Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Dilema Surat Utang Jangka Menengah

image-profil

image-gnews
(Kiri-kanan) Direktur Hubungan Masyarakat OJK Hari Tangguh Wibowo dan Deputi Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Sarjito saat menggelar konferensi pers mengenai pedoman iklan layanan dan produk keuangan di Gedung Soemitro OJK, Jakarta Pusat, Selasa 16 April 2019. TEMPO/Dias Prasongko
(Kiri-kanan) Direktur Hubungan Masyarakat OJK Hari Tangguh Wibowo dan Deputi Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Sarjito saat menggelar konferensi pers mengenai pedoman iklan layanan dan produk keuangan di Gedung Soemitro OJK, Jakarta Pusat, Selasa 16 April 2019. TEMPO/Dias Prasongko
Iklan

Haryo Kuncoro
Direktur Riset Socio-Economic and Educational Business Institute, Jakarta

Bocoran regulasi di bidang keuangan belum lama ini dilontarkan Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam focus group discussion dengan redaktur media massa. Aturan baru mengenai surat utang jangka menengah atau medium term note (MTN) ini akan dirilis pada kuartal III tahun ini.

Baca Juga:

Dengan regulasi anyar ini, korporasi calon penerbit MTN nantinya wajib melaporkan aksi finansialnya kepada OJK layaknya obligasi. Toh, MTN mesti dicatatkan di Kustodian Sentral Efek Indonesia. Ringkasnya, transaksi MTN merupakan aktivitas pasar modal yang berada di ranah otoritas mikroprudensial OJK.

Sejauh ini, OJK belum mengatur penerbitan MTN ini. Korporasi penerbit MTN tidak harus melapor ke OJK. Walhasil, banyak korporasi memanfaatkan celah regulasi dengan menerbitkan MTN secara masif. Jumlah penerbitan MTN sepanjang tahun lalu saja, misalnya, mencapai Rp 27,29 triliun.

Kecenderungan ini berlanjut hingga 2019. Jumlah penerbitan MTN hingga akhir Januari 2019 mencapai Rp 1,90 triliun. Jumlah tersebut lebih besar daripada penerbitan MTN pada periode yang sama tahun lalu, yang sebesar Rp 1,79 triliun. Dibandingkan dengan periode Desember 2018, posisinya masih lebih besar Rp 71 miliar.

Maraknya MTN di pasar keuangan didorong oleh kebutuhan dana dalam waktu cepat. MTN dipilih karena proses penerbitan yang lebih sederhana dibanding obligasi. Karena itu, penerbitan MTN kebanyakan mengambil bentuk tanpa penawaran umum (private placement) karena telah memiliki calon investor strategis.

Selain itu, biaya dana (cost of fund) bagi penerbitan MTN dipandang masih berada di tingkat yang dapat ditoleransi. Selisih bunga kupon obligasi dan MTN tidak terlalu jauh. Artinya, selisih bunga kupon yang ada, dalam kalkulasi penerbit MTN, dapat disubstitusi dengan kompensasi jangka waktu.

Bagi investor, MTN juga atraktif. Tren kenaikan suku bunga acuan membuat investor lebih melirik instrumen MTN yang memiliki jangka waktu lebih pendek. Artinya, investor memilih instrumen yang tidak mengikat terlalu panjang karena adanya keyakinan suku bunga acuan terus meningkat.

Penerbitan MTN secara masif sejatinya bukan tanpa risiko. PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP Finance), misalnya, mengalami gagal bayar MTN sebesar Rp 1,8 triliun. Kasus lain juga muncul, seperti koperasi pegawai Kementerian Keuangan, Arta Sarana Jahtera, yang gagal bayar bunga MTN.

Berkaca pada pengalaman buruk tersebut, OJK tampaknya hendak mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam mengendalikan pertumbuhan MTN. Dengan ketentuan wajib lapor MTN, OJK niscaya mempunyai basis data yang akurat sehingga antisipasi dan penanganannya lebih komprehensif.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tesis ini sepertinya mendekati kenyataan. Prinsip kehati-hatian lebih dulu diterapkan dalam penerbitan efek bersifat utang dan/atau sukuk (EBUS). Transparansi informasi sekaligus perlindungan investor di pasar finansial menjadi tujuan lain yang dibidik OJK.

