Pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi seharusnya menindak tegas Direktur Penyidikan KPK Aris Budiman. Kehadiran Aris dalam rapat Panitia Khusus Angket KPK, Selasa lalu, merupakan pembangkangan terhadap pimpinan lembaga sekaligus merusak citra komisi antikorupsi ini.
Aris memenuhi panggilan Panitia Angket KPK, Selasa pekan lalu, meski pimpinan KPK melarangnya. Di hadapan anggota Panitia, Brigadir Jenderal Kepolisian itu menyatakan tidak mau dilarang, dengan dalih kehormatannya terusik.
Dua tahun menjabat di KPK, Aris kini sedang menjadi sorotan. Dia dituding menyalahgunakan wewenang dan membocorkan penyidikan. Tuduhan ini terungkap dalam rekaman pemeriksaan penyidik KPK terhadap saksi kasus megakorupsi e-KTP- kini terdakwa perkara kesaksian palsu- Miryam S. Haryani yang diputar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin tiga pekan lalu.
Rekaman itu menunjukkan, dalam pemeriksaan pada Desember 2016, Miryam mengungkapkan bahwa rencana pemanggilan dirinya oleh penyidik KPK telah bocor sejak jauh hari. Menurut Miryam, koleganya di parlemen menyatakan mereka telah bertemu dengan Aris dan Miryam diminta menyediakan uang Rp 2 miliar jika ingin lolos dari jerat pidana.
Patut diduga Aris tengah berusaha mencari perlindungan DPR. Dia tahu pengawas internal KPK sedang memeriksa kebenaran informasi yang terungkap dalam persidangan Miryam. Kepada Panitia Angket, Aris balik menuding ada sekelompok orang di Direktorat Penyidikan yang melawannya. Dia pun mengatakan telah melaporkan penyidik utama KPK, Novel Baswedan.
Tak hanya melawan pimpinan, kedatangan Aris dalam rapat Panitia Angket juga melanggar poin integritas dalam kode etik KPK. Setiap insan komisi antikorupsi, menurut kode etik itu, harus bersikap loyal, mengesampingkan kepentingan pribadi, menjaga nama baik lembaga, serta tidak memberikan informasi kepada pihak yang tidak berhak kecuali atas persetujuan pimpinan.
Sejak dibentuk pada akhir April lalu, Panitia Angket KPK tak diakui oleh komisi antikorupsi. Ratusan pakar hukum tata negara pun menilai penggunaan hak penyelidikan DPR terhadap KPK cacat hukum, meskipun anggota Panitia berkeras tujuan mereka baik, yakni ingin mengkaji peran KPK dalam sistem ketatanegaraan.
Tindakan Aris boleh dibilang merupakan pengkhianatan terhadap rekan-rekannya di KPK yang justru menggugat dasar hukum penggunaan hak angket ke Mahkamah Konstitusi. Apa pun alasannya, tindakan ini berpotensi merusak lingkungan kerja yang kondusif dan harmonis di KPK, dan melanggar kode etik lembaga. Karena itu, Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri ini sebaiknya dikembalikan ke institusi lamanya. Selain itu, KPK perlu mengusut tuntas secara transparan dugaan pemerasan yang terungkap dalam persidangan Miryam.