Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Trump

Oleh

image-gnews
Iklan

Donald Trump adalah gejala penyakit kambuhan Amerika. Penyakit ini bermula dari sederet ketimpangan.

Ada ketimpangan sosial antara yang kaya dan yang miskin, antara yang "sudah sangat kaya" dan "belum kaya". Di sini, garis pemisah makin tegas dan tebal dalam tiga dasawarsa terakhir. Memang diyakinkan berulang-ulang sahihnya "impian Amerika", impian yang jadi sejenis iman, bahwa siapa pun di negeri itu, bila bekerja keras, bisa mencapai kehidupan yang jaya. Tapi sebagaimana layaknya mimpi, ia dimulai dari tidur. Dan masyarakat Amerika lama tertidur: mereka tak melihat bahwa gerak ke atas dalam mobilitas sosial sangat terbatas; yang miskin umumnya tetap miskin. Pada saat yang sama, kian miskin seseorang, kian terbatas modal informasi (terkadang disebut "modal budaya") untuk menang bersaing.

Maka timpang juga kesetaraan dalam kesiapan persepsi. Di sebelah sini hidup mereka yang lebih mengenal dunia yang rumit dan aneka warna; di sebelah sana berjubel mereka yang tak kenal, bahkan menolak, dunia itu. Dalam kancah yang egosentris itu, tiap yang "asing", dari "luar", un-Americansosialisme, komunisme, Yahudi, Islammembangkitkan waswas. Apa yang belakangan ini disebut sebagai "populisme" berkecamuk dengan paranoia, rasa terancam, dan kebencian.

Populisme pun jadi suara parau yang membentuk dan dibentuk antagonisme, terutama ketika situasi terasa menekan dan kekuasaan yang menjaganya dianggap berkepala batu. Kelompok-kelompok politik mulai terbentuk. Hasilnya satu mata rantai ketidakpuasan. Mereka memandang diri sebagai "Kami", "Rakyat" yang padu, menghadapi "Yang Lain" yang isinya mereka bayangkan berdasarkan amarah saat itu. Mereka melihat lembaga-lembaga sosial-politik yang ada selama ini tak membawa suara "Rakyat". Partai politik dan politikusnya dikuasai "Yang Lain", yakni kaum elite. Media massa serta media sosial dikendalikan orang-orang di atas. Mereka melawan.

Beberapa bulan sebelum kemenangan, Donald Trump dikecam para pembesar Partai Republikpartai politik yang notabene mendukungnya dan mencalonkannya. Tapi di hari pemilihan ia justru dengan gemuruh dipilih langsung oleh "Rakyat".

Pelbagai kecenderungan "populis" yang memusuhi "Yang Lain" tampak bergabung di sini. "Yang Lain" bisa berarti para pemimpin politik di ibu kota. "Yang Lain" bisa berarti imi- gran Meksiko, Muslim, orang Hitam, kaum gay, para intelektual, dan seniman yang membela minoritas-minoritas ini dengan bahasa yang jauh dari "Rakyat". "Yang Lain" juga bisa berarti pendukung "perdagangan bebas" dan "globalisasi" yang bagi suara populis ini hanya menguntungkan "bukan kami".

Tampak, populisme ini tak bisa disebut "kanan" tak pula bisa dicap "kiri". Penamaan dan label lama sudah tak bisa berlaku.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tapi pada saat yang sama, bayang-bayang kemarahan dan kebencian masa lalu muncul kembali. Penyakit lama kambuh mencari antagonisme baru. Rasisme Putih yang menampik dan mencurigai orang Hitam, Kuning, Cokelat lahir dari sedimentasi purbasangka abad lalu ketika kata "Negro" berarti penghinaan. Semangat feminis yang menegaskan hak perempuan untuk mengelola fungsi keibuan kaum wanitatermasuk dalam memilih untuk tak melahirkandicurigai sebagai penyebab susutnya penduduk kulit putih dan guncangnya nilai-nilai keluarga yang dianggap jadi benteng Mayoritas. Demikian juga homoseksualitas dimusuhi dengan doktrin-doktrin agama yang cemas dari abad ke abad.

Tak mengejutkan bila populisme dengan cepat bertaut dengan konservatisme.

Donald Trump adalah pengingat bahwa proses demokrasi memang bisa membuat perubahan, tapi perubahan tak dengan sendirinya berarti kemajuan, tak pula berarti perbaikan. Dengan catatan, bila pengertian "maju" dan "lebih baik" masih tetap seperti yang disepakati sejak dunia modern menetapkan diri.

Modernitas melihat sejarah ibarat arus sungai ke arah muara kemerdekaan manusiadan itu dianggap arah yang lebih baik. Populisme abad ke-21 menunjukkan pandangan yang sebaliknya: arah yang lebih baik itu omong kosong. Kemerdekaan (yang dilihat sebagai hidup yang liar dan centang-perenang) adalah kemerosotan. Persaudaraan antarmanusia hanya bisa secara terbatas, atau bila tidak, akan merusak kemurnian etnis atau nilai-nilai "Kami". Dengan itu populisme menggabungkan konservatisme dengan sikap reaksioner yang meledak-ledak.

Amerika kini menampakkan diri sebagai masyarakat yang macam itumemandang dunia dengan kelam dan tak punya kemampuan berharap. Yang mencemaskan bukanlah kepemimpinan Donald Trump; ia hanya symptom. Yang mencemaskan ialah bahwa sebuah negeri yang punya lembaga pendidikan terbaik di dunia, ilmuwan yang teruji, karya sastra dan seni yang tak henti-hentinya kreatif, ternyata dengan gampang jatuh jadi katak yang meradang tapi setia di bawah tempurung.

