TEMPO.CO, Jakarta- Sutradara asal Taiwan yang sudah dua kali memenangkan Oscar sebagai sutradara terbaik kini mengeluarkan film terbarunya Billy Lynn's Long Halftime Walk. Kali ini tentang sehari bersama seorang pahlawan Amerika.
***
Kita kembali pada tahun 2004.
Jadi ‘musuh’ dunia saat itu adalah George W.Bush yang meributkan terminologi WMD (Weapon of Mass Destruction) yang konon ada di pojok Irak dan karena itu, menurut logika AS: Irak perlu diserbu. Ingat itu hanya tiga tahun setelah peristiwa 9/11 ketika mereka mencari kambing hitam. Jadilah kambing hitam: Afganistan dan Irak.
Novelis Ben Fountain lalu menciptakan tokog Billy Lynn. Seorang anak muda berusia 19 , Billy Lynn (Joe Alwyn) tahun yang sebetulnya berbeda dengan pasukan yang merelakan diri menembus ke arena antah berantah itu untuk memerangi entah siapa, dan senjata kimia yang entah di mana.
Film ini dibuka dengan adegan seorang tentara yang masih junor , Army Specialist (biasa disingkat SPC) yang menolong atasannya yang kena tembak. Adegan beberapa detik itu adalah rekaman dari Billy Lynn yang menolong atasannya, Shroom (Vin Diesel) yang tertembak dan menghajar lawan yang menerkamnya, tanpa bantuan.
Peristiwa inilah yang kemudian membawa kelompok Bravo, demikian nama rombongan tentara muda ini mendapatkan penghargaan dan diboyong kemana-mana untuk menjadi simbol inspirasi di AS yang kebanyakan tak mendukung perang Irak itu.
Novel Ben Fountain dan kamera 3-D John Toll menyorot seharian kelompok Bravo berkeliling dalam parade di berbagai kawasan dengan acara puncak pada sebuah pertunjukan paruh waktu pertandingan football (Sepak Bola Amerika) di hari Thanksgiving. Pada acara seharian inilah kita diberikan sedikit demi sedikit masa lalu Billy Lynn yang kemudian membawanya menjadi bagian dari kelompok Bravo dan berakhir pada peristiwa baku tembak yang legendaris itu. Dari kisah Billy yang membela kakaknya, Kathryn (Kristin Stewart) dari perlakuan buruk pacarnya hingga akhirnya dia terdampar sebagai relawan dalam perang Irak. Melalui kilas balik pula kita sekaligus mengenal anggota Bravo yang memiliki keunikannya masing-masing, juga si bos yang tegas dan sarkastik Sersan David Dime (Garrett Hendlund) dan si bos Shroom yang punya kecednrungan percaya pada mistik Timur (Shroom berkisah tentang keraguan Arjuna pada malam sebelum Baratayudha dimulai dan bagaimana Krisna member petuah).
Di antara gemuruh sambutan masyarakat Amerika –yang memuja maupun yang mengejek- Billy Lynn juga berkenalan dengan pemandu sorak Faison (Makenzie Leigh) yang begitu saja langsung membuatnya jatuh hati; belum lagi Albert (Chris Tucke) , produser yang telinganya seperti merekat dengan ponsel karena mencoba mencari investor untuk film yang akan dibuat berdasarkan pengalaman mereka dan Norm Oglesby (Steve Martin), konglomerat Texas yang hanya rela membayar mereka dengan uang seuprit untuk hak pembuatan film atas pengalaman mereka.
Pada acara parade itu, perlahan Billy Lynn memahami bahwa mereka menjadi sekedar alat propaganda. Mereka harus mengenakan baju tempur di atas panggung penuh balon warna warni dan kelompok Destiny Child –Beyoncé masih menjadi bagian trio ini dan hanya diperlihatkan dari belakang saja) hingga terasa ironi, karena bunyi letusan di atas panggung itu segera melempar Billy pada rentetan tembakan pada saat perang sekaligus ketika dia akhirnya menggorok leher musuh. Darah mengalir dengan tenang dan dingin.
Ang Lee memang pernah menyatakan ia selalu tertantang membuat film dengan tema dan pendekatan yang sama sekali berbeda daripada film sebelumnya. Ang Lee memang bukan sekedar sutradara besar biasa, tetapi dia seorang seniman. Kali ini Ang Lee ingin masuk dan memendamkan diri ke kultur Amerika –perhatikan cara Sersan Dimm mencoba meluruskan anak-anak buahnya yang terkadang bertingkah seenaknya: Militer Amerika dan Sepak Bola Amerika. Dua hal penting yang sangat memberikan karakterisasi khas masyarakat besar itu. Tentu saja sebelumnya Ang Lee pernah membuat film The Ice Storm yang berlatar belakang masyarakat Amerika tahun 1970-an. Tetapi film itu lebih berbicara tentang perubahan dan eksperimen sosial seks yang tengah melanda keluarga kelas atas AS.
Dibanding film-film Ang Lee sebelumnya (Life of Pi, Brockback Mountain), kali ini dia menjauh dari melankoli dan sentimentalitas. Bahkan tokoh Kathryn –yang diperankan dengan baik oleh Kristen Stewart—meski bernasib memilukan, tampil sebagai perempuan kuat yang berupaya untuk acuh tak acuh, kuat dan protektif terhadap adiknya. Tidak (boleh) emosional dan seolah Ang Lee melarang kucuran airmata.
Film ini tetap sangat layak untuk ditonton, meski ini bukanlah karya Ang Lee terbaik.
Leila S.Chudori
BILLY LYNN’S LONG HALFTIME WALK
Sutradara : Ang Lee
Skenario : by Jean-Christophe Castelli
Berdasarkan novel karya Ben Fountain
Pemain : Joe Alwyn, Kristen Stewart, Garret Hedlun, Steve Martin, Vin Diesel