Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Jurnalisme Tempo: Obyektivitas atau Bobot Politik?

image-profil

image-gnews
Iklan

Dodi Ambardi
Dosen Departemen Ilmu Komunikasi UGM

Sejauh mana Tempo mampu menjaga netralitas atau obyektivitas pemberitaannya sepanjang pemberitaan pemilihan kepala daerah DKI Jakarta 2017 yang telah membelah Jakarta? Bisakah obyektivitas pemberitaan ala Tempo membantu pemilih untuk memilih secara benar bagi masa depan Jakarta?

Pengelola Tempo menghubungi saya dan meminta sebuah assessment. Mereka memberi saya kebebasan mutlak dalam melakukan penilaian setelah mengirimkan 306 berita hasil liputannya tentang pilkada Jakarta yang dirangkum dari Koran Tempo dan majalah Tempo dalam rentang enam bulan, sejak November 2016 sampai April 2017.

Definisi klasik obyektivitas merujuk pada penyampaian informasi faktual dan penghindaran dari opini personal serta pemeliharaan komitmen untuk memisahkan keduanya dalam proses pemberitaan. Dalam jagat politik yang kompetitif, panduan obyektivitas pemberitaan hadir dalam penerapan prinsip keseimbangan dan kesetaraan peliputan antar-kompetitor pemilu. Dengan kriteria ini, empat bundel topik pemberitaan Tempo bisa dinilai: pelanggaran pemilu, strategi dan taktik pemenangan kandidat, penistaan agama, serta isu kebijakan.

Pelanggaran aturan pemilu adalah topik berita yang paling sering muncul di Koran Tempo. Variasi kedalaman informasi dalam pemberitaan Tempo bisa ditebak. Berita-berita di majalah pasti lebih banyak menawarkan kedalaman ketimbang koran. Perbedaan ini tecermin dari pilihan format pemberitaan. Hampir seluruh berita Koran Tempo berformat berita langsung, sedangkan berita investigatif hanya muncul di majalah Tempo. Dalam derajat tertentu, perbedaan ini wajar saja karena pengelola Tempo tentu tak akan menyajikan menu kembar, yang sekaligus muncul di koran dan majalah.

Namun kewajaran ini menjadi persoalan karena tidak semua pembaca Koran Tempo adalah pembaca majalah Tempo. Pembaca Koran Tempo mendapatkan banyak variasi berita pelanggaran aturan pemilu yang episodik, yakni berita-berita yang terpisah satu dengan lainnya. Namun mereka tidak mendapatkan gambaran pola, tren, serta besaran dan jangkauan pelanggaran yang dilakukan masing-masing pasangan kandidat dan timnya.

Kalau jenis dan frekuensi pelanggaran pemilu itu begitu banyak, semuanya berpotensi mengubah peluang politik pasangan kandidat lawan. Namun baik Koran Tempo maupun majalah Tempo tidak menyajikan tren dan pola pelanggaran serta implikasi yang mengikutinya.

Bundel pemberitaan yang berfokus pada kebijakan publik memberikan gambaran yang miskin juga. Pertama, dari segi jumlah, proporsi berita tentang isu kebijakan memiliki proporsi paling sedikit. Kedua, baik Koran Tempo maupun majalah Tempo lebih bertumpu pada peristiwa-peristiwa formal, yakni debat kebijakan antarkandidat. Meskipun faktual dan obyektif, pemberitaan tersebut tidak bertolak dari observasi dan pemetaan mandiri tentang isu-isu kebijakan yang dianggap penting oleh publik-atau oleh Tempo sendiri. Selain itu, berita-berita tersebut ditandai dengan minimnya eksplorasi data untuk memberi bobot perdebatan dan sedikitnya upaya untuk melakukan verifikasi kritis di lapangan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kita ambil sebuah contoh berita "Anies Kumpulkan Data Penggusuran, Ahok Siapkan Kejutan" di Koran Tempo, 10 Februari 2017. Isu pokok berita ini adalah persiapan yang dilakukan oleh pasangan kandidat yang akan berdebat di televisi. Salah satu topik debat adalah kebijakan relokasi (atau penggusuran) yang dijalankan oleh pasangan inkumben, Ahok-Djarot. Dalam berita ini pula, pasangan Anies-Sandi mengkritik kebijakan tersebut dan menghubungkannya dengan penurunan kualitas hidup masyarakat korban penggusuran.

Problemnya, Koran Tempo dan majalah Tempo tidak mengkonfrontasi klaim para kandidat itu dengan data sendiri. Bahkan, setelah debat pun, informasi itu berhenti karena tidak diikuti berita lanjutan.

Sampai di sini, kita bisa mengatakan bahwa jurnalisme Tempo mendekati kriteria obyektivitas yang bertumpu pada faktualitas, tapi gagal menyajikan informasi yang kritis terhadap pernyataan kandidat. Dengan batas ini, seberapa banyak bekal informasi yang diberikan Tempo kepada pembaca dan pemilih agar mereka bisa memilih secara benar? Memilih secara benar mengandaikan adanya kesempurnaan dan kelengkapan informasi yang diakuisisi oleh pemilih melalui media.

