Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Jurnalisme Pacuan Kuda

image-profil

image-gnews
Hingga saat ini, Kamis 25 April 2019, proses hitung hasil Pilpres 2019 masih berjalan.
Hingga saat ini, Kamis 25 April 2019, proses hitung hasil Pilpres 2019 masih berjalan.
Iklan

Wijayanto
Pengajar Universitas Diponegoro dan peneliti The Institute for Digital Law and Society

Prosesi Pemilihan Umum 2019 hampir usai. Pemungutan suara telah kita langsungkan pada 17 April lalu. Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan selambat-lambatnya pada 22 Mei rekapitulasi suara dapat diumumkan. Tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan refleksi atas prosesi ini dari satu sisi peran media dan jurnalisme kita.

Satu hal yang segera tampak jelas dalam pemilu kali ini adalah kuatnya persaingan politik di antara kedua kubu dan pengikutnya, yang justru menjadi semakin intens seusai pemungutan suara. Ini terjadi tak lain karena kedua kubu sama-sama mengklaim kemenangan. Kubu pasangan calon presiden-wakil presiden nomor urut 01 merasa berhak mengklaim kemenangan karena berdasarkan hasil quick count dari berbagai lembaga survei, perolehan suara mereka mengungguli pesaingnya. Namun kondisi ini menjadi rumit manakala pasangan calon presiden-wakil presiden nomor urut 02 juga mengumumkan mereka memenangi pemilu berdasarkan penghitungan suara mereka sendiri. Situasi ini tak pelak memunculkan ketegangan di masyarakat, dan media setiap hari menampilkan pernyataan kedua kubu yang saling menyerang.

Terlepas dari pihak mana yang paling benar dalam adu klaim itu, tampak jelas bahwa media massa bukannya membantu meredakan ketegangan, melainkan justru semakin memanaskannya. Mengikuti langgam elite yang saling "berbalas pantun", masyarakat di bawah juga ikut larut dalam permusuhan sebagaimana tampak di media sosial. Media justru mempraktikkan apa yang oleh teoretikus komunikasi politik disebut sebagai "jurnalisme pacuan kuda". Ilmuwan politik dari Universitas Colombia, Anthony Broh (1988), mendefinisikan jurnalisme model ini sebagai jurnalisme yang membingkai pemilu tak ubahnya liputan perlombaan pacuan kuda, yang lebih berfokus pada persaingan perolehan suara para kontestan pemilu seperti terefleksi dalam hasil polling atau survei.

Media menghadirkan pula liputan aksi saling serang secara verbal di antara pengikut masing-masing kontestan untuk meramaikan perlombaan dan tak ubahnya penonton pacuan kuda saat mengelu-elukan para joki dari tepi lintasan. Jurnalisme model ini memang menarik karena keriuhannya mampu membuat para pendukung terlibat secara emosional tapi berpotensi memperuncing konflik.

Sesungguhnya, tren jurnalisme pacuan kuda yang marak dipraktikkan oleh berbagai media hari ini bukanlah hal yang mengejutkan. Penelitian Banducci dan Hanretty (2014) terhadap 160 media cetak dan penyiaran di 27 negara di Eropa menunjukkan bahwa dalam satu sistem kepartaian yang terpolarisasi, model peliputan jenis ini tak terhindarkan. Salah satu alasannya adalah model itu akan memberi kepastian tentang siapa yang kelak terpilih sebagai pemenang dan kebijakan seperti apa yang akan dihadirkan, terutama dalam situasi ketidakpastian karena kedua kontestan bersaing secara ketat.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hal ini mirip dengan situasi di Indonesia, yangmeskipun menganut sistem multi-partai, pemilu sangat terpolarisasi karena hanya menghadirkan dua pasangan calon yang bersaing ketat. Hasil pemilu kali ini pun, setidaknya berdasarkan quick count, juga bersaing ketat. Kubu 02, meskipun dinyatakan kalah pemilu, mengantongi 45 persen suara pemilih atau hampir separuh pemilih.

Kedua peneliti tadi juga menyatakan bahwa jurnalisme model ini tidak sepenuhnya buruk. Bagi sebagian pemilih, terutama dengan tingkat pendidikan yang rendah, sajian informasi ini mudah diikuti. Namun hal ini akan menjadi berbahaya bagi demokrasi manakala menjadi pola yang dominan atau bahkan satu-satunya pola dalam pemberitaan. Bagi pemilih yang terdidik, ruang publik yang hanya dipenuhi angka-angka polling terbaru dan persaingan dangkal di antara kedua kubu hanya akan melahirkan sinisme dan apatisme terhadap proses pemilu. Selain itu, catatan buram dalam pemilu ini muncul karena mereka yang tidak apatis justru larut dalam persaingan berbalut kebencian.

Banyak pengamat dan berbagai survei mengungkapkan hal yang sama: pemilu kita kali ini miskin akan perdebatan yang substantif. Banyak isu yang gagal dielaborasi secara meyakinkan oleh kedua pasangan calon presiden-wakil presiden, seperti masalah penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia pada masa lalu, perusakan lingkungan, semakin lemahnya posisi Komisi Pemberantasan Korupsi, ketimpangan ekonomi, dan kuatnya cengkeraman oligarki. Dalam perdebatan politik yang dangkal, korbannya adalah kita semua sebagai pemilih.

Di tengah perdebatan yang dangkal dan persaingan berbalut kebencian di antara kedua kubu beserta pengikutnya, media dituntut untuk memainkan perannya. Media perlu keluar dari jebakan jurnalisme pacuan kuda yang hanya mengejar rating. Media massa harus ikut berkontribusi meredakan ketegangan dengan menghadirkan jurnalisme damai.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

2 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

45 hari lalu

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

45 hari lalu

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

51 hari lalu

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

53 hari lalu

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.


Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.


Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Tangkapan layar tayangan video Tempo.co berisi kampanye Prabowo Subianto di Riau, Pekanbaru, Selasa, 9 Januari 2024.
Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.


Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Wakil Ketua MK Aswanto (tengah) meninggalkan ruang sidang seusai mengikuti sidang pleno penyampaian laporan tahun 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa 28 Januari 2020. Sejak berdiri pada tahun 2003 hingga Desember 2019 MK telah menerima sebanyak 3.005 perkara. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.


Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

15 Januari 2024

Mantan Menkominfo Johnny G. Plate divonis 15 tahun penjara setelah ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Mei 2023 dalam kasus korupsi proyek pembangunan Base Transceiver Station (BTS) 4G yang dikerjakan Kemenkominfo. Johnny bersama sejumlah tersangka lainnya diduga melakukan pemufakatan jahat dengan cara menggelembungkan harga dalam proyek BTS dan mengatur pemenang proyek hingga merugikan negara mencapai Rp 8 triliun. TEMPO/M Taufan Rengganis
Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

PPATK menemukan 36,67 persen aliran duit dari proyek strategis nasional mengalir ke politikus dan aparatur sipil negara. Perlu evaluasi total.


Dukung Kesejahteraan PPPK, Kabupaten Banyuasin Raih Penghargaan dari PT Taspen

10 Januari 2024

Pemkab Banyuasin menerima penghargaan atas implementasi dalam kesejahteraan ASN melalui Taspen group terbanyak di wilayah kerja PT. Taspen (Persero) kantor cabang Palembang 2023.
Dukung Kesejahteraan PPPK, Kabupaten Banyuasin Raih Penghargaan dari PT Taspen

Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Kabupaten Banyuasin mendapat jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, dan jaminan hari tua.