Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Bahaya Omnibus Law terhadap Demokrasi

image-profil

image-gnews
Presiden Joko Widodo berbincang bersama Wakil Presiden Ma'ruf Amin saat memimpin rapat terbatas di Kantor Presiden, Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin 9 Desember 2019. Rapat terbatas itu membahas pelaksanaan program kredit usaha rakyat tahun 2020. TEMPO/Subekti.
Presiden Joko Widodo berbincang bersama Wakil Presiden Ma'ruf Amin saat memimpin rapat terbatas di Kantor Presiden, Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin 9 Desember 2019. Rapat terbatas itu membahas pelaksanaan program kredit usaha rakyat tahun 2020. TEMPO/Subekti.
Iklan

Agil Oktaryal
Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia serta Pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera

Keinginan Presiden Joko Widodo alias Jokowi memangkas regulasi di sektor ekonomi dan investasi melalui pendekatan omnibus law, atau mencabut banyak peraturan dengan satu undang-undang, akhir-akhir ini diikuti oleh banyak kementerian, lembaga, dan komisi di Dewan Perwakilan Rakyat. Rencananya, ide itu juga digunakan untuk memangkas rimba regulasi di sektor lain.

Indonesia memang sedang dilanda hiper-regulasi. Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) mencatat, pada masa pemerintahan Jokowi hingga November 2019, telah terbit 10.180 regulasi. Rinciannya, 131 undang-undang, 526 peraturan pemerintah, 839 peraturan presiden, dan 8.684 peraturan menteri.

Hal ini berdampak pada tumpang-tindihnya aturan, menghambat akses layanan publik, dan menimbulkan ketidakpastian hukum. Contohnya, proses pra-pendaftaran untuk memulai usaha saja diatur oleh sembilan undang-undang, dua peraturan pemerintah, empat peraturan presiden, dan 20 peraturan menteri. Akibatnya, untuk memulai usaha saja membutuhkan banyak biaya, waktu, dan prosedur yang harus dilalui.

Tak mengherankan jika kemampuan pemerintah dalam membentuk serta mengimplementasikan kebijakan dan peraturan untuk mendorong pembangunan sektor usaha dinilai rendah dibanding negara lain. Indeks dari Bank Dunia yang mengukur kemampuan tersebut memperlihatkan skor mutu regulasi Indonesia sejak 1996 hingga 2017 selalu berada di bawah nol (dari skala -2,5 hingga 2,5). Bahkan, di kawasan Asia Tenggara, pada 2017, Indonesia hanya menempati posisi kelima dengan skor -0,11, tertinggal jauh dari Singapura yang memiliki skor 2,12 di peringkat pertama.

Baca Juga:

Melihat fakta itu, keinginan pemerintah dan DPR untuk menyederhanakan jumlah regulasi tentu menjadi masuk akal. Tapi apakah penyederhanaan regulasi di segala sektor harus dan mesti dilakukan melalui pendekatan omnibus law?

Sejatinya, omnibus law bukanlah teknik yang terlalu istimewa. Indonesia pernah menerapkan konsep ini ketika membentuk Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor I/MPR/2003. Pembentukan ketetapan ini dinilai tak partisipatif dan dimonopoli oleh MPR. Sekarang teknik itu mulai dilupakan dan Indonesia beralih ke pendekatan kodifikasi atau pencabutan, perubahan, atau pembatalan undang-undang, yang didahului dengan tahap pemantauan dan evaluasi untuk menyederhanakan regulasi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Teknik omnibus law sebenarnya lebih dikenal di negara yang menganut sistem common law, seperti Amerika Serikat, Filipina, Australia, dan Inggris. Di Amerika, teknik ini memungkinkan suatu rancangan undang-undang terpadu (omnibus bill), yang berisi perubahan atau bahkan penggantian beberapa undang-undang sekaligus, diajukan ke parlemen untuk mendapat persetujuan dalam satu kesempatan pengambilan keputusan. Kelebihan undang-undang ini hanyalah dan tak lebih dari sifatnya yang multisektor dan waktu pembahasannya yang bisa lebih cepat daripada pembentukan undang-undang biasa. Kelebihan inilah yang mengandung bahaya jika diterapkan di negara civil law demokratis seperti Indonesia.

Pertama, omnibus law berpotensi mengabaikan ketentuan formal pembentukan undang-undang. Sifatnya yang cepat dan merambah banyak sektor dikhawatirkan akan menerobos beberapa tahapan dalam pembentukan undang-undang, baik di tingkat perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, maupun pengundangan. Pelanggaran ini bertentangan dengan prinsip negara hukum yang menghendaki segala tindakan pemerintah didasari hukum.

Kedua, omnibus law mempersempit keterbukaan dan partisipasi publik dalam pembentukan undang-undang. Dalam praktik di beberapa negara, pembentukan undang-undang omnibus law didominasi oleh pemerintah atau DPR. Materi dan waktu pengerjaannya pun bergantung pada instansi tersebut. Biasanya undang-undang diusahakan selesai secepat mungkin, bahkan hanya dalam satu kesempatan pengambilan keputusan. Akibatnya, ruang partisipasi publik menjadi kecil, bahkan hilang. Padahal prinsip keterbukaan dan partisipasi dalam membuat undang-undang adalah roh utama dalam negara demokratis. Pelanggaran atas prinsip ini tentu sangat mengkhawatirkan.

Ketiga, omnibus law bisa menambah beban regulasi jika gagal diterapkan. Dengan sifatnya yang mencakup lebih dari satu aspek yang digabung menjadi satu undang-undang, pembahasan undang-undang omnibus law dikhawatirkan tidak komprehensif. Pembahasan akan berfokus pada undang-undang omnibus law dan melupakan undang-undang yang akan dicabut, yang akan menghadirkan beban regulasi lebih kompleks. Misalnya, bagaimana dampak turunan dari undang-undang yang dicabut, dampak terhadap aturan pelaksanaannya, dan implikasi praktis di lapangan. Belum lagi jika undang-undang omnibus law ini gagal diterapkan dan membuat persoalan regulasi semakin runyam. Dalih lex posterior derogat legi priori (hukum baru mengesampingkan hukum lama) saja tidak cukup karena menata regulasi tidak bisa dengan pendekatan satu asas.

Dengan segala bahaya yang mengintai itu, kita harus berhati-hati dan kembali menimbang apakah akan menggunakan omnibus law untuk tujuan menata regulasi. Jika hanya akan mengancam dan mencederai prinsip-prinsip demokratis, sebaiknya niat tersebut ditiadakan sama sekali.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

1 hari lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


23 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

30 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.


Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.


Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Tangkapan layar tayangan video Tempo.co berisi kampanye Prabowo Subianto di Riau, Pekanbaru, Selasa, 9 Januari 2024.
Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.


Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Wakil Ketua MK Aswanto (tengah) meninggalkan ruang sidang seusai mengikuti sidang pleno penyampaian laporan tahun 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa 28 Januari 2020. Sejak berdiri pada tahun 2003 hingga Desember 2019 MK telah menerima sebanyak 3.005 perkara. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.