Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

People Power dalam Dinamika Elektoral

image-profil

image-gnews
Massa Gerakan Nasional Kedaulatan Rakyat menggelar aksi di depan kantor Bawaslu, Jakarta, Selasa, 21 Mei 2019. Dalam aksi tersebut, massa menolak hasil rekapitulasi Pemilu 2019 dari KPU. TEMPO/Muhammad Hidayat
Massa Gerakan Nasional Kedaulatan Rakyat menggelar aksi di depan kantor Bawaslu, Jakarta, Selasa, 21 Mei 2019. Dalam aksi tersebut, massa menolak hasil rekapitulasi Pemilu 2019 dari KPU. TEMPO/Muhammad Hidayat
Iklan

Mouliza K. Donna Sweinstani
Peneliti Pusat Penelitian Politik LIPI

Istilah people power pertama kali digaungkan oleh politikus senior Amien Rais untuk membakar "gairah" massa yang menilai telah terjadi kecurangan dan pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif dalam pemilihan presiden 2019. Sebagai respons atas hasil rekapitulasi suara nasional oleh Komisi Pemilihan Umum pada 21 Mei dinihari, massa berunjuk rasa menolak hasil itu di depan kantor Badan Pengawas Pemilihan Umum pada 22 Mei lalu.

Istilah people power sebetulnya bukan fenomena baru dalam sejarah Indonesia. Pada 1966 dan 1998, gerakan massa juga mencuat dengan mengkritik pemerintah secara tajam hingga menuntut jatuhnya rezim. Di tingkat internasional, istilah itu sering kali diidentikkan dengan Revolusi Epifanio de los Santos Avenue (EDSA), nama sebuah jalan di Metro Manila, Filipina. Ini merupakan demonstrasi massal tanpa kekerasan selama empat hari pada 1986 untuk mengakhiri rezim otoriter Presiden Ferdinand Marcos. Bentuk people power juga dapat dilihat dari gerakan masyarakat di Iran pada 1977, gerakan pro-demokrasi Burma 1988, Cina 1989, hingga Musim Semi Arab 2011.

Apakah aksi massa pada 21-22 Mei 2019 di Jakarta dapat dikatakan sebagai people power? Sejatinya, people power merupakan gerakan sosial nirkekerasan yang dilakukan oleh masyarakat sebagai protes atas kondisi suatu pemerintahan. Gerakan ini umumnya dilakukan dalam sebuah rezim pemerintahan non-demokratis, yang dalam beberapa hal mempengaruhi perubahan rezim pemerintah, yang berbeda dengan perspektif sejarah dan gerakan dalam konteks yang sama (Carter, 2013; Schock, 2005).

Ciri lain people power adalah penggerak utama gerakan ini, yaitu masyarakat. Masyarakat sebagai aktor kunci dalam gerakan ini bukan bagian dari subordinasi pihak/pelopor bersenjata. Inisiasi gerakan murni merupakan wujud ketidakpuasan masyarakat terhadap rezim.

Baca Juga:

Apakah gerakan yang memprotes hasil rekapitulasi suara nasional KPU dapat digolongkan sebagai people power? Dilihat dari latar belakangnya, memang benar gerakan ini dipantik oleh ketidakpuasan beberapa pihak atas penyelenggaraan pemilihan umum. Tapi gerakan ini justru diinisiasi oleh elite politik pendukung salah satu kontestan pemilu.

Dari tujuan akhir gerakan, people power di Filipina tidak hanya mempermasalahkan mekanisme elektoral, tapi juga dilakukan untuk menggulingkan rezim Marcos yang dinilai tidak demokratis. Penggulingan rezim non-demokratis tampaknya menjadi kata kunci lain dari maksud dan tujuan people power.

Di Indonesia, pada 1966 dan 1998 cukup jelas terlihat bahwa kerumunan massa bertujuan untuk menggulingkan rezim Sukarno dan Soeharto yang dinilai tidak demokratis. Tujuan yang demikian belum tampak dalam people power tahun ini.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jadi, people power pada 22 Mei itu tidak ubahnya upaya mobilisasi massa melalui narasi provokatif dan agitatif yang diserukan sejumlah elite politik, agamawan, hingga kalangan intelektual. Sifat gerakan ini juga cenderung lebih parsial dibandingkan dengan gerakan sebelumnya.

Gesekan sosial ini sebetulnya dapat diantisipasi bila penyebabnya dikenali. Ada beberapa penyebab mudahnya terjadi gesekan sosial dalam penyelenggaraan pemilu. Pertama, meredupnya fungsi partai politik. Partai seharusnya bertanggung jawab dalam sosialisasi dan pendidikan politik serta pengatur konflik. Sayangnya, partai hanya berfokus pada kepentingan elektoral dan tidak menjalankan fungsi pendidikan politiknya. Apalagi bila partai justru menjadi penyebab terjadinya konflik, ia malah menarik masyarakat dalam pusaran konflik tersebut.

Kedua, personifikasi politik. Ketika partai gagal membina kader untuk menjadi pemimpin, yang muncul justru ketokohan seseorang yang berujung pada pengkultusan individu.

Ketiga, fanatisme pragmatis pendukung terhadap suatu kubu. Para pendukung itu tidak menerima nilai-nilai lain yang mungkin berbeda dengan nilai sosok yang diagungkan. Kondisi ini dapat mendorong polarisasi masyarakat, yang sayangnya tidak didasari pertimbangan rasional dan ideologi tertentu.

Keempat, politik identitas menguat. Dalam konotasi positif, identitas diperlukan untuk mendulang suara. Namun, jika identitas dipolitisasi, yang terjadi justru pengkotak-kotakan masyarakat menjadi kami lawan mereka.

Kelima, penurunan kepercayaan terhadap institusi demokrasi. Dalam kasus gerakan 22 Mei, misalnya, demonstran menunjukkan sikap tidak percaya kepada KPU sebagai pihak yang memiliki legitimasi untuk menetapkan hasil pemilu dan Mahkamah Konstitusi sebagai pihak yang berwenang menyelesaikan sengketa hasil pemilu.

Apa yang terjadi di Indonesia pada 22 Mei sesungguhnya dapat diantisipasi jika masing-masing pihak menyadari isu elektoral sangat terbatas pada kepentingan lima tahunan. Partai politik perlu turun tangan. Bila tidak dapat terlibat sebagai institusi demokrasi, setidaknya elite partai dapat mengajak para pendukung fanatiknya untuk bersiap menjadi warga negara dengan kedewasaan berpolitik.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

16 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


18 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

24 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

28 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

43 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

44 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.