Dalam perbandingan, keempat bundel topik berita Tempo memiliki relevansi yang bertingkat terhadap kepentingan pemilih. Topik pelanggaran memiliki relevansi yang tinggi bagi kandidat yang bertarung, tapi tidak bagi pemilih. Berita-berita tersebut menentukan peluang kemenangan kandidat, tapi tidak memberikan basis evaluasi bagi pemilih tentang kinerja dan janji kebijakan para kandidat. Dua topik lainnya, yakni topik tentang taktik dan strategi pemenangan serta topik penistaan agama, diliput secara reguler. Namun dua topik ini memiliki relevansi yang juga rendah bagi pemilih. Celakanya, ketiga topik ini proporsinya secara ekstrem melampaui topik pemberitaan tentang kebijakan.

Kritik lainnya, di mana suara mereka yang tergusur bisa kita temukan? Berbagai berita Tempo tidak memberikan ruang bagi mereka.

Kritik ini direspons secara lebih baik di majalah Tempo. Setidaknya, untuk kebijakan reklamasi Teluk Jakarta, Tempo menyajikan dua pandangan yang bertabrakan. Sayangnya, eksplorasi jalan tengah tidak tersajikan.

Kita mungkin bisa berharap, jika saja pembaca mendapatkan suplai informasi kebijakan yang komplet dari Tempo, mungkin akan lebih banyak pemilih Jakarta yang memilih secara benar.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Diberitakan Ditangkap, Bambang Widjojanto Ajukan Hak Koreksi ke Poskota

11 Agustus 2022

Wakil Ketua KPK Non aktif Bambang Widjojanto berorasi dalam pentas Seni Lawan Korupsi di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 05  Maret 2015. Sebanyak 23 Lembaga Seni menggelar aktivitas seni saat mendeklarasikan Seni Lawan Korupsi. TEMPO/Nurdiansah
Diberitakan Ditangkap, Bambang Widjojanto Ajukan Hak Koreksi ke Poskota

Bambang Widjojanto membantah ditangkap polisi seperti yang diberitakan Poskota.co.id


Kasus Setya Novanto, Metro TV Tak Toleransi Pelanggar Kode Etik

17 November 2017

Mobil yang dinaiki Ketua DPR RI sekaligus tersangka kasus dugaan megakorupsi e-KTP Setya Novanto usai menabrak tiang listrik di Jalan Permata Berlian RT 2 RW 2, Kelurahan Grogol Utara, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan pada Kamis, 16 November 2017 malam. Foto: Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya
Kasus Setya Novanto, Metro TV Tak Toleransi Pelanggar Kode Etik

Direksi, kata Bosco, akan memberi sanksi kepada wartawannya jika terbukti terlibat menghalangi proses hukum kasus Ketua DPR RI Setya Novanto.


Dewan Pers: Jangan Layani Permintaan THR dari Pers  

16 Juli 2015

Bagir Manan. TEMPO/Aditia Noviansyah
Dewan Pers: Jangan Layani Permintaan THR dari Pers  

Hanya ada tiga organisasi wartawan yang diakui Dewan Pers


Dianggap Langgar Kode Etik, Koran Kedaulatan Rakyat Didemo  

6 April 2015

Mantan Bupati Bantul, Idham Samawi. TEMPO/Suryo Wibowo.
Dianggap Langgar Kode Etik, Koran Kedaulatan Rakyat Didemo  

Octo Lampito menyatakan siap menghadapi upaya pengaduan ke Dewan Pers.


Kasus Pemred Jakarta Post Diserahkan ke Dewan Pers  

6 Januari 2015

Pemimpin Redaksi The Jakarta Post Meidyatama Suryodiningrat. foto : abc.net.au
Kasus Pemred Jakarta Post Diserahkan ke Dewan Pers  

Pemimpin Redaksi The Jakarta Post tak jadi diperiksa pada Rabu, 7 Januari 2015.


Polda Stop Kasus Jakarta Post bila Mediasi Sukses  

18 Desember 2014

Pemimpin Redaksi The Jakarta Post Meidyatama Suryodiningrat. foto : abc.net.au
Polda Stop Kasus Jakarta Post bila Mediasi Sukses  

Penyidik lebih mengedepankan Undang-Undang Pers sehingga mempersilakan Dewan Pers untuk menyelesaikan kasus tersebut dengan cara mediasi.


Pilpres, Media di Indonesia Mengkhawatirkan  

13 Juli 2014

Coretan terlihat di dekat pintu masuk garasi kantor perwakilan TVOne Yogyakarta di kompleks perumahan Timoho Regency, Umbulharjo, Yogyakarta, 2 Juli 2014.  TEMPO/Suryo Wibowo
Pilpres, Media di Indonesia Mengkhawatirkan  

"Membuat publik tak percaya."


Ini Surat Terbuka Jurnalis RCTI untuk Hary Tanoe

26 Juni 2014

Komisaris Utama MSKY Hary Tanoesoedibjo. TEMPO/Imam Sukamto
Ini Surat Terbuka Jurnalis RCTI untuk Hary Tanoe

"Asumsi 'semua juga tahu' tak berlaku dalam karya jurnalistik."


Gubernur Sumut Tantang Jurnalis Adu Fisik

25 Juni 2014

Ere.net
Gubernur Sumut Tantang Jurnalis Adu Fisik

Diwawancarai dana bagi hasil belum dibayarkan Pemprov Sumut sebesar Rp 2,2 triliun ke pemerintah kabupaten/kota.


Wartawan Adukan Pegawai Kominfo Sampang ke Polisi  

6 Mei 2014

TEMPO/ Imam Yunni
Wartawan Adukan Pegawai Kominfo Sampang ke Polisi  

Entah bercanda atau serius, YP melontarkan pernyataan bernada melecehkan.