Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus tegas dalam menertibkan pedagang kaki lima. Perlawanan para pedagang di Jalan Jatibaru, Tanah Abang, saat ditertibkan oleh petugas jelas tak bisa dibenarkan. Gubernur Anies Baswedan perlu memperhatikan kepentingan masyarakat luas dalam menata Ibu Kota.
Kericuhan terjadi ketika petugas Satuan Polisi Pamong Praja Jakarta Pusat menertibkan para pelapak yang berjualan di trotoar. Para pedagang itu tidak mau diusir. Mereka adalah pedagang baru dan pedagang lama yang tidak memperoleh tempat berjualan di jembatan penyeberangan multiguna atau skybridge Tanah Abang.
Gubernur Anies jangan mengulangi kesalahan pada tahun lalu, yakni terlalu lunak kepada para pedagang di pinggir jalan. Saat itu, ia mengizinkan pedagang membuka lapak di tengah Jalan Jatibaru. Bahkan pemerintah DKI menyediakan tenda bagi para pedagang. Penggunaan jalan untuk berjualan ini jelas melanggar undang-undang. Ombudsman Perwakilan Jakarta pun menegur pemerintah DKI atas keputusan itu. Kebijakan tersebut membuat Jalan Jatibaru semakin semrawut dan merugikan pengguna jalan.
Setelah dikritik dari sana-sini, Gubernur Anies membuat kebijakan baru: membangun skybridge di atas Jalan Jatibaru. Para pedagang kaki lima kemudian dipaksa pindah ke dalam jembatan itu. Namun rupanya relokasi itu tak memuaskan dan sebagian pedagang kembali menggelar dagangannya di trotoar Jalan Jatibaru.
Pemerintah DKI semestinya menertibkan kawasan Tanah Abang lewat kebijakan yang konsisten dan sistematis, bukan tambal-sulam. Sikap tegas amat dibutuhkan karena setiap jengkal wilayah Ibu Kota merupakan "ladang rezeki" yang selalu diserbu pedagang kecil dari Jakarta dan sekitarnya. Tak lama setelah pedagang lama ditertibkan atau direlokasi, pasti datang lagi pedagang baru.
Absennya tangan-tangan pemerintah dalam mengatur dan menertibkan suatu kawasan akan mengundang para preman berkuasa. Temuan Ombudsman Perwakilan Jakarta memperlihatkan hal ini. Sekelompok preman telah menarik bayaran Rp 50 ribu setiap hari dari setiap pedagang kaki lima di Jalan Jatibaru, yang jumlahnya sekitar 400 pedagang.
Studi O.B. Server, "Corruption: A Major Problem for Urban Management: Some Evidence from Indonesia", menunjukkan hal serupa. Pemerintah DKI Jakarta sebetulnya hanya mendapat 30 persen dari potensi pendapatan pajak dari sektor informal ini. Sisanya masuk ke kantong pelayan publik dan preman.
Gubernur Anies jangan keliru menerapkan slogan "Maju Kotanya, Bahagia Warganya" yang ia dengungkan dalam kampanye pemilihan gubernur 2017. Membikin bahagia pedagang kecil, apalagi kalau ia benar-benar warga Ibu Kota, amat perlu. Hanya, Gubernur juga harus memikirkan kepentingan masyarakat luas. "Jakarta sebagai kota yang maju" juga sulit diwujudkan tanpa adanya ketertiban.