Tapi regulasi baru tersebut sedikit-banyak akan merecoki prospek perkembangan MTN. Korporasi niscaya mengerem laju penerbitan MTN. Ada kemungkinan korporasi bergeser ke obligasi yang berjangka waktu lebih dari 10 tahun untuk memenuhi kebutuhan dana meski menghadapi risiko inefisiensi dana.

Risiko ketidaksesuaian waktu (maturity mismatch) pendanaan menghadang jika perusahaan memilih menerbitkan surat berharga komersial di pasar uang. Surat berharga komersial (SBK) yang bertenor satu tahun terpaksa harus difungsikan untuk mencukupi kebutuhan dana bertenggat 5-10 tahun.

Tekanan atas perkembangan MTN juga berdampak pada segmen pasar turunannya. Harus diakui, reksadana masih menjadi salah satu pemegang terbesar MTN. Sementara itu, aturan OJK sudah melarang MTN dijadikan sebagai underlying asset untuk reksadana terproteksi. Imbasnya, proses pendalaman keuangan akan tersendat.

Risiko maturity mismatch, inefisiensi dana, dan pendangkalan keuangan adalah harga yang harus dibayar oleh regulasi baru OJK. Namun OJK mengemban amanat undang-undang untuk mengatur aktivitas penghimpunan dana masyarakat. Jadi, perlakuan yang sama antara EBUS serta MTN dan obligasi adalah keniscayaan.

Implikasinya memang tidak ringan. Contohnya, korporasi yang memilih opsi penerbitan SBK sudah semestinya juga harus melapor ke OJK. Padahal transaksi surat utang dengan tenor di bawah satu tahun sudah tercatat di otoritas pasar uang, yakni Bank Indonesia (BI).

Dalam konteks perbankan, dilemanya lebih pelik. Bank, sebagaimana lazimnya korporasi lain, juga menerbitkan obligasi dan MTN. Di lain pihak, sebagai lembaga intermediasi, bank juga diizinkan membeli MTN sebagai bagian dari pembiayaan di luar penyaluran kredit. Tapi obligasi antarbank tidak diperhitungkan sebagai komponen pendanaan dalam rasio intermediasi makroprudensial (RIM).

Agar memenuhi asas kesetimbangan, perbankan semestinya diberi izin untuk merilis MTN sebagai sumber pendanaan. Sebagai analogi dengan obligasi, MTN yang dirilis dan dipegang antarbank tidak dimasukkan ke penghitungan RIM. Sementara itu, pendanaan anorganik semestinya diikutkan dalam penghitungan RIM.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


22 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

28 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

6 Februari 2024

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

5 Februari 2024

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.


Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.


Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Tangkapan layar tayangan video Tempo.co berisi kampanye Prabowo Subianto di Riau, Pekanbaru, Selasa, 9 Januari 2024.
Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.


Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Wakil Ketua MK Aswanto (tengah) meninggalkan ruang sidang seusai mengikuti sidang pleno penyampaian laporan tahun 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa 28 Januari 2020. Sejak berdiri pada tahun 2003 hingga Desember 2019 MK telah menerima sebanyak 3.005 perkara. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.


Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

15 Januari 2024

Mantan Menkominfo Johnny G. Plate divonis 15 tahun penjara setelah ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Mei 2023 dalam kasus korupsi proyek pembangunan Base Transceiver Station (BTS) 4G yang dikerjakan Kemenkominfo. Johnny bersama sejumlah tersangka lainnya diduga melakukan pemufakatan jahat dengan cara menggelembungkan harga dalam proyek BTS dan mengatur pemenang proyek hingga merugikan negara mencapai Rp 8 triliun. TEMPO/M Taufan Rengganis
Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

PPATK menemukan 36,67 persen aliran duit dari proyek strategis nasional mengalir ke politikus dan aparatur sipil negara. Perlu evaluasi total.