Pembukaan Olimpiade Paris 2024

32 menit lalu

Tentara berjaga di depan Menara Eiffel menjelang Olimpiade Paris 2024, Prancis, 21 Juli 2024.REUTERS/Stefan Wermuth
5 Fakta Dugaan Sabotase Kereta Cepat Sebelum Pembukaan Olimpiade Paris 2024

Sabotase kereta cepat disebut-sebut sebagai upaya terencana beberapa jam menjelang upacara pembukaan Olimpiade Paris 2024.


Berita MotoGP: Joan Mir Perpanjang Kontrak di Repsol Honda hingga 2026

36 menit lalu

Joan Mir pembalap MotoGP di Repsol Honda. (Foto: Repsol Honda)
Berita MotoGP: Joan Mir Perpanjang Kontrak di Repsol Honda hingga 2026

Pembalap MotoGP Joan Mir memperpanjang kontraknya dengan tim pabrikan Honda Racing Corporation (HRC/Repsol Honda) selama dua musim.


Indikator Keberhasilan Pilkada 2024: Partisipasi Generasi Muda sampai Semua Pihak Patuhi Aturan

38 menit lalu

Ilustrasi TPS Pilkada. Dok TEMPO
Indikator Keberhasilan Pilkada 2024: Partisipasi Generasi Muda sampai Semua Pihak Patuhi Aturan

Beberapa indikator Pilkada 2024 berhasil, antara lain partisipasi generasi muda sebagai pemilih terbesar dan mematuhi aturan oleh semua pihak terlibat


Komika Arie Kriting Besut Film Kaka Boss, Berikut Film Lain yang Dibintanginya Termasuk Agak Laen

42 menit lalu

Stand Up Comedian Arie Kriting dengan gaya khas orang Timur tampil menghibur penonton di ajang Tujuh Hari Untuk Kemenangan Rakyat di Teater Salihara, Jakarta,  19 Juli 2014. TEMPO/Nurdiansah
Komika Arie Kriting Besut Film Kaka Boss, Berikut Film Lain yang Dibintanginya Termasuk Agak Laen

Arie Kriting menjadi sutradara film Kaka Boss. Sebelumnya, ia telah bermain dalam beberapa film termasuk Agak Laen.


Olivia Rodrigo Tegaskan Dukungan untuk Kamala Harris atas Isu Hak Reproduksi

43 menit lalu

Olivia Rodrigo/Foto: Instagram/Olivia Rodrigo
Olivia Rodrigo Tegaskan Dukungan untuk Kamala Harris atas Isu Hak Reproduksi

Olivia Rodrigo menunjukkan dukungannya kepada Kamala Harris dengan mengunggah ulang video yang mengkritik kebijakan Donald Trump tentang aborsi.