Goenawan Mohamad

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Pj Wali Kota Tanjungpinang Jadi Tersangka Pemalsuan Surat Tanah, Terancam Penjara 8 Tahun

1 menit lalu

Penjabat Wali Kota Tanjungpinang Hasan ditetapkan sebagai tersangka pemalsuan surat tanah, Jumat, 19 April 2024. Foto: ANTARA/Ogen
Pj Wali Kota Tanjungpinang Jadi Tersangka Pemalsuan Surat Tanah, Terancam Penjara 8 Tahun

Polres Bintan menetapkan Pj Wali Kota Tanjungpinang Hasan tersangka pemalsuan dokumen


126 Ribu Penumpang Lintasi Bandara Ahmad Yani Selama Masa Angkutan Lebaran 2024, Meningkat 13 Persen

2 menit lalu

Para pemudik menggunakan terminal baru Bandara Ahmad Yani, Semarang, Jawa Tengah yang baru saja diresmikan Presiden Joko Widodo, Selasa, 12 Juni 2018. Tempo/Fajar Pebrianto
126 Ribu Penumpang Lintasi Bandara Ahmad Yani Selama Masa Angkutan Lebaran 2024, Meningkat 13 Persen

Puncak arus mudik Lebaran di Bandara Ahmad Yani terjadi pada 6 April 2024 yaitu sebanyak 10.193 penumpang.


Pakar Pemilu Ragu Mahkamah Konstitusi Bakal Berani Diskualifikasi Gibran

8 menit lalu

Pakar kepemiluan dari Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraini saat ditemui di Pusdik MK, Bogor, Jawa Barat pada Rabu, 6 Maret 2024. TEMPO/Amelia Rahima Sari
Pakar Pemilu Ragu Mahkamah Konstitusi Bakal Berani Diskualifikasi Gibran

Titi Anggraini, mengatakan Mahkamah Konstitusi (MK) tidak akan berani mengabulkan permohonan kubu Anies dan Ganjar yang meminta diskualifikasi Gibran


Jadwal Liga Italia Pekan Ke-33 dan Klasemennya: Derby Della Madonnina, AC Milan vs Inter Milan, Jadi Penentuan Gelar Juara

11 menit lalu

Inter Milan. REUTERS/Claudia Greco
Jadwal Liga Italia Pekan Ke-33 dan Klasemennya: Derby Della Madonnina, AC Milan vs Inter Milan, Jadi Penentuan Gelar Juara

Jadwal Liga Italia akan memasuki fase penting. Derby Della Madonnina, antara AC Milan dan Inter Milan, akan menjadi laga penentuan gelar juara.


Prediksi Manchester City vs Chelsea di Semifinal Piala FA Sabtu Malam

24 menit lalu

Ekspresi pemain Manchester City Bernardo Silva dan rekannya setelah dikalahkan Real Madrid dalam pertandingan leg kedua perempat final Liga Champions di Stadion Etihad, Manchester, 18 April 2024. Action Images via Reuters/Jason Cairnduff
Prediksi Manchester City vs Chelsea di Semifinal Piala FA Sabtu Malam

Simak kabar terbaru kedua tim, termasuk perkiraan susunan pemain dan prediksi pertandingan Manchester City vs Chelsea di semifinal Piala FA Sabtu ini.


Masinton Bilang Megawati Tidak Perlu Bertemu Jokowi

25 menit lalu

Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Masinton Pasaribu di kawasan Tebet, Jakarta Selatan pada Selasa, 8 Oktober 2019. TEMPO/Andita Rahma
Masinton Bilang Megawati Tidak Perlu Bertemu Jokowi

Masinton Pasaribu mengatakan Megawati Soekarnoputri tidak perlu bertemu Presiden Joko Widodo karena telah menodai konstitusi dan demokrasi.


PBVSI Kirim Timnas Bola Voli Putra Indonesia dan Timnas Putri ke AVC Challange Cup 2024, Pakai Pemain Pelapis

38 menit lalu

Timnas Bola Voli Putra Indonesia di SEA VLeague 2023. (PBVSI)
PBVSI Kirim Timnas Bola Voli Putra Indonesia dan Timnas Putri ke AVC Challange Cup 2024, Pakai Pemain Pelapis

Timnas bola voli putra Indonesia dan Timnas bola voli putri Indonesia akan dikirim ke ajang AVC Challange Cup 2024.


Terpopuler Bisnis: Jalan Tol Palembang - Betung Ditarget Rampung 2025, Rupiah Makin Keok

39 menit lalu

Pergerakan Rupiah terhadap Dolar AS 6-15 April 2024. (Google.com)
Terpopuler Bisnis: Jalan Tol Palembang - Betung Ditarget Rampung 2025, Rupiah Makin Keok

Kementerian PUPR menargetkan Jalan Tol Palembang - Betung selesai pada 2025. Untuk itu butuh tambahan tim percepatan.


Danau Como Dilanda Overtourism, Tarif Khusus untuk Pengunjung Harian sedang Dipertimbangkan

39 menit lalu

Danau Como, Italia. Unsplash.com/Lewis J Goetz
Danau Como Dilanda Overtourism, Tarif Khusus untuk Pengunjung Harian sedang Dipertimbangkan

Pemerintah sekitar Danau Como berencana meniru Venesia, yang menerapkan biaya khusus untuk pengunjung harian


Tips Optimalkan Space untuk Rumah Minimalis

39 menit lalu

Rumah gaya minimalis sekarang memang cukup populer dan banyak disukai kaum muda. Berikut ini ciri rumah minimalis dan keunggulannya. Foto: Canva
Tips Optimalkan Space untuk Rumah Minimalis

Kamu juga ingin punya hunian berkonsep minimalis? Simak beberapa tips untuk mengoptimalkan space rumah minimalis menjadi hunian impian.