Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Rusuh 22 Mei dan Benalu Demokrasi

Oleh

image-gnews
Massa melakukan perlawanan ke arah petugas di depan kantor Bawaslu di kawasan Thamrin, Jakarta, Selasa, 21 Mei 2019. ANTARA
Massa melakukan perlawanan ke arah petugas di depan kantor Bawaslu di kawasan Thamrin, Jakarta, Selasa, 21 Mei 2019. ANTARA
Iklan

KERUSUHAN yang terjadi di sejumlah lokasi di Jakarta pada Rabu dinihari, 22 Mei lalu, harus diusut tuntas. Perkara itu dengan dalih apa pun tidak boleh dibiarkan menguap begitu saja. Pelaku lapangan dan auktor intelektualisnya mesti mendapat sanksi hukum yang tegas.

Pemerintah tak boleh gentar membongkar habis-habisan kejahatan para pelaku dan dalang kerusuhan. Mereka mengobarkan amuk dengan dalih menolak hasil penghitungan suara pemilihan presiden 2019 oleh Komisi Pemilihan Umum. Kendati belum ada pengumuman resmi dari kepolisian tentang korban huru-hara itu, disebutkan delapan orang hilang nyawa dan 737 lainnya terluka.

Unjuk kekerasan yang bermula dari kantor Badan Pengawas Pemilihan Umum di Jalan M.H. Thamrin, Jakarta Pusat, dan kemudian menyebar ke sejumlah lokasi lain itu amat kentara dirancang secara serius. Indikasinya, penyerangan terhadap petugas keamanan dan aksi kekerasan lain baru terjadi ketika massa yang memiliki izin unjuk rasa sudah membubarkan diri pada pukul 21.00. Selain itu, ditemukan ada pengiriman pelaku kerusuhan dari kota-kota lain.

Polisi sudah menyebut keterlibatan sejumlah pensiunan perwira tinggi Tentara Nasional Indonesia dalam insiden itu. Mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus, Mayor Jenderal Purnawirawan Soenarko, telah ditahan karena diduga menyelundupkan senjata serbu untuk memanaskan kerusuhan 22 Mei tersebut.

Belakangan, muncul nama Kolonel Purnawirawan Fauka Noor Farid, yang ditengarai berperan merekrut komandan lapangan aksi kerusuhan. Fauka saat berpangkat kapten tergabung dalam Tim Mawar. Tim ini di Pengadilan Mahkamah Militer pada 9 April 1999 terbukti menculik sejumlah aktivis pada 1997-1998. Fauka divonis 1 tahun 4 bulan penjara, tapi tidak dipecat sebagai anggota TNI. Belakangan, Fauka bersama Soenarko tercatat sebagai pengurus Partai Gerindra.

Dari sisi lain, terdapat indikasi pelanggaran yang dilakukan aparat kepolisian saat mengamankan aksi massa. Penyerangan terhadap tenaga medis, penganiayaan terhadap anak di bawah umur dan jurnalis, serta dugaan penggunaan peluru tajam untuk meredam perusuh menjadi cerita lancung lain dari amuk 22 Mei.

Keterlibatan dua pensiunan tentara menambah panjang deretan orang yang diduga ikut menjadi pemicu kerusuhan 22 Mei lalu. Sebelumnya, bekas Kepala Staf Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat, Mayor Jenderal Purnawirawan Kivlan Zen, dan politikus Eggi Sudjana sudah ditahan polisi. Diduga ada nama-nama besar lain yang merancang dan terlibat dalam kerusuhan tersebut. Siapa pun dan bagaimana peran mereka harus dibuka lebar. Pelbagai klaim polisi tentang skenario rusuh mesti dibikin benderang di pengadilan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Agar rusuh tak menjadi bom waktu pelanggaran hak asasi manusia, pemerintah harus membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF). Tim serupa pernah dibentuk untuk mengusut sejumlah perkara pelanggaran hak asasi manusia. Payung hukum yang bisa dipakai adalah Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Dipicu oleh kontestasi politik-Joko Widodo ikut berlaga di dalamnya-TGPF harus dipimpin dan diisi tokoh independen. Penempatan pejabat negara bisa menjadi masalah baru karena akan dengan mudah dituding sebagai upaya Jokowi menghabisi lawan politik. Para pegiat hak asasi manusia, tokoh masyarakat, serta akademikus yang memiliki rekam jejak bagus, kredibel, dan bebas kepentingan layak dipilih.

