Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Ras

Oleh

image-gnews
Iklan

Pada suatu hari Manuel Vargas, Jr. datang ke sebuah rumah sakit di Singapura untuk pemeriksaan kandung kemihnya. Di bagian pendaftaran ia harus mengisi formulir: nama lengkap, tanggal lahir, alamat, nomor ponsel....

Dengan lancar ia jawab semua pertanyaan, kecuali satu kolom: ras, race. Ia tertegun. Pengajar psikologi di sebuah universitas di Manila itu heran bahwa di tahun 2017 faktor "ras" masih dibutuhkan dalam telaah medis.

Ia berpikir sejenak, lalu menulis, "Melayu."

Petugas: "Tuan tak salah tulis?"

"Tidak," Manuel tersenyum.

"Tapi nama Tuan bukan nama Muslim."

"Saya tak tahu apa maksud Anda dengan 'nama Muslim'. Saya Katolik dan ras saya, menurut kategori resmi, Melayu."

Lalu tambahnya, sedikit sarkastis: "Kalau Anda keberatan, saya tarik kembali. Apalagi saya tak tahu apa hubungan ras dengan kandung kemih."

Dr Manuel Vargas, Jr. (bukan nama sebenarnya) agak mencemooh: di bagian dunia ini orang peduli benar terhadap kategori rasial dengan kesimpulan yang aneh: bahwa "Melayu" berarti "Muslim", bahwa orang Melayu tak mungkin bernama Manuel Vargas atau Julia Perez. Di sini tampaknya orang masih percaya ada ciri biologis, gaya hidup, atau pola nutrisi yang tetap dalam sebuah "ras" dan sebab itu penting dalam analisis medis.

Vargas kesal tapi tersenyum. Baginya, tak ada "ras". Ia gemar mengutip Kwame Anthony Appiah, filosof Inggris-Amerika yang dalam In My Father's House: Africa in the Philosophy of Culture (1992) mengatakan, "Tak ada ras, dan tak ada sesuatu di kehidupan dunia yang dapat melakukan semua hal yang kita harapkan dari ras...."

Appiah malah pernah menegaskan, secara biologis, identitas rasial itu nonsens. Apalagi mengaitkan ras dengan budaya-misalnya sikap berbahasa dan cara makan atau bersetubuh. Dalam semua hal itu, tak ada konsistensi.

Appiah sendiri contoh tak adanya konsistensi itu. Ia lahir di London tapi dibesarkan di Kumasi, Ghana. Ayahnya seorang diplomat dari negeri Afrika bekas koloni itu, ibunya seorang aristokrat Inggris yang punya sejarah dalam tata kolonial. Bahkan dalam perkawinan Appiah berada di luar kategori yang ada: ia gay, menikah dengan lelaki keturunan Yahudi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Apa boleh buat: identitas tak pernah tunggal dan mandek. Kita berenang dalam arus label demi label yang tak henti-henti: aku seorang ibu, aku seorang muslimat, aku seorang polisi.... Identitas hanya seakan-akan menetap ketika ia dilekatkan ke diri kita oleh masyarakat dan Negara-dan kita mengadopsinya, tak jarang dengan yakin, mengharukan dan menggelikan.

Tapi-jika kita ikuti pandangan Appiah-sesungguhnya tak pernah ada seseorang yang "Melayu" atau "Tionghoa". Hanya asumsi dari luar dan penentuan diri sendiri yang membentuknya. "Kita mengharapkan orang dari ras tertentu untuk berperilaku secara tertentu," kata Appiah. Sang label "membentuk laku intensional dari mereka yang dimasukkan di bawah label itu".

Walhasil, label atau identitas terbangun dan dirawat dari kondisi bersama-orang-lain. Terutama dalam persaingan, kecemasan, dan permusuhan. Ketika rezim Hindia-Belanda membagi penduduk Indonesia dalam kategori "Eropa", "Timur Asing", dan "Pribumi", tujuan utamanya adalah mengukuhkan otoritas kolonial-sebuah otoritas yang rapuh fondasinya di atas masyarakat jajahan yang sudah 300 tahun melawan.

Kategori itu kacau: "Eropa" tak dilihat dari asal-usul dan warna kulit, tapi dari "mutu" kebudayaannya; "Timur Asing" mengacu ke asal-usul geografis, tapi tak jelas apakah seorang Melayu dari Semenanjung masuk golongan ini. Sedangkan "Pribumi", inlander, kadang-kadang dikaitkan dengan sejarah, budaya, atau etnisitas.

