Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Stop Pembahasan RUU Bermasalah

image-profil

Tempo.co

Editorial

image-gnews
Sejumlah buruh mengikuti aksi unjuk rasa menolak RUU Omnibus Law di Depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis 30 Januari 2020. Aksi tersebut menolak pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja sebab isinya dinilai akan merugikan kepentingan kaum buruh dengan mudahnya buruh di PHK serta pemberlakuan upah hanya bedasarkan jam kerja. ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha
Sejumlah buruh mengikuti aksi unjuk rasa menolak RUU Omnibus Law di Depan Istana Merdeka, Jakarta, Kamis 30 Januari 2020. Aksi tersebut menolak pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja sebab isinya dinilai akan merugikan kepentingan kaum buruh dengan mudahnya buruh di PHK serta pemberlakuan upah hanya bedasarkan jam kerja. ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha
Iklan

Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat seharusnya tak mencuri kesempatan dalam kesempitan. Ketika perhatian rakyat tersita oleh pandemi Covid-19, DPR dan pemerintah tidak sepantasnya bersepakat melanjutkan pembahasan sejumlah rancangan undang-undang (RUU) bermasalah.

Saat ini, pemerintah dan politikus di pelbagai penjuru dunia umumnya tengah berpikir dan berusaha keras menyelamatkan rakyatnya dari amukan wabah. Semua urusan yang tidak mendesak mereka kesampingkan, termasuk perbedaan orientasi dan kepentingan politik yang pada waktu normal kerap menjadi pangkal perselisihan.

Lain cerita dengan DPR dan pemerintah Indonesia. Pada Kamis lalu, mereka setuju melanjutkan pembahasan RUU Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, RUU Pemasyarakatan, dan omnibus law RUU Cipta Kerja. Dua rancangan pertama merupakan warisan DPR periode sebelumnya yang ditolak keras pelbagai kalangan masyarakat serta telah memakan korban jiwa dari kalangan mahasiswa dan pengunjuk rasa.

Sejak awal, RUU KUHP mendapat penolakan karena sarat pasal bermasalah. Dalam rancangan KUHP bertaburan pasal yang bakal membelenggu kebebasan masyarakat sipil dan mengobok-obok privasi. Sejumlah pasal dalam rancangan itu bahkan lebih buruk dari KUHP saat ini-yang merupakan warisan pemerintah kolonial Belanda.

Adapun RUU Pemasyarakatan menuai protes keras, antara lain, karena melonggarkan syarat pembebasan narapidana kasus korupsi. Sejak 2012, agar bisa bebas bersyarat, napi kasus korupsi harus bersedia menjadi justice collaborator-bekerja sama dengan penegak hukum untuk membongkar kejahatan, melunasi denda atau uang pengganti, serta telah menjalani dua pertiga masa hukuman. Dalam RUU Pemasyarakatan, yang tersisa tinggal keharusan melewati dua pertiga masa hukuman.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sementara itu, RUU Cipta Kerja-yang merupakan inisiatif pemerintahan Jokowi periode kedua-telah salah kaprah sejak awal. Penyusunan draf RUU yang dimaksudkan untuk menarik investasi sebanyak-banyaknya ini sangat tertutup. Kementerian Koordinator Perekonomian hanya berkonsultasi dengan kelompok terbatas yang didominasi pengusaha. Publik sama sekali tak mendapat akses atas naskah akademik dan rancangan undang-undang sapu jagat itu.

Tak mengherankan, begitu draf RUU Cipta Kerja bocor, pelbagai kalangan masyarakat terperangah. RUU Cipta Kerja ternyata bakal lebih menguntungkan kalangan pengusaha dan investor, khususnya yang bergerak di sektor tambang. Kalangan buruh menolak RUU Cipta Kerja yang melucuti pelbagai perlindungan atas hak mereka. Di sisi lain, pegiat lingkungan meradang karena RUU tersebut melonggarkan persyaratan yang selama ini menjadi pengaman untuk meminimalkan kerusakan alam akibat kegiatan usaha.

Karena mengandung begitu banyak persoalan, rancangan undang-udang itu seharusnya dibahas secara saksama dan terbuka. Semua komponen masyarakat yang bakal terkena dampak setelah RUU itu disahkan harus mendapat kesempatan menyuarakan kepentingan mereka.

Walhasil, tak ada pilihan yang lebih pantas ketimbang menunda pembahasan semua rancangan undang-undang itu. Meloloskan RUU bermasalah ketika jutaan penduduk negeri ini panik menghadapi corona sama saja dengan merampok kampung yang penghuninya sedang dilanda bencana.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

23 jam lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

21 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


23 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

29 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

33 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

49 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

49 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.