Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Atheisme

Oleh

image-gnews
Iklan

Atheisme tak lahir di masa modern, tak juga ketika ada seseorang yang dengan cemas mewartakan bahwa "Tuhan sudah mati".

Antara tahun 800 dan 500 sebelum Masehi, di India, di masa ketika Upanishad mulai disusun sebagai ruti (kitab), sudah terdengar pernyataan-pernyataan yang menampik Wujud yang kekal dan kuasa. Surga dan neraka dinafikan, para pendeta diejek. Dalam salah satu Upanishad, ada bagian yang menyamakan para pendeta dengan sebarisan anjing: yang satu memegang ekor anjing yang mendahuluinya, dan semua mengulang, dengan takzim, kalimat yang sama.

Upanishad Swasanved bahkan membiarkan bagian yang lebih brutal: kitab-kitab suci disebutkan hanya hasil kerja orang gila yang congkak, dan orang banyak diperdaya kata-kata berbunga hingga mereka percaya kepada "dewa" dan "orang suci".

Dalam jilid pertama The Story of Civilization Will Durant ada nukilan tentang cerita Verocana yang selama 32 tahun di kahyangan jadi murid Prajapati. Sang Mahadewa mengajarkan "Ingsun, Diri yang bebas dari mala, tak lekang oleh umur, tak bisa mati, tak bisa sedih, tak bisa lapar... yang hasratnya adalah Kasunyatan". Tapi ternyata Verocana kembali ke bumi dan mengajarkan doktrin yang durhaka: "Orang yang membuat dirinya bahagia di bumi... akan beroleh dunia yang kini dan nanti."

Demikianlah di sudut-sudut India, sebelum Buddha lahir (yang ajarannya juga tak akan berbicara tentang Tuhan), hidup orang-orang bijak yang tak peduli adanya dewa, juga para pemikir materialis yang ingkar. Ajita Kesakambali, misalnya, menganggap manusia hanya tanah, air, api, dan angin: "Si pandir maupun si pandai, setelah tubuh mereka lumer, terputus, dimusnahkan... mereka bukan apa-apa." Bahkan dalam Ramayana ada tokoh bernama Jabali yang berkata kepada sang raja muda dari Ayodhya: "Tak ada hari kemudian, Rama, harapan dan iman manusia hanya sia-sia."

Sebuah era yang seru: para cendekiawan berkelana dari tempat ke tempat, muncul di dusun-dusun, tepian hutan, dan lereng bukit. Di antara mereka para Paribbajaka mengajarkan logika sebagai kiat pembuktian; mereka berbicara tentang tak-adanya Tuhan. Di bagian lain, para Charvaka menegaskan bahwa agama adalah sesuatu yang sesat, sebuah penyakit, dan hanya dipeluk kencang oleh orang ramai yang merasa bingung ketika pengetahuan tumbuh dan iman longsor. Mereka adalah pendahulu Marx yang berabad-abad kemudian menggemakan kesimpulan yang mirip: "Agama adalah desah makhluk yang tertindas, hati di dunia yang tak punya hati, dan sukma dari dunia yang tak punya sukma." Agama, bagi Marx, adalah candu orang ramai.

Tapi jika agama hanyalah ekspresi manusia--juga penghiburnya--jika agama bukan sesuatu yang datang dari langit, di manakah Tuhan? Tak ada?

Sekian abad sebelum Masehi, di India, di masa yang disebutkan di atas, tampaknya sebuah perubahan terjadi. Khalayak datang berbondong-bondong mendengarkan para atheis berbicara atau berdebat. Bangunan besar dibangun buat menampung mereka. Waktu itu--mungkin tak jauh berbeda dengan masa kini--agama begitu penting di masyarakat, tapi ditandai kecemasan sosial dan psikologis yang akut. Makna rohaninya pudar dan orang merasakan hal itu. Iman jadi peraturan dan amal baik jadi pameran. Ibadah tak lahir dari rasa syukur dan takjub kepada Tuhan, tapi karena ada otoritas yang mewajibkannya. Di Jerman abad ke-18 Hegel juga melihat gejala ini; ia menyebutnya sebagai "Positivitt" agama: "Perasaan ditumbuhkan dengan mekanistis dan melalui paksaan, amal dikerjakan atas perintah dan kepatuhan...."