Singkat kata: tak konsisten. Tapi rezim Hindia-Belanda mengukuhkannya dengan pelbagai cara-dari tata sosial-politik sampai dengan pakaian. Raden Saleh, pelukis ternama itu, ketika kembali ke Jawa, harus menulis surat kepada Ratu Belanda agar ia diizinkan mengenakan pantalon, sebab di Hindia-Belanda inlander hanya boleh memakai kain dan destar. Permohonan Raden Saleh ditolak.

Dalam apartheid seperti itu, sulit menyatakan tak ada ras. Appiah memang punya privilese untuk menolak taksonomi itu. Tapi dari latar yang pedih, orang justru merasa perlu menegaskannya. Kita baca Aime Cesaire (1913-2008), penyair Martinik, jajahan Prancis. Dalam keadaan disisihkan, bersama intelektual lain dari Afrika, ia buat gerakan Negritude. Ia menulis:

dalam kebisuan yang gelap dan luas, ada suara yang bangkit, tanpa penerjemah, tak diubah, tak bernyaman-nyaman,

sebuah suara keras dan stakato, menyebut buat pertama

kalinya, "Aku, Negre"

Bagi Aime, ia menulis "untuk identitas yang didapatkan kembali".

Politik identitas bermula dari sini: hasrat untuk diakui. Tapi ada yang bisa menjebak: identitas, juga identitas rasial, sering begitu menggelembung hingga lupa bahwa tak ada yang utuh dan hakiki dalam dirinya. Juga tak ada hubungannya dengan kandung kemih.

Goenawan Mohamad

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Kejaksaan Tahan Mantan Ketua KONI Sumsel Hendri Zainudin Tersangka Korupsi Dana Hibah APBD

11 menit lalu

Ketua Umum KONI Sumatera Selatan periode 2020-2023 Hendri Zainuddin memasuki mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Provinsi Sumatera Selatan di Palembang, Selasa 16 April 2024. Kejati Sumatera Selatan menahan Hendri Zainudin setelah ditetapkan sebagai tersangka pada September 2023 terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pencairan deposito dan dana hibah Pemerintah Provinsi Sumsel serta pengadaan barang yang bersumber dari APBD tahun anggaran 2021.   ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Kejaksaan Tahan Mantan Ketua KONI Sumsel Hendri Zainudin Tersangka Korupsi Dana Hibah APBD

Kejaksaan menahan mantan Ketua KONI Sumsel Hendri Zainudin tersangka korupsi dana hibah APBD. Proses hukum sempat ditunda menunggu pemilu usai.


Korea Selatan Punya 12 Perayaan Unik yang Jatuh Setiap Tanggal 14, Apa Itu?

31 menit lalu

Ilustrasi pasangan berpelukan. shutterstock.com
Korea Selatan Punya 12 Perayaan Unik yang Jatuh Setiap Tanggal 14, Apa Itu?

Tanggal 14 menjadi angka spesial dalam kalender Korea Selatan. Tak hanya Black day, ternyata Korea punya 12 perayaan unik yang berkaitan dengan cinta.


Cerita di Balik Penemuan Jasad Pegawai Honorer Kementerian Terkubur di dalam Rumah di Bandung

1 jam lalu

Rumah korban Didi Hartanto usai dilakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) di Perumahan Bumi Citra Indah, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Selasa, 16 April 2024. ANTARA/Rubby Jovan
Cerita di Balik Penemuan Jasad Pegawai Honorer Kementerian Terkubur di dalam Rumah di Bandung

Seorang pegawai honorer kementerian berusia 42 tahun dilaporkan hilang sejak 30 Maret 2024 lalu. Jasadnya ditemukan terkubur di dalam rumahnya.


Soal Penutupan Jalan BRIN di Serpong, Wali Kota Tangsel Angkat Bicara

2 jam lalu

Penutupan akses jalan di depan kantor BRIN di Jalan Raya Serpong-Parung gagal dilakukan, Kamis 11 April 2024. (TEMPO/Muhammad Iqbal)
Soal Penutupan Jalan BRIN di Serpong, Wali Kota Tangsel Angkat Bicara

warga sekitar kompleks BRIN berunjuk rasa menolak penutupan jalan yang menjadi akses jalan Serpong - Parung itu.


