Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Wedhatama

Oleh

image-gnews
Iklan

Pada suatu hari di tahun 1870-an, di Istana Mangkunegaran sebuah naskah selesai ditulis: sehimpun puisi yang frasa-frasanya dikutip orang di Jawa Tengah sampai sekarang: Serat Wedhatama.

Serat itu terasa masih "bicara", mungkin karena ia seakan-akan cetusan hari ini: pergulatan batin seseorang yang menghadapi desakan Islamisasi di sekitarnya. Dalam 100 bait itu kita bersua dengan seseorang yang dibesarkan dalam sebuah tradisi lokal yang bangga akan nilai-nilainya tapi terluka oleh zaman yang berubah.

Naskah itu disebut sebagai karya puncak kesusastraan Jawa abad ke-19. Mungkin berlebihan. Yang pasti, melalui beberapa generasi, Wedhatama ditembangkan dengan khidmat oleh para literati—dianggap kitab petunjuk spiritual—tapi juga dikenal luas hingga para pengamen di tepi jalan Solo dan Yogya hafal tiap baitnya.

Disebutkan bahwa penggubahnya Mangkunegara IV, yang waktu itu berkuasa di sebagian wilayah Surakarta. Dalam riwayat resmi ditulis, ia memang kelihatan istimewa sejak remaja. Kakeknya memberinya perhatian khusus: anak ini harus belajar kepada guru-guru Belanda.

Perhatiannya kepada kesusastraan berkembang. Di masa kekuasaannya, ada 45 karya yang diproduksi—sebuah jumlah yang mengesankan dalam sejarah Jawa setelah zaman Hindu. Tak bisa dipastikan Wedhatama memang buah tangan sang raja sendiri. Di antara bait-baitnya sang penulis menyebut diri seseorang yang di ujung kariernya "mengajar putra raja". Tapi mungkin ini kamuflase.

Ia merendah: ia bodoh (cubluk) dan belum bisa berbahasa Arab (durung weruh cara Arab), bahkan "bahasa Jawaku pun tak sempurna". Di masa muda, ia pernah sebentar menjalani hidup yang "bergairah kepada agama" (abérag marang agama). Tapi ia berguru ajaran Islam dengan motif yang baru kemudian ia ungkapkan: "Rahasia hatiku: sangat takut akan ketentuan akhir zaman" (Sawadiné tyas mami, banget wediné ing bésuk pranatan ngakir jaman).

Maka ia merasa tak pantas jadi ketib suragama, pengkhotbah yang berani membahas agama. Ia tak akrab dengan ajaran Islam. Ia memilih berpegang pada apa yang digariskan leluhur. Dasar-dasar kearifan yang berlaku di lingkungannya sejak dulu itu penting. Jika ia ingkari itu, "daun jati kering akan lebih bernilai" ketimbang dirinya.

Demikianlah sang penulis Wedhatama menghindari kehidupan beragama yang formal. Ia hanya ingin jadi seseorang yang peka kepada yang tersirat dalam ayat Tuhan, mangayut ayat winasis. Dari sana ia bisa memandang ruang dan waktu tanpa penghalang. Lakunya ibarat orang bertapa, mengikuti jejak Yang Mahakasih (tapa tapaking Hyang Suksma).

Maka dengan masygul ia saksikan anak-anak muda memamerkan keislaman mereka dengan pongah: mengunggulkan diri dengan menghafal ayat, mundhi dhiri rapal makna. Dengan pengetahuan yang terbatas, tapi tak sabar untuk memperlihatkan keunggulan diri, mereka tafsirkan ayat dengan sikap seperti "sayid lulusan Mesir". Lalu menilai orang.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Durung pecus
Kesusu keselak besus
Amaknani rapal
Kaya sayid weton Mesir
Pendhak-pendhak angendhak gunaning janma

Sikap beragama itulah, yang tak mau kalah, yang merisaukan Wedhatama. Penyair Jawa ini seorang tradisional, tapi kecenderungan konservatifnya merupakan jawaban, atau pertahanan, terhadap perubahan di masyarakatnya: ia cemas ketika Islam jadi identitas yang dikibar-kibarkan generasi baru. Ia mengacu ke masa silam, ke masa awal Mataram di abad ke-17, ketika Islam belum jadi bendera yang dipasang agar dilihat orang lain—ketika orang menyukai kehidupan yang sunyi.