Jokowi mesti memastikan TGPF bekerja lurus dan profesional. Siapa saja yang terlibat, tidak terkecuali kontestan pemilihan presiden 2019, harus diproses hukum. Pengalaman buruk pembentukan tim sejenis untuk perkara pelanggaran hak asasi manusia, seperti kerusuhan 1998, peristiwa Talangsari, dan kematian Munir, yang tidak tuntas hingga kini, tak boleh terulang lagi. Penganiayaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, bahkan diusut oleh tim gabungan yang sebagian besar diisi anggota Kepolisian RI-lembaga yang dinilai tak netral dalam perkara ini.

Hasil TGPF mesti dibuka luas kepada publik dan tidak menjadi alat tawar politik untuk mengakhiri kegaduhan Pemilihan Umum 2019. Presiden hendaknya menyadari, jika tak dituntaskan, perkara huru-hara 22 Mei akan menjadi bom waktu yang tiap saat bisa meledak. Menewaskan delapan orang dan melukai ratusan lainnya, rusuh Mei akan selalu dikenang sebagai pelanggaran hak asasi yang tak jelas siapa pelaku dan dalangnya.

Membuat benderang kerusuhan 22 Mei, dengan menyeret otak dan penyandang dananya ke penjara, harus dijadikan momentum untuk mengakhiri sejarah politik kekerasan Orde Baru yang terus menempel dan menjadi benalu dalam demokrasi kita.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

3 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

46 hari lalu

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

46 hari lalu

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

52 hari lalu

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

53 hari lalu

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.


Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.


Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Tangkapan layar tayangan video Tempo.co berisi kampanye Prabowo Subianto di Riau, Pekanbaru, Selasa, 9 Januari 2024.
Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.


Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Wakil Ketua MK Aswanto (tengah) meninggalkan ruang sidang seusai mengikuti sidang pleno penyampaian laporan tahun 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa 28 Januari 2020. Sejak berdiri pada tahun 2003 hingga Desember 2019 MK telah menerima sebanyak 3.005 perkara. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.


Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

15 Januari 2024

Mantan Menkominfo Johnny G. Plate divonis 15 tahun penjara setelah ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Mei 2023 dalam kasus korupsi proyek pembangunan Base Transceiver Station (BTS) 4G yang dikerjakan Kemenkominfo. Johnny bersama sejumlah tersangka lainnya diduga melakukan pemufakatan jahat dengan cara menggelembungkan harga dalam proyek BTS dan mengatur pemenang proyek hingga merugikan negara mencapai Rp 8 triliun. TEMPO/M Taufan Rengganis
Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

PPATK menemukan 36,67 persen aliran duit dari proyek strategis nasional mengalir ke politikus dan aparatur sipil negara. Perlu evaluasi total.


Dukung Kesejahteraan PPPK, Kabupaten Banyuasin Raih Penghargaan dari PT Taspen

10 Januari 2024

Pemkab Banyuasin menerima penghargaan atas implementasi dalam kesejahteraan ASN melalui Taspen group terbanyak di wilayah kerja PT. Taspen (Persero) kantor cabang Palembang 2023.
Dukung Kesejahteraan PPPK, Kabupaten Banyuasin Raih Penghargaan dari PT Taspen

Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Kabupaten Banyuasin mendapat jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, dan jaminan hari tua.