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pendek kata, agama telah kehilangan sifatnya yang "subyektif". Sadar atau tak sadar, yang merasa beriman sebenarnya telah jadi semata-mata obyek, bukan dirinya sendiri. Ia "hilang bentuk/remuk". Ia terasing dari tindakan dan dunianya. Ia tak merdeka, hanya bisa menghadap ke satu arah dengan ketakutan. Agaknya itulah yang digambarkan Chairil Anwar dalam sajak "Doa":

Tuhanku
aku mengembara di negeri asing

Tuhanku
Di pintu-Mu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling

Sajak ini, meski mengandung protes, adalah puisi yang religius. Apa yang menggetarkan adalah saat Tuhan disebut sebagai Ia yang bisa diajak berbicara, Ia yang tak bertakhta dikelilingi benteng yang tinggi--meskipun manusia, dalam agama yang "positif", yang dogmatis, mengabaikan bahwa di dekat-Nya ada pintu.

Dengan kata lain, Tuhan dalam "Doa" bukan Tuhan yang sudah jadi berhala--bukan Tuhan yang dibentuk dan dirumuskan manusia, ditopang agama yang hanya untuk kepentingan si manusia. Tuhan, Dewa, Berhala: membatu, kedap, tegar, tak responsif kepada apa yang khas, yang partikular, dalam hidup.

Saya kira itulah yang terjadi ketika atheisme berkecamuk: orang menampik Tuhan di masa yang sama ketika agama membekukan Tuhan dan meniadakan pintu. Kini dan 2.800 tahun yang lalu.

Goenawan Mohamad

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Berita MotoGP: Joan Mir Perpanjang Kontrak di Repsol Honda hingga 2026

1 menit lalu

Joan Mir pembalap MotoGP di Repsol Honda. (Foto: Repsol Honda)
Berita MotoGP: Joan Mir Perpanjang Kontrak di Repsol Honda hingga 2026

Pembalap MotoGP Joan Mir memperpanjang kontraknya dengan tim pabrikan Honda Racing Corporation (HRC/Repsol Honda) selama dua musim.


Indikator Keberhasilan Pilkada 2024: Partisipasi Generasi Muda sampai Semua Pihak Patuhi Aturan

3 menit lalu

Ilustrasi TPS Pilkada. Dok TEMPO
Indikator Keberhasilan Pilkada 2024: Partisipasi Generasi Muda sampai Semua Pihak Patuhi Aturan

Beberapa indikator Pilkada 2024 berhasil, antara lain partisipasi generasi muda sebagai pemilih terbesar dan mematuhi aturan oleh semua pihak terlibat


Komika Arie Kriting Besut Film Kaka Boss, Berikut Film Lain yang Dibintanginya Termasuk Agak Laen

7 menit lalu

Stand Up Comedian Arie Kriting dengan gaya khas orang Timur tampil menghibur penonton di ajang Tujuh Hari Untuk Kemenangan Rakyat di Teater Salihara, Jakarta,  19 Juli 2014. TEMPO/Nurdiansah
Komika Arie Kriting Besut Film Kaka Boss, Berikut Film Lain yang Dibintanginya Termasuk Agak Laen

Arie Kriting menjadi sutradara film Kaka Boss. Sebelumnya, ia telah bermain dalam beberapa film termasuk Agak Laen.


Olivia Rodrigo Tegaskan Dukungan untuk Kamala Harris atas Isu Hak Reproduksi

8 menit lalu

Olivia Rodrigo/Foto: Instagram/Olivia Rodrigo
Olivia Rodrigo Tegaskan Dukungan untuk Kamala Harris atas Isu Hak Reproduksi

Olivia Rodrigo menunjukkan dukungannya kepada Kamala Harris dengan mengunggah ulang video yang mengkritik kebijakan Donald Trump tentang aborsi.


Cegah Wabah, WHO Kirim Lebih dari 1 Juta Vaksin Polio ke Gaza

8 menit lalu

Anak-anak Palestina menangis saat berebut makanan dimasak oleh dapur amal, di tengah kelangkaan makanan, saat konflik Israel-Hamas berlanjut, di Jalur Gaza utara, 18 Juli 2024. REUTERS/Mahmoud Issa
Cegah Wabah, WHO Kirim Lebih dari 1 Juta Vaksin Polio ke Gaza

WHO mengirimkan lebih dari satu juta vaksin polio ke Gaza untuk mencegah anak-anak terkena wabah


PSN Rempang Eco City Tetap Lanjut, Walhi: Suara Rakyat Diabaikan

8 menit lalu

Warga Rempang bentangkan spanduk di atas kapal di laut Pulau Rempang, Kota Batam, Senin, 20 Mei 2024. TEMPO/Yogi Eka Sahputra
PSN Rempang Eco City Tetap Lanjut, Walhi: Suara Rakyat Diabaikan

Pemerintah memutuskan untuk tetap melanjutkan Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City. Walhi sebut pemerintah abaikan suara rakyat.


Segini Harta Kekayaan Hakim MA yang Perintahkan Rumah Istri Rafael Alun Dikembalikan

8 menit lalu

Terdakwa mantan pejabat eselon III kabag umum Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Selatan II, Rafael Alun Trisambodo (tengah) berbincang dengan kuasa hukumnya saat mengikuti sidang pembacaan surat amar putusan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin, 8 Januari 2024. Rafael menyatakan masih pikir-pikir soal kemungkinan mengajukan banding atas vonis 14 Tahun penjara dan denda Rp 500 juta yang dijatuhkan  Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi kepadanya. TEMPO/Imam Sukamto
Segini Harta Kekayaan Hakim MA yang Perintahkan Rumah Istri Rafael Alun Dikembalikan

Lewat putusan kasasi, hakim MA (Mahkamah Agung) memerintahkan harta istri Rafael Alun Trisambodo dikembalikan. Segini kekayaan hakim tersebut.


Sepak Terjang Hendry Lie, Tersangka Korupsi Timah yang Keberadaannya Dimonitor Kejagung

8 menit lalu

Hendry Lie. (Dok. PT. Tinindo Inter Nusa (TIN))
Sepak Terjang Hendry Lie, Tersangka Korupsi Timah yang Keberadaannya Dimonitor Kejagung

Hendry Lie, tersangka korupsi timah yang juga pendiri perusahaan maskapai PT Sriwijaya Air.


Login WhatsApp Web Kini Bisa Tanpa Nomor Telepon, Muncul Risiko Penipuan Akun

8 menit lalu

WhatsApp Web. Kredit: Tech Advisor
Login WhatsApp Web Kini Bisa Tanpa Nomor Telepon, Muncul Risiko Penipuan Akun

Privasi pengguna kian aman saat memakai WhatsApp Web yang didaftarkan tanpa nomor telepon. Namun, pengguna jadi harus mewaspadai akun palsu.


Kupas Tuntas Perpres Nomor 76 Tahun 2024 Soal IUP yang Baru Disahkan Presiden Jokowi

18 menit lalu

Presiden Jokowi memberikan keterangan usai meluncurkan golden visa Indonesia di hotel ritz carlton, Jakarta Selatan, Kamis,  25 Juli 2024. TEMPO/Daniel a. Fajri
Kupas Tuntas Perpres Nomor 76 Tahun 2024 Soal IUP yang Baru Disahkan Presiden Jokowi

Di dalam JDIH Kemensesneg di Jakarta telah memuat ketentuan distribusi IUP kepada kelompok masyarakat tercantum dalam Pasal 5A ayat (1).