Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Amburadul Bantuan Sosial Pandemi

image-profil

Guru Besar Sosiologi Ekonomi FISIP Universitas Airlangga

image-gnews
Warga memeriksa bantuan sosial berupa paket sembako dari Presiden di kawasan Cipete Selatan, Jakarta, Rabu, 29 April 2020. TEMPO/M Taufan Rengganis
Warga memeriksa bantuan sosial berupa paket sembako dari Presiden di kawasan Cipete Selatan, Jakarta, Rabu, 29 April 2020. TEMPO/M Taufan Rengganis
Iklan

Bagong Suyanto
Guru Besar Sosiologi Ekonomi FISIP Universitas Airlangga

Niat baik pemerintah untuk membantu masyarakat miskin yang menjadi korban wabah Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) ternyata tidak selalu berjalan seperti yang diharapkan. Negara, yang berusaha hadir dan peduli pada kesulitan hidup rakyat, ternyata belum didukung dengan validitas data yang memadai.

Di DKI Jakarta, misalnya, dilaporkan, alih-alih diterima rakyat miskin yang membutuhkan, bantuan sosial justru dialokasikan untuk orang-orang kaya yang tidak berhak. Nama salah seorang anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi PDIP dilaporkan juga sempat masuk daftar penerima bantuan. Meski dalam prosesnya ketahuan dan kemudian bantuan itu tidak jadi diberikan, berbagai kasus yang terjadi membuktikan bahwa ada hal yang mesti diperbaiki dalam proses penyaluran bantuan di Tanah Air.

Yang namanya orang kaya dan pejabat negara tentu bukan termasuk orang yang kurang mampu sehingga perlu dan berhak menerima bantuan. Meski demikian, karena pandemi Covid-19 terjadi begitu mendadak dan kita tidak siap dengan data yang valid, kemungkinan terjadi kekeliruan pun menjadi terbuka.

Secara politis, kepedulian dan komitmen pemerintah untuk menyalurkan bantuan bagi rakyat miskin yang terkena dampak Covid-19 sebetulnya patut dipuji dan sudah seharusnya dilakukan. Namun bantuan yang disalurkan ke masyarakat itu belum sepenuhnya tepat sasaran karena tidak didukung data yang akurat.

Baca Juga:

Ada beberapa kekisruhan yang selama ini terjadi dalam proses penyaluran bantuan sosial untuk korban Covid-19. Pertama, terjadinya bias dan bahkan tumpang-tindih dalam pendataan siapa orang yang berhak mendapat bantuan, terutama antara data yang dimiliki pemerintah pusat dan data pemerintah daerah.

Idealnya, data masyarakat miskin yang berhak menerima bantuan seharusnya konsisten antara pusat dan daerah. Tapi, karena data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) yang dipergunakan Kementerian Sosial sebagai basis data pemberian bantuan ternyata tidak selalu sama dengan data yang diberikan pemerintah kabupaten dan kota, terjadi kekeliruan dalam penetapan siapa yang menjadi sasaran bantuan.

Kedua, terjadinya perkembangan atau dinamika kondisi sosial-ekonomi masyarakat di lapangan yang berubah sangat cepat. Ini menyebabkan sebagian orang tiba-tiba jatuh menjadi "orang miskin baru" atau ada orang-orang miskin yang mengalami proses pendalaman kemiskinan yang semakin parah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Selisih riil antara jumlah masyarakat miskin yang terdata dan masyarakat yang tengah membutuhkan bantuan tidak sekali-dua kali ini terjadi. Di Banyumas, misalnya, pemerintah pusat dilaporkan telah menggelontorkan bantuan sebesar Rp 600 ribu per keluarga selama tiga bulan. Bantuan ini dialokasikan untuk 57.722 keluarga di sana. Dalam kenyataannya, jumlah keluarga yang membutuhkan bantuan sebetulnya 131 ribu, sehingga ada 73.278 keluarga yang tidak mendapatkan apa-apa.

Untuk mencegah munculnya kecemburuan sosial dan protes masyarakat, terutama dari rumah tangga yang tak menerima bantuan sosial, pemerintah daerah Banyumas akhirnya mengambil jalan tengah, yakni memecah nilai bantuan menjadi Rp 300 ribu per keluarga per bulan selama tiga bulan. Dengan semikian, jumlah penerima bisa diperluas dua kali lipat atau sebanyak 115.444 keluarga. Masalahnya, apakah dengan bantuan hanya tinggal Rp 300 ribu itu dapat menghidupi satu keluarga?

