Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Unjuk Rasa Krisis Iklim

image-profil

image-gnews
Solusi Offside Krisis Iklim
Solusi Offside Krisis Iklim
Iklan

Nirarta Samadhi
Direktur World Resources Institute Indonesia

Menurut Sherry Arnstein (1969), unjuk rasa adalah bentuk paling radikal dari partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan publik. Bagaimana dengan krisis iklim yang kita alami? Apakah fakta bahwa perubahan iklim telah meningkatkan risiko kekeringan, bencana, banjir, dan kemiskinan telah disadari oleh masyarakat Indonesia? Apakah upaya menurunkan emisi gas rumah kaca memiliki nilai penting dalam keseharian masyarakat Indonesia?

Kiranya menarik untuk mencermati unjuk rasa krisis iklim yang terjadi di negara lain. Extinction Rebellion, yang digagas di Inggris pada 2018, adalah gerakan sosio-politik yang menggunakan perlawanan non-kekerasan untuk memprotes krisis iklim, kepunahan massal, dan rusaknya ekologi yang menyediakan udara untuk kita bernapas, air untuk kita minum, dan pangan untuk kita makan. Gerakan ini menggunakan unjuk rasa sebagai modalitas utama untuk menyampaikan tuntutan agar pemerintah berterus terang kepada masyarakat dan mendorong kebijakan untuk mengatasi krisis iklim. Gerakan ini mengembuskan napas pembangkangan sipil yang kuat.

Dalam unjuk rasa Extinction Rebellion pada akhir April 2019, misalnya, seorang nenek pensiunan dokter berusia 62 tahun merekatkan dirinya ke kereta api. Alasannya, "Apa lagi yang dapat saya lakukan? Saya ingin berbicara atas nama generasi mendatang, atas nama anak-cucu kita, atas nama generasi yang akan kesulitan mendapatkan pangan dan kehilangan tanah." Pengunjuk rasa berusia 7-12 tahun yang berbaring di lantai museum dinosaurus di Glasgow, Inggris, mengatakan, "Kami tidak ingin punah seperti dinosaurus."

Pada 1 Mei 2019, parlemen Inggris menyatakan situasi darurat iklim dan meminta pemerintah melakukan tindakan drastis untuk melindungi lingkungan hidup bagi generasi mendatang. Itu adalah pernyataan pertama dari suatu lembaga negara di dunia tentang darurat iklim. Ini adalah hasil dari unjuk rasa yang merupakan bentuk radikal dari partisipasi publik dalam pembentukan kebijakan publik.

Baca Juga:

Indonesia telah menyatakan posisinya untuk memerangi krisis iklim melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang Perjanjian Paris untuk menurunkan emisi. Seandainya ada tokoh masyarakat yang peduli krisis iklim, bisa saja ia mengajak pendukungnya untuk menyampaikan kepeduliannya atas krisis iklim dalam berbagai bentuk, seperti unjuk rasa, untuk mengangkat masalah krisis iklim sebagai ancaman serius bagi masyarakat.

Namun krisis iklim bukanlah isu yang mudah dipahami oleh publik. Apa yang harus dituliskan pada spanduk dan yang diteriakkan oleh pengunjuk rasa? Apakah pesan "Turunkan Emisi 29% pada 2030" atau "Hentikan Penggunaan Bahan Bakar Fosil" dapat dirasakan oleh mereka secara pribadi?

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jadi, pesan krisis iklim apa yang dekat dengan masyarakat umum sehingga menjadi isu personal? Barangkali pesan yang menyuarakan dampak krisis iklim terhadap harga dapat lebih dirasakan. Contohnya, harga air bersih yang dibayar penduduk Penjaringan sebesar Rp 6.000 per hari untuk 100 liter jauh lebih mahal dibanding tarif PDAM sebesar Rp 1.050 per hari untuk 1.000 liter. Tantangan berikutnya adalah memberikan pemahaman tentang keterkaitan antara krisis iklim dan sulitnya pasokan air serta harga mahal yang harus ditanggung masyarakat miskin perkotaan.

Tampaknya isu krisis iklim memang bukan isu personal di Indonesia. Setidaknya hal ini ditunjukkan oleh gerakan global mogok sekolah untuk krisis iklim pada 14 Maret 2019. Di sini, pemogokan hanya dilakukan oleh sekelompok kecil pelajar di depan Balai Kota Jakarta. Hal ini berbeda dengan di belahan dunia lain, yang ratusan ribu pelajarnya turun ke jalan untuk meminta pemerintah bertindak mengatasi krisis iklim.

Jika unjuk rasa bukan modalitas yang tepat dan efektif pada era teknologi informasi, bagaimana menumbuhkan rasa urgensi akan krisis iklim di tataran individu?

Setidaknya ada tiga hal yang dapat dilihat dari beberapa fakta tersebut. Pertama, dengan atau tanpa tekanan unjuk rasa, pemerintah perlu secara lebih kuat memimpin penanganan krisis iklim dan menunjukkan kepemimpinan tersebut kepada masyarakat.

Kedua, secara sistematis membumikan isu besar krisis iklim menjadi hal-hal yang segera terlihat hubungan logisnya dengan kehidupan keseharian masyarakat. Peran pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, kampus, dan swasta adalah kunci untuk menerjemahkan, menjelaskan, dan mengedepankan krisis iklim kepada publik.

Ketiga, memperkuat tradisi keterbukaan yang sudah dimulai dengan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, terutama soal informasi yang memungkinkan publik memahami krisis iklim dan hubungannya dengan kehidupan kesehariannya secara lebih baik. Misalnya, data tentang besaran emisi gas rumah kaca yang dihasilkan pembangkit listrik berbasis batu bara dan informasi tentang klaim BPJS Kesehatan yang berkaitan dengan polusi udara perkotaan. Ketika dua data tersebut dihubungkan, rakyat akan memperoleh pemahaman yang lebih dalam tentang realitas krisis iklim dalam kehidupan keseharian mereka.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

14 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


16 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

22 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

26 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

41 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

42 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.