Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Macron dan Demonstrasi

image-profil

image-gnews
Presiden Prancis, Emmanuel Macron, berpidato selama sekitar 20 menit pada peringatan 100 tahun Armistice Day atau berakhirnya Perang Dunia I di Paris pada 11 November 2018. Skynews
Presiden Prancis, Emmanuel Macron, berpidato selama sekitar 20 menit pada peringatan 100 tahun Armistice Day atau berakhirnya Perang Dunia I di Paris pada 11 November 2018. Skynews
Iklan

Poltak Partogi Nainggolan
Research Professor untuk Hubungan Internasional

Situasi Prancis saat ini terus diwarnai demonstrasi berkepanjangan. Menjelang dua tahun berkuasa, Presiden Emmanuel Macron dinilai tidak peduli terhadap warga biasa walau ia diusung Partai Sosialis. Ia mengkhianati janjinya untuk mereformasi ekonomi dan pasar kerja. Demonstrasi yang digerakkan orang-orang yang menyebut dirinya sebagai Gilet Jaune atau Rompi Kuning itu digelar sejak 17 November 2018 hingga 12 Januari 2019.

Para demonstran itu beragam dan meluas, semula hanya para pembayar pajak dari kalangan pekerja (industri) dan kelas menengah, lalu diikuti kaum perempuan, pemuda, dan mahasiswa. Demonstrasi melibatkan hingga 282 ribu orang dan menyebabkan 10 orang tewas-termasuk polisi, hampir 1.000 terluka, 1.723 ditangkap, dan 1.220 ditahan. Namun posisi Macron belum goyah. Ia malah mengecam para demonstran itu sebagai pemberontak.

Mengapa rakyat Prancis berunjuk rasa? Ketidakpuasan terhadap kinerja dan perlakuan rezim terhadap rakyat menjadi alasannya. Pada 1789, unjuk rasa rakyat Prancis ditujukan kepada Raja Louis XIV, yang kebijakannya menyengsarakan rakyat akibat pemborosan uang negara untuk kepentingan pribadi, terutama permaisuri Marie Antoinette, dan kolusi istana yang membahayakan keamanan nasional.

Aksi mahasiswa pada Mei 1968 ditujukan kepada Presiden Charles de Gaulle, yang semula sa-

ngat dihormati, demi mempertahankan semangat kebebasan dan egaliterianisme. Jika aksi massa pada 1789 berakibat runtuhnya kekuasaan Louis XIV, pada 1968, De Gaulle selamat dari kejatuhan karena ia berkompromi dengan tuntutan mahasiswa.

Kasus Penjara Bastille dan aksi Mei 1968 begitu fenomenal dan telah menginspirasi semangat para tokoh pergerakan dan mahasiswa hingga ke luar Prancis. Gilet Jaune juga menulis "Mei 1968" di belakang rompi mereka. Aksi demonstrasi besar pada milenium baru ini telah menekan kepala negara Prancis. Walau tetap terancam, posisi Macron masih aman.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kebijakan Macron memangkas pajak barang mewah dan menaikkan pajak bahan bakar minyak (BBM) yang mengakibatkan masalah besar. Dengan kebijakan itu, Macron merepresentasikan kepentingan kaum kaya Prancis, apalagi dengan keputusannya pasca-demonstrasi 15 Desember 2018, yang tetap tidak ingin menaikkan pajak bagi mereka. Ia telah terjangkiti oleh amnesia atas sejarah bangsanya, yang selalu sensitif dengan kebebasan (liberte), persamaan (egalite), dan persaudaraan (fraternite)-semboyan revolusioner yang abadi sejak 1789.

Macron mengelola Prancis seperti sebuah negara kecil Singapura serta melupakannya sebagai negeri yang revolusioner dan sumber revolusi yang mengilhami dunia. Macron lupa karya besar Albert Camus, L’Homme Revolte, yang mengingatkan bahwa orang memberontak demi eksistensinya (Mohamad, 2019). Masa lalunya sebagai bankir adalah sumber ketidakpekaannya.

Krisis politik terbesar Prancis dalam beberapa tahun belakangan sempat berhenti setelah Macron menunda kenaikan harga BBM. Ia tidak punya pilihan selain menaikkan upah minimum sebesar 7 persen atau 100 euro per bulan setelah 2019. Kenaikan pajak bagi pensiunan berpenghasilan rendah dibatalkan dan upah lembur tidak dikenakan pajak lagi. Adapun pengusaha akan didorong untuk membayar bonus akhir tahun bebas pajak. Bagi kabinet Macron, demonstrasi telah menjadi "bencana ekonomi".

Karena tidak puas atas sikap Macron, tuntutan demonstran diperluas dengan pembubaran parlemen dan pemilihan umum baru. Dalam aksi terbarunya, para demonstran menuntut Macron mundur.

Penggerak Gilet Jaune itu adalah orang-orang yang tinggal di pinggiran Prancis, yang kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tanