TEMPO.CO, Jakarta-Film ketiga Nurman Hakim yang berkisah tentang sebuah keluarga yang muram. Sejauh ini, film Indonesia terbaik tahun ini.
Sebuah jendela di sebuah desa yang tak bernama.
Melalui jendela itu, Dewi seolah menjenguk dan bisa meraih dunia baru, dunia asing yang setiap hari dirapalnya: Amerika, Australia, Argentina, Bahamas, Belgia, Bhutan....
Dunia asing itu disaksikannya melalui jendela rumah orang-tuanya di desa terpencil yang sudah lama tak disentuhnya. Bekerja di kota bertahun-tahun sebagai seorang periset sebuah perusahaan, Dewi (Titi Rajo Bintang) menghindar rumah kampung halamannya dengan segala isinya karena ia tak ingin bertemu dengan bapaknya (Landung Simatupang).
Tetapi pada akhirnya dia terpaksa kembali ketika sang Ibu mengirim sebuah surat berisi berita koran lokal yang mengejutkan: kakaknya, seorang difabel, hamil entah oleh siapa. Sang Ibu berkata pada wartawan bahwa kehamilan itu adalah sebuah mukjizat.
Dewi tahu ada sesuatu yang salah dan muram dalam pernyataan sang Ibu. Dia pulang untuk menolong kakaknya, Dee (Eka Nusa Pertiwi) yang dianggapnya harus diselamatkan dan dibawa pergi dari rumah masa kecilnya itu. Di kampungnya, Dewi bukan saja menemukan kembali jendela yang ‘menjanjikan’ sebuah negara asing, atau warna-warni asing yang merupakan eskapisme bagi dirinya yang merasa disekap kenangan masa kecil yang buruk; dia juga menemukan kakaknya tergeletak tak berdaya dengan janin di perutnya yang tak jelas Ayahnya dan seorang Ibu yang menolak mengakui kekerasan yang terjadi di rumahnya. Dewi kemudian mencoba mencari tahu siapakah kira-kira yang menghamili Dee, kakaknya.
Pada filmnya yang ketiga, sutradara Nurman Hakim mencoba mencipta sebuah panorama desa dengan manusia dengan tingkah laku ganjil. Ada pengamen buta yang rajin muncul ke rumah orangtua Dewi; ada tetangga yang senantiasa mengenakan pupur basah di wajahnya; ada Priyanto si pelukis keriting yang senantiasa melukis poster atau banner pesanan yang kemudian terpampang tepat di muka jendela rumah Dewi. Kemudian ada Joko (Yoga Pratama ) yang senantiasa mengenakan kostum koboi , berkumis melintang dan gemar berjoget sendirian di hadapan cermin karena merasa diri ganteng. Tapi yang paling mengerikan adalah sosok Bapak (Landung Simatupang) yang menekan, menyiksa keluarganya secara verbal dan punya kebiasaan menikmati tubuh puterinya melalui matanya.
Sidik jari Nan T Achnas jelas sangat kental dalam film ini: penciptaan dunia muram tanpa nama ; beberapa adegan yang mengambil lokasi rel kereta api; tokoh-tokoh ganjil (yang sesekali berbahasa Indonesia yang agak aneh karena terasa diterjemahkan secara harafiah dari bahasa Inggris), persoalan seksualitas dan tokoh utama perempuan yang akan mencari kekuatannya. Film ini lebih terasa sebagai lanjutan rangkaian kisah para perempuan dalam film-film Nan T.Achnas dibanding sebagai rangkaian benang merah film Nurman Hakim yang sebelumnya lebih sering menekankan sikap kritis religius dalam film-filmnya.
Hingga paruh pertama , film ini adalah sebuah drama psikologis. Anak-anak dan ibu yang terus menerus ditekan, dan sebuah jendela yang memberi jalan keluar bagi Dewi. Hening, minim dialog dan komposisi gambar yang bagus, film ini mungkin salah satu film Indonesia yang terbaik tahun ini.
Tentu saja saya memiliki catatan. Penampilan para pemain tak merata. Para pemeran pendukung seperti Landung Simpatupang sebagai Bapak dan Eka Nusa Pertiwi sebagai Dee malah mencuri perhatian dibanding pemeran utama Titi Rajo Bintang.
Persoalan lain adalah:pada akhir film cerita mendadak memberikan “twist”, sebuah belokan plot mendadak yang mengejutkan. Sangat disayangkan karena baik sutradara dan penulis skenario seperti tak bisa memutuskan apakah ingin film ini menjadi sebuah film drama atau ingin main seperti “detektif” yang menawarkan jawaban seperti dalam “whodunnit movies” –film-film yang lazimnya mementinngkan pencarian siapa pelaku (pembunuhan atau perkosaan). Jendela itu, dunia luar yang menjadi mimpi eksapisme itu adalah kunci dari kisah Dewi dan keluarganya. Tak perlu pula akhir cerita yang memuaskan moralitas dan keinginan menghukum,
Akhir film itu, menurut saya, layak dibuang karena hidup tak selalu harus memberi jawaban. Tetapi di luar catatan itu semua, film The Window , sejauh ini, adalah film Indonesia di tahun ini yang bersinar.
Leila S.Chudori
***
THE WINDOW
Sutradara : Nurman Hakim
Skenario : Nan T.Achnas dan Nurman Hakim
Pemain : Titi Rajo Bintang, Landung Simatupang, Haydar Salizh, Yoga Pratama, Eka Nusa Pertiwi, Karlina Ekawati
Produksi : Triximages dan Dash Pictures