Menarik bahwa baginya sikap itu justru mengandung sikap ethis yang lebih dalam ketimbang sikap generasi yang "gemar menirukan Nabi", manulad nelad Nabi, dan anggung anggubel saréngat, bangga bersyariat. Di situ sang penyair lebih mirip seorang sufi. Tapi ia sufi yang tanpa ilmu—atau ilmunya ia capai dengan dan dalam laku, kalakoné kanthi laku.

Laku itu adalah pengalaman hidup yang terlatih dengan empati kepada sesama, bagian hidup yang selalu pantas disyukuri. Tercelalah orang yang gampang marah kepada dunia. Wedhatama mengutamakan sikap "rela, tak pernah merasa menyesal karena kehilangan, bersabar bila dihina, legawa dalam kesengsaraan, pasrah kepada Tuhan"—yang dalam teks disebut "Bathara".

Dalam diri penyair ini, agama adalah penghayatan. Iman tumbuh dalam dunia yang ia terima dengan akrab—bukan datang dari luar. Maka ia kritik mereka yang "paksa ngangkah langkah met kawruh ing Mekah", memaksakan diri mengambil pengetahuan di Mekah. Ia tunjukkan bahwa sesungguhnya inti penghayatan itu melekat dalam diri kita—dan iman jadi autentik.

Para pembaca mungkin akan menilai perspektif Wedhatama menolak apa yang bukan-Jawa. Tapi kita ingat, penyairnya merasa bahagia merasakan isyarat dari Tuhan di mana-mana, tanpa penghalang: tan pangaling-aling. Artinya, di sanalah tumbuh sesuatu yang universal, yang melebihi rumusan ajaran.

Sang penyair seakan-akan mengutarakan pengharapan religius yang sedang terancam di abad ke-21.

Goenawan Mohamad

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


2 Pengajar Pondok Pesantren di Kabupaten Agam Diduga Sodomi 40 Santri Sejak 2022

9 menit lalu

ilustrasi
2 Pengajar Pondok Pesantren di Kabupaten Agam Diduga Sodomi 40 Santri Sejak 2022

2 pengajar salah satu pondok pesantren di Kecamatan Canduang, Kabupaten Agam, ditangkap Polresta Bukittinggi karena mencabuli 40 santri.


Kata Dasco Gerindra Soal Usul Pelaksanaan Pilpres dan Pileg Dipisah

9 menit lalu

Ketua Harian Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad saat ditemui usai menghadiri acara Silaturahmi dan Tasyakuran DPD Gerindra DKI Jakarta di Tavia Heritage Hotel, Jakarta Pusat pada Kamis, 9 Mei 2024. TEMPO/Adinda Jasmine
Kata Dasco Gerindra Soal Usul Pelaksanaan Pilpres dan Pileg Dipisah

Dasco menyatakan lebih setuju Pilpres dan Pileg dilaksanakan bersamaan.


Dekat Puncak Kemarau, BMKG Prediksi Hujan Tetap Guyur 19 Wilayah di Indonesia

12 menit lalu

Puluhan pengendara motor berteduh di bawah tiang pancang LRT saat hujan yang cukup lebat, di Jalan protokol Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Senin, 6 April 2020. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) merilis peringatan dini cuaca ekstrem di Indonesia. TEMPO/Imam Sukamto
Dekat Puncak Kemarau, BMKG Prediksi Hujan Tetap Guyur 19 Wilayah di Indonesia

BMKG memperkirakan 19 wilayah di Indonesia bakal tetap dibasahi hujan intensitas sedang hingga lebat hingga awal Agustus 2024.


PPATK Ungkap Ada Masyarakat Berpenghasilan di Atas Rp 1 Miliar Main Judi Online dengan Deposit Rp 4,8 Miliar

12 menit lalu

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana memberi laporan dalam acara Peringatan 22 Tahun Gerakan Nasional Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT) di Istana Negara, Jakarta, Rabu 17 April 2024. Indonesia telah dinyatakan secara aklamasi diterima sebagai Anggota Financial Action Task Force on Money Laundering and Terrorism Financing (full membership). Keberhasilan tersebut diperoleh dalam FATF Plenary Meeting di Paris, Perancis yang dipimpin oleh Presiden FATF, MR. T. Raja Kumar pada Rabu, 25 Oktober 2023. TEMPO/Subekti.
PPATK Ungkap Ada Masyarakat Berpenghasilan di Atas Rp 1 Miliar Main Judi Online dengan Deposit Rp 4,8 Miliar

PPPATK ungkap sejumlah masyarakat berpenghasilan di atas Rp 1 miliar main judi online.


