Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Dua Pemenang

Oleh

image-gnews
Pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Joko Widodo (kedua kiri) dan Ma'ruf Amin (kiri) bersalaman dengan pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto (kedua kanan) dan Sandiaga Uno (kanan) saat bersiap mengikuti debat kelima Pilpres 2019 di Hotel Sultan, Jakarta, Sabtu, 13 April 2019. REUTERS/Edgar Su
Pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Joko Widodo (kedua kiri) dan Ma'ruf Amin (kiri) bersalaman dengan pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto (kedua kanan) dan Sandiaga Uno (kanan) saat bersiap mengikuti debat kelima Pilpres 2019 di Hotel Sultan, Jakarta, Sabtu, 13 April 2019. REUTERS/Edgar Su
Iklan

Toriq Hadad
@thhadad

Pemilu 2019 berlangsung aman. Banyak alasan bersyukur. Orang ramai tidak termakan isu-isu mengerikan seputar pencoblosan. Partisipasi pemilih meningkat. Lewat quick count, hasil suara lebih cepat diketahui. Saking cepatnya, pukul 15.00 lebih satu detik sudah ada lembaga survei yang berani mengumumkan presiden terpilih versi “hitung cepat”.

Semua bersyukur pada 17 April itu. Jokowi, peraih 54-55 persen suara versi quick count, bersyukur pemilu berjalan jujur dan adil. Walaupun Jokowi percaya hasil quick count, dia mengajak rakyat bersabar menunggu hasil resmi Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada 22 Mei nanti.

Sejumlah ketua umum partai pendukung Jokowi juga tampak semringah di layar televisi. Mereka tentu bersyukur lantaran partainya lolos dari parliamentary threshold yang empat persen itu. PDIP, Golkar, PKB, PPP, dan NasDem, menurut versi “hitung cepat” memenangi hak mengirim wakil rakyat ke Dewan Perwakilan Rakyat.

Calon presiden Prabowo Subianto bukan saja bersyukur, tapi juga melakukan sujud syukur. Dalam pidatonya, Prabowo mengklaim menang 55,4 persen. Dalam pidato berikutnya, angka itu menjadi 62 persen, yang dikatakannya berasal dari 320 ribu tempat pemungutan suara dari total 810 ribu TPS dalam pemilu kali ini. Prabowo bilang angka itu datang dari “ahli statistika”, tanpa menyebut ahli statistika itu atau lembaga survei mana pun. Atas dasar itu, tanpa didampingi wakilnya, Sandiaga Uno, yang dikabarkan menderita sakit cegukan berkepanjangan, Prabowo memproklamirkan dirinya “sudah dan akan” menjadi presiden seluruh rakyat Indonesia.

Drama Pemilu 2014 terulang. Prabowo, yang berpasangan dengan Hatta Rajasa, tidak menerima hasil KPU. Dia mengumumkan dirinya menang. Klaimnya ketika itu disokong hasil quick count empat lembaga survei yang memenangkan pihaknya. Prabowo tidak lupa juga melakukan sujud syukur. Dia mengadu ke Mahkamah Konstitusi. Hasil akhirnya, pada Agustus 2014, Mahkamah Konstitusi menolak permohonan Prabowo-Hatta. Jokowi dan Jusuf Kalla memenangi pemilihan presiden 2014 itu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Maka, pada Pemilu 2019, hari-hari ini Indonesia memiliki “dua presiden” periode 2019-2024 versi hitung cepat. Pertama, Jokowi, berdasarkan hasil hitung cepat semua lembaga survei. Kedua, Prabowo, berdasarkan hitungan “ahli statistika” yang tidak dipublikasikan namanya.

Sampai di sini, sebagai negeri yang sedang giat memajukan ilmu pengetahuan, kita masih patut bersyukur. Dua kandidat presiden kita sama-sama percaya pada sains, dalam hal ini statistika. Teori peluang atau probabilitas, yang menjadi dasar quick count, sudah ratusan tahun umurnya. Girolamo Cardano, matematikawan Italia yang awalnya seorang penjudi, mempublikasikan karyanya tentang teori peluang pada 1663.

Dalam pemilu di Indonesia, quick count yang dipakai sejumlah lembaga survei sejak Pemilu 2009 selalu tepat “menebak” hasil akhir yang dilansir KPU, bahkan dengan selisih kurang dari 1 persen. Tentu ini tidak termasuk lembaga survei “abal-abal” yang salah menerapkan metoda sampling atau bahkan sengaja menyelewengkan hasil monitoringnya untuk menyenangkan “pemesan kemenangan”. Dalam hal dua kandidat presiden Pemilu 2019 ini meyakini angkanya yang benar, semestinya perselisihan diselesaikan secara keilmuan pula. Tapi kita masih jauh dari impian itu. Kita masih wajib percaya pada “kebenaran hitung manual” KPU.

Entah kapan kita akan menyaksikan tradisi sesegera mungkin mengucapkan selamat kepada sang pemenang, seperti yang dilakukan Hillary Clinton kepada Donald Trump atau John McCain kepada Barack Obama. Demokrasi kita mesti sabar menunggu.***

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

1 hari lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

22 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


24 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

30 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

34 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

49 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

50 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.