KPK Akhirnya Tetapkan Bupati Sidoarjo sebagai Tersangka, Eks Penyidik: Lambat Mengambil Langkah Hukum

2 jam lalu

Bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor Ali, memenuhi panggilan penyidik untuk menjalani pemeriksaan, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Jumat, 16 Februari 2024. Ahmad Muhdlor Ali, diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD Kabupaten Sidoarjo, Siska Wati, pasca terjaring operasi tangkap tangan KPK, terkait dugaan tindak pidana korupsi berupa pemotongan dan penerimaan uang kepada pegawai negeri di Lingkungan Badan Pelayanan Pajak Daerah Kabupaten Sidoarjo. TEMPO/Imam Sukamto
KPK Akhirnya Tetapkan Bupati Sidoarjo sebagai Tersangka, Eks Penyidik: Lambat Mengambil Langkah Hukum

Eks Penyidik KPK Yudi Purnomo mempertanyakan lambatnya penetapan tersangka terhadap Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali alias Gus Muhdlor


KPK Setor Uang Pengganti dan Denda Rp 8,2 Miliar dari Eks Walikota Ambon dan Camat Jatisampurna

3 jam lalu

Terdakwa Walikota Ambon (nonaktif), Richard Louhenapessy, seusai mengikuti sidang lanjutan pemeriksaan keterangan saksi dilaksanakan secara daring oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Ambon dari Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta,  Jumat, 21 Oktober 2022. Sidang ini dengan agenda pemeriksaan keterangan saksi yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum KPK dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi kasus pemberian hadiah atau janji terkait persetujuan izin prinsip pembangunan untuk 20 gerai usaha retail tahun 2020 di Kota Ambon dan penerimaan gratifikasi. TEMPO/Imam Sukamto
KPK Setor Uang Pengganti dan Denda Rp 8,2 Miliar dari Eks Walikota Ambon dan Camat Jatisampurna

KPK menyetor uang pengganti dan denda Rp 8,2 miliar ke kas negara dari Eks Walikota Ambon Richard Louhenapessy dan Camat Jatisampurna Wahyudih.


Bagaimana Bisa Stres Orang Tua Menyakiti Anak? Begini Kiat Mengatasi Self Harm

3 jam lalu

Ilustrasi stres/bingung. Shutterstock.com
Bagaimana Bisa Stres Orang Tua Menyakiti Anak? Begini Kiat Mengatasi Self Harm

Tindakan ini dipandang sebagai cara untuk meluapkan rasa sakit dan stres psikologis hingga mengembalikan rasa tenang.


Eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto Segera Disidangkan, KPK Bakal Limpahkan Berkas Perkara

3 jam lalu

Mantan Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Yogyakarta, Eko Darmanto, resmi memakai rompi tahanan seusai menjalani pemeriksaan, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Jumat, 8 Desember 2023. KPK resmi meningkatkan status perkara ke tahap penyidikan dengan menetapkan dan melakukan penahanan secara paksa selama 20 hari pertama terhadap tersangka Eko Darmanto, dalam perkara dugaan penerimaan gratifikasi sejumlah Rp.18 miliar di Dirjen Bea Cukai Kementerian Keuangan RI. TEMPO/Imam Sukamto
Eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto Segera Disidangkan, KPK Bakal Limpahkan Berkas Perkara

KPK mengatakan bukti permulaan awal gratifikasi yang diterima Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto berjumlah Rp 18 miliar.


Menjelang Putusan MK, Begini Menurut Kuasa Hukum Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo

4 jam lalu

Sidang sengketa hasil Pilpres di Mahkamah Konstitusi (MK) dengan agenda pemeriksaan saksi dan ahli pihak terkait atau Kubu Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di Gedung MK, Jakarta pada Kamis, 4 April 2024. TEMPO/Amelia Rahima Sari
Menjelang Putusan MK, Begini Menurut Kuasa Hukum Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo

Sebelum 22 April, MK akan menggelar rapat permusyawaratan hakim. RPH bertujuan untuk menentukan putusan MK dari seluruh proses sengketa Pilpres 2024.


Polri Catat 2.895 Kecelakaan selama Arus Mudik dan Balik Lebaran 2024

5 jam lalu

Kakorlantas Polri Irjen Aan Suhanan bersama Dirut PT Jasa Raharja Rivan Purwantono meninjau lokasi kecelakaan bus Rosalia Indah di KM 370 Tol Semarang-Batang, Jawa Tengah, Kamis, 11 April 2024. Dok. Korlantas Polri
Polri Catat 2.895 Kecelakaan selama Arus Mudik dan Balik Lebaran 2024

Korban meninggal akibat kecelakaan saat arus mudik dan arus balik Lebaran tahun ini mencapai 429 orang.