Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Pada Sebuah Hutan Berkabut

Oleh

image-gnews
Film Macbeth (2015)
Film Macbeth (2015)
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta- Selama dua jam layar dipenuhi kabut yang mengerumuni hutan dan padang perang. Macbeth dan lady Macbeth dalam tafsir Justin Kurzel yang memukau dan minim kata.

*** 
Gentle my lord, sleek o'er your rugged looks
Be bright and jovial among your guests tonight.
(Babak 3, Adegan 2, Macbeth, William Shakespeare)

Para sineas dan sutradara teater paham satu hal, pada dasarnya menampilkan karya William Shakespeare adalah persoalan tafsir. Macbeth adalah tragedi karya Shakespeare yang paling sering ditafsirkan dalam berbagai bentuk, rupa, berbagai bahasa dan setting.

Dalam tafsir sutradara Justin Kurzel, naskah Macbeth sudah terlalu legendaris, terlalu gigantik. Maka menerjemahkannya dengan kemegahan adalah sesuatu yang klise. Bagaimana seorang sutradara masa kini bisa menandingi tafsir Akira Kurosawa terhadap Macbeth ke dunia Jepang abad tengah menjadi Throne of Blood (1957) yang magis sekaligus megah itu? Bagaimana bisa seorang sutradara masa kini melahirkan adegan-adegan Kurosawa yang tak terlupakan, misalnya saat Lady Asaji nampak santun duduk di belakang Taketoki Washizu (Toshiro Mifune), komandan samurai yang berambisi menjadi raja setelah mendengar ramalan tukang tenung itu? Meski Lady Asaji “hanyalah isteri” , tetapi ternyata kata-kata mampu menjadi menjadi kekuatan dahsyat yang mempercepat gerak Washizu untuk membunuh pimpinan. 

Bagaimana pula penonton bisa melupakan tafsir Roman Polanski yang kontroversial, seperti adegan Lady Macbeth yang dikejar perasaan bersalah yang kemudian ditemukan berjalan dan bergumam dalam keadaan telanjang; atau adegan-adegan kekejian penuh darah pada akhir film ketika Macbeth berakhir di ujung pedang Macduff? 

Sutradara Australia Justin Kurzel  paham, tak mungkin dia mengambil jalan yang megah, kolosal dan gigantik untuk memperkaya tafsir yang sudah dilakukan maestro macam Akira Kurosawa dan sineas Roman Polanski. Kurzel memilih  kesederhanaan. Setting tetap Skotlandia yang dirundung kegelisahaan tahta. Raja Duncan (David Thewlis) yang terkesan dengan kemenangan demi kemenangan pertempuran yang dipimpin Macbeth (Michael Fassbender) tentu saja mengganjarnya dengan kenaikan pangkat. Namun, toh Raja mengumumkan bahwa tahtanya kelak diberikan kepada Malcolm. Kegusaran dan kecemburuan menyembur. Harus diingat, sebelum pengumuman Raja, Macbeth dihadang empat tukang tenung –3 dewasa dan satu anak—di antara kepungan kabut dan sinar mata yang menyorotkan masa depan Macbeth. Lady Macbeth (Marion Cotillard) yang jelita tapi penuh kuasa itu menyitir suaminya, dengan seks, dengan kata-kata yang sensual sekaligus mengikat Macbeth pada sebuah obsesi : Raja Duncan harus mati. Pisau itu, tak seperti dalam teks asli yang digambarkan melayang-layang menghampiri Macbeth (dengan kalimat terkenal “Is this a dagger which I see before me/The handle toward my hand? Come, let me clutchthee) kini diubah dengan tafsir baru. Kini Kurzel menyajikan sebuah imaji serdadu anak, hantu dari peperangan, yang menyodorkan pisau itu. Serdadu anak itulah yang seolah mengajak Macbeth menuju kemah sang Raja. Duncan dibunuh dengan brutal hingga peraduan sang Raja bermandikan darah.

Sejak awal film, Kurzel bermain dengan dua hal: pertama dengan tafsir; kedua dengan visualisasi. Beberapa detik pertama film, Kurzel menampilkan sosok pemakaman jenazah bayi dari pasangan Macbeth dan Lady Macbeth. Pada naskah asli, pasangan ini tak memiliki anak. Kurzel ingin memberi sebuah konteks awal, mengapa pasangan Macbeth begitu pahit pada hidup; begitu pahit pada keberhasilan orang lain. Anak-anak dalam film Kurzel menjadi sangat sentral. Bukan saja jenazahnya menjadi pembukaan film, tetapi tiga tukang tenung juga melibatkan seorang anak; dan hantu serdadu ang membawa pisaupun adalah hantu anak. Saat Macbeth mulai masuk pada kegilaan dengan membunuh semua orang yang dianggap sebagai ancaman, dia tak lagi membunuh musuh politik. Dia bahkan  menikmati kejar mengejar dengan anak dan isteri Macduff di tengah hutan rimba penuh kabut yang diakhiri dengan mengikat mereka di tengah lapangan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kurzel  nampak berambisi memperlihatkan Macbeth  sebagai film yang berbicara melalui visual. Maka bagi pecinta Shakespeare ini menjadi tak mudah untuk diterima,  karena teks Shakespeare adalah mahkota dari karyanya. Kurzel hanya mengambil beberapa kalimat penting dalam naskah Macbeth seperti  ucapan Lady Macbeth yang mencoba membujuk Macbeth untuk tampil  ke pesta dengan tenang dan jangan terganggu oleh imaji-imaji mereka yang sudah mati:  “Gentle my lord, sleek o'er your rugged looks/ Be bright and jovial among your guests tonight.”
Selebihnya, Kurzel menyederhanakan teks Shakespeare menjadi kalimat yang lebih “modern” dan sebagian yang lain divisualkan dalam gambar yang sunyi.Layar diperlakukan seperti sebuah kanvas luas tak bertepi yang dilukis dengan warna hitam, putih dan warna kabut yang kelabu merubung pepohonan, bukit , pemakaman dan puri. Bahkan pada adegan peperangan, Kurzel memanfaatkan adegan slow motion untuk memperlihatkan detil lumpur, darah dan keringat serdadu dewasa maupun anak yang bertempur tanpa ampun. Peperangan jelas diatur dengan koreografi, tetapi Kurzel tidak bertujuan membuat kekerasan menjadi sebuah glorifikasi atau keindahan visual. Kurzel bersikap anti-kekerasan dan manusia cenderung akan terus menerus merancang balas dendam sepanjang hidupnya.

Jika pada banyak tafsir Macbeth, karakter itu cenderung ditampilkan dari seorang ksatria yang sangat ambisius menjadi lelaki yang penuh keluh kesah dan paranoid, maka aktor Michael Fassbender membuat penerjemahan yang berbeda. Dari Macbeth yang ambisius, menjadi semakin serakah dan sangat yakin akan takdirnya sebagai raja. Begitu yakinnya dia hingga pembunuhan terhadap perempuan dan  anak-anak dijustifikasi sebagai bagian dari garis tangan.

Tokoh Lady Macbeth dalam film ini adalah  salah satu tafsir yang terbaik selain Lady Asaji versi Akira Kurosawa. Api yang membara membakar semangat sang suami untuk merebut tahta bercampur dengan dinginnya es saat ia mulai kecewa melihat labilnya sang suami.

Macbeth dari Kurzel menitikberatkan pada sebua lingkaran pembalasan generasi mendatang, pada anak-anak dan bayi yang absen dalam teks asli Shakespeare. Akhir film ini , seperti juga awal dan bagian tengah film, sekali lagi memperlihatkan putera kecil Banquo yang mengangkat pedang Macbeth dan berlari menuju rimba yang dipenuhi kabut. Meski Macbeth sudah tewas di tangan Macduff, kita tak tahu tahta Malcolm akan aman selamanya.

Leila S.Chudori

MACBETH
Sutradara : Justin Kurzel
Skenario :  Jacob Koskoff, Michael Lesslie, Todd Louiso 
Berdasarkan drama karya William Shakespeare
Pemain : Michael Fassbender, Marion Cotillard , David Thewlis

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Sinopsis The Fall Guy yang Dibintangi Ryan Gosling

14 jam lalu

Ryan Gosling dalam film The Fall Guy. Dok. Universal Pictures
Sinopsis The Fall Guy yang Dibintangi Ryan Gosling

The Fall Guy film aksi stuntman produksi Universal Pictures yang tayang di bioskop Indonesia, pada Rabu, 24 April 2024


Bamsoet Dukung FKPPI Produksi Film Anak Kolong

1 hari lalu

Bamsoet Dukung FKPPI Produksi Film Anak Kolong

Bambang Soesatyo mengungkapkan, keluarga besar FKPPI akan segera memproduksi atau syuting film "Anak Kolong".


Peluncuran Ulang Film The Beatles 'Let it Be' Didahului Perilisan Buku 'All You Need Is Love'

7 hari lalu

The Beatles. Foto: Instagram/@thebeatles
Peluncuran Ulang Film The Beatles 'Let it Be' Didahului Perilisan Buku 'All You Need Is Love'

Buku tentang The Beatles diluncurkan menjelang rilis ulang film Let It Be


Next Stop Paris, Film Romantis Hasil Kecanggihan AI

8 hari lalu

Cuplikan trailer Next Stop Paris, film hasil AI Generatif buatan TCL (Dok. Youtube)
Next Stop Paris, Film Romantis Hasil Kecanggihan AI

Produsen TV asal Cina, TCL, mengembangkan film romantis berbasis AI generatif.


7 Rekomendasi Film Fantasi yang Terinspirasi dari Cerita Legenda dan Dongeng

10 hari lalu

Poster film The Green Knight. Foto: Wikipedia.
7 Rekomendasi Film Fantasi yang Terinspirasi dari Cerita Legenda dan Dongeng

Film fantasi yang terinspirasi dari cerita legenda dan dongeng, ada The Green Knight.


8 Film Terbaik Sepanjang Masa Berdasarkan Rating IMDb

12 hari lalu

Mansion di film The Godfather (Paramount Picture)
8 Film Terbaik Sepanjang Masa Berdasarkan Rating IMDb

Untuk menemani liburan Idul Fitri, Anda bisa menonton deretan film terbaik sepanjang masa berdasarkan rating IMDb berikut ini.


Christian Bale Berperan dalam Film The Bride sebagai Monster Frankenstein

14 hari lalu

Aktor Christian Bale menghadiri pemutaran perdana film terbarunya, `Exodus:Gods and Kings` di Madrid, Spanyol, 4 Desember 2014. REUTERS
Christian Bale Berperan dalam Film The Bride sebagai Monster Frankenstein

Christian Bale menjadi monster Frankenstein dalam film The Bridge karya Maggie Gyllenhaal


7 Film yang Diperankan Nicholas Galitzine

15 hari lalu

Film The Idea of You. (dok. Prime Video)
7 Film yang Diperankan Nicholas Galitzine

Nicholas Galitzine adalah seorang aktor muda yang sedang melesat, Galitzine telah membuktikan dirinya sebagai salah satu bintang muda yang paling menjanjikan di industri hiburan.


Deretan Film yang Pernah Dibintangi Babe Cabita

16 hari lalu

Babe Cabita. Foto: Instagram/@noah_site
Deretan Film yang Pernah Dibintangi Babe Cabita

Selain terkenal sebagai komika, Babe Cabita juga pernah membintangi beberapa judul film, berikut di antaranya.


5 Fakta The First Omen, Lanjutan Film Horor Klasik Tahun 1976

17 hari lalu

The First Omen. Foto: Istimewa
5 Fakta The First Omen, Lanjutan Film Horor Klasik Tahun 1976

The First Omen adalah prekuel dari film horor supernatural klasik 1976 The Omen. The Omen mengungkap konspirasi setan yang melibatkan Pastor Brennan, Pastor Spiletto, dan Suster Teresa, yang rela mengorbankan nyawanya untuk melindungi Damien.