Ketiga, proses penyaluran bantuan ada kemungkinan terkontaminasi kepentingan politik sebagian kepala daerah yang akan kembali maju dalam pemilihan kepala daerah mendatang. Penyaluran bantuan, yang seharusnya steril dari kepentingan politik, ternyata disusupi kepentingan pragmatis inkumben yang ingin memanfaatkan kesempatan dan mencoba mengail di air keruh.

Di beberapa daerah, sejumlah media massa melaporkan ditemukannya foto diri kepala daerah di bungkusan bantuan sosial. Jadi, tanpa harus mengeluarkan dana pribadi, sang kepala daerah berusaha mendongkrak popularitas dirinya dengan menumpang pada penyaluran bantuan yang didanai pemerintah pusat maupun daerah. Tindakan culas seperti ini tentu memprihatinkan di tengah penderitaan sebagian besar masyarakat yang terkena dampak pandemi.

Bagi orang-orang yang terkena dampak wabah, berapa pun alokasi bantuan dan apa pun bentuk bantuan yang digulirkan pemerintah tentu akan bermanfaat dalam memperpanjang daya tahan mereka menghadapi krisis dan tekanan kebutuhan hidup. Tapi, ketika bantuan yang dikucurkan ternyata sebagian besar diwujudkan dalam bentuk natura dan hanya sebagian kecil yang diberikan dalam bentuk uang tunai, skema pemberian bantuan seperti ini dikhawatirkan justru bias dan cenderung lebih menguntungkan kelompok tertentu.

Para pelaku ekonomi berskala kecil dan masyarakat di perdesaan niscaya tidak akan banyak memetik manfaat dari skema penyaluran bantuan dalam bentuk natura. Pengadaan barang seperti beras dan bahan kebutuhan pokok lain hanya menguntungkan pengusaha besar dan para tengkulak.

Ketika masyarakat menerima bantuan dalam bentuk beras atau bahan kebutuhan lain, tentu mereka tidak lagi harus berbelanja di warung atau pasar di sekitar tempat tinggalnya. Sementara itu, pengusaha dan pedagang besar justru akan memetik keuntungan karena barang dagangan mereka akan dibeli dalam skala besar melalui mekanisme penunjukan atau kerja sama lain. Pada titik ini, yang perlu dipertanyakan adalah siapa sebetulnya yang dibantu dan siapa pula yang menikmati keuntungan terbesar dari kebijakan pemerintah menyalurkan bantuan sosial bagi korban wabah Covid-19?

Iklan

Berita Selanjutnya



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Pemilihan Presiden Tanpa Penyalahgunaan Jabatan

1 hari lalu

Menteri Pertahanan Prabowo Subianto menyampaikan paparan dihadapan ribuan orang kepala desa dan pengurus Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia di GOR C-Tra Arena, Bandung, Jawa Barat, 23 November 2023. Prabowo Subianto bersama mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan mantan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi, menghadiri Rakerda Apdesi Jawa Barat yang dihadiri sekitar 5.000 orang kepala desa dan pengurus pemerintah desa. TEMPO/Prima Mulia
Pemilihan Presiden Tanpa Penyalahgunaan Jabatan

Agar pemilihan presiden dan wakil presiden terhindar dari mudarat kecurangan dan ketidakadilan, semestinya para menteri dan kepala daerah yang menjadi calon melepas jabatan.


4 hari lalu


Bapak-isme

8 hari lalu

Ribuan mahasiswa menduduki Gedung MPR/DPR saat unjuk rasa menuntut Soeharto mundur sebagai Presiden RI, Jakarta, Mei 1998. Selain menuntut diturunkannya Soeharto dari Presiden, Mahasiswa juga menuntut turunkan harga sembako, dan cabut dwifungsi ABRI. TEMPO/Rully Kesuma
Bapak-isme

Adakah jalan untuk mencegah kemunduran demokrasi? Panduan dari Bung Hatta perlu dijadikan pedoman