Jelang Laga Pertama Olimpiade Paris 2024, Apriyani / Fadia Sudah Intip Kekuatan Pasangan Jepang

31 menit lalu

Ekspresi pebulutangkis Ganda Putri Indonesia Apriyani Rahayu dan Siti Fadia Silva Ramadhanti saat berhadapan dengan pebulutangkis Ganda Putri Malaysia Pearly Tan dan Thinaah Muralitharan pada babak 16 besar Kapal Api Indonesia Open 2024 di Istora Senayan, Jakarta, Kamis, 6 Juni 2024. Apriyani Rahayu dan Siti Fadia Silva Ramadhanti kalah dengan skor 18-21 dan 19-21 gagal melaju ke babak selanjutnya. TEMPO/M Taufan Rengganis
Jelang Laga Pertama Olimpiade Paris 2024, Apriyani / Fadia Sudah Intip Kekuatan Pasangan Jepang

Apriyani / Fadia memastikan persiapannya berjalan baik menjelang laga pertama di Olimpiade Paris 2024.


Timnas Indonesia U-19 vs Malaysia di Semifinal Piala AFF U-19 2024 Sabtu Malam Ini, Indra Sjafri: Laga Penuh Gengsi

37 menit lalu

Pelatih Timnas Indonesia U-19 Indra Sjafri. TEMPO/Randy
Timnas Indonesia U-19 vs Malaysia di Semifinal Piala AFF U-19 2024 Sabtu Malam Ini, Indra Sjafri: Laga Penuh Gengsi

Timnas Indonesia U-19 akan menghadapi Malaysia di semifinal Piala AFF U-19 2024 pada Sabtu malam, 27 Juli.


Ekonom Sebut Keterlibatan Masyarakat Indonesia di Sektor Asuransi Masih Rendah, Ini Alasannya

42 menit lalu

Ekonom senior Faisal Basri menghadiri diskusi film Bloody Nickel yang digelar Koalisi Masyarakat Sipil di Taman Ismail Marzuki (TIM) pada Sabtu, 4 Mei 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
Ekonom Sebut Keterlibatan Masyarakat Indonesia di Sektor Asuransi Masih Rendah, Ini Alasannya

Sektor asuransi hanya berkontribusi 6,9 persen terhadap totoal Gross Domestic Product (GDP), membuat Indonesia berada di posisi keenam Asia Tenggara


Respons PAN-Nasdem-PKS Soal Isu Poros Koalisi PKB dan PDIP di Pilkada 2024

42 menit lalu

Ilustrasi TPS Pilkada. Dok TEMPO
Respons PAN-Nasdem-PKS Soal Isu Poros Koalisi PKB dan PDIP di Pilkada 2024

PKB dan PDIP menjajaki peluang berkoalisi pada Pilkada 2024.


Museum Unik di Kroasia Ini Menampilkan Historis Dasi dan Simpul Ikatannya

42 menit lalu

Cravaticum di Zagreb, Kroasia. Instagram.com/cravaticum_museum
Museum Unik di Kroasia Ini Menampilkan Historis Dasi dan Simpul Ikatannya

Cravaticum - Museum Boutique of Cravat menjadi museum dasi pertama di dunia yang berada di Kroasia


Gelombang Panas Ekstrem Melanda Eropa, Negara Mana Saja yang Suhunya Naik?

42 menit lalu

Warga menggunakan payung di bawah sengatan matahari di Tokyo, Jepang, 9 Juli 2024. Jepang diterjang gelombang panas dengan cakupan lebih luas yang belum pernah terjadi sebelumnya. Suhu mencapai rekor tertinggi mendekati 40 derajat celsius, terjadi pada Senin (8/7/2024), di Tokyo dan di wilayah selatan Wakayama. REUTERS/Issei Kato
Gelombang Panas Ekstrem Melanda Eropa, Negara Mana Saja yang Suhunya Naik?

Gelombang panas dengan suhu udara menembus 40 derajat Celcius melanda negara-negara Eropa