Wajah Kusam Penegakan Hukum

8 hari lalu

Kepala Kejaksaan Negeri Bondowoso, Puji Triasmoro (depan) dan Kepala seksi Tindak Pidana Khusus Kejari Bondowoso, Alexander Kristian Diliyanto Silaen, resmi memakai rompi tahanan seusai menjalani pemeriksaan pasca terjaring Operasi Tangkap Tangan KPK, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Kamis, 16 November 2023. KPK resmi meningkatkan status perkara ke tahap penyidikan dengan menetapkan dan melakukan penahanan secara paksa selama 20 hari pertama terhadap 4 orang tersangka baru Kepala Kejaksaan Negeri Bondowoso, Puji Triasmoro dan Kepala seksi Tindak Pidana Khusus Kejari Bondowoso, Alexander Kristian Diliyanto Silaen, dua orang pengendali CV. Wijaya Gumilang, Yossy S. Setiawan dan  Andhika Imam Wijaya, serta mengamankan barang bukti uang tunai sebesar Rp.225 juta dalam tindak pidana korupsi berupa pemberian hadiah atau janji dalam rangka pengurusan perkara di Kejaksaan Negeri Bondowoso Jawa Timur. TEMPO/Imam Sukamto
Wajah Kusam Penegakan Hukum

Satu per satu aparat penegak hukum tertangkap kasus korupsi. Nasib penegakan hukum kian buram.


Fanatisme Pemilih Indonesia Dalam Kontestasi Politik

8 hari lalu

Ilustrasi Pemilu. ANTARA
Fanatisme Pemilih Indonesia Dalam Kontestasi Politik

Ada sebuah tantangan besar bagi penyelenggara pemilu dan Pemerintah dalam pengejawantahan demokrasi tersebut yakni fanatisme politik dari sebagian pemilih di Indonesia.


Bamsoet Dukung Perlindungan Hak Intelektual Pendidikan

14 hari lalu

Bamsoet Dukung Perlindungan Hak Intelektual Pendidikan

Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menjadi penguji ahli disertasi mahasiswa S3 Ilmu Hukum UNPAD yang mengangkat tema tentang Urgensi Pengaturan Penggandaan Karya Tulis Ilmiah di Perguruan Tinggi.


Wajah Neo Orba di Ujung Pemerintahan Jokowi

15 hari lalu

Ekspresi Presiden Joko Widodo saat membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Penyelenggara Pemilu di Jakarta, Rabu 8 November 2023. Rakornas diikuti sekitar 1.200 penyelenggara pemilu yang terdiri dari dari Ketua KPU dan Ketua Bawaslu provinsi dan kabupaten/kota serta Sekretaris KPU se-Indonesia. TEMPO/Subekti.
Wajah Neo Orba di Ujung Pemerintahan Jokowi

Intimidasi menimpa sejumlah kalangan dan kelompok yang menentang dinasti politik keluarga Jokowi. Meniru tindakan lancung Soeharto.


Kesempatan MKMK Menjaga Demokrasi

22 hari lalu

Anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie memimpin rapat rapat MKMK di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis 26 Oktober 2023. Rapat dengan  agenda klarifikasi kepada pihak-pihak terkait laporan dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi. TEMPO/Subekti.
Kesempatan MKMK Menjaga Demokrasi

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi akan membuat putusan penting besok. Kesempatan menyelamatkan demokrasi.


BPJS Kesehatan Anugerahkan Penghargaan untuk 20 pemenang Lomba Karya Jurnalistik 2023

27 hari lalu

BPJS Kesehatan Anugerahkan Penghargaan untuk 20 pemenang Lomba Karya Jurnalistik 2023

Karya para jurnalis yang ikut lomba mengedukasi masyarakat tentang Program Jaminan Kesehatan Nasional.


Waswas Motif Tersembunyi Insentif Ekonomi

29 hari lalu

Warga membawa beras Bantuan Pangan Cadangan Beras Pemerintah dan bantuan sembako dari Presiden di Gudang Bulog Sukamaju milik Perum Bulog Divisi Regional Sumsel dan Babel di Palembang, Sumatera Selatan, Kamis 26 Oktober 2023. Presiden meninjau persediaan beras dan proses penyaluran bantuan pangan cadangan beras pemerintah kepada keluarga penerima manfaat. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Waswas Motif Tersembunyi Insentif Ekonomi

Banyak studi menunjukkan bahwa program-program populis, seperti bantuan sosial dan insentif pajak, rentan dimanfaatkan oleh penguasa yang ingin mempertahankan kekuasaannya lewat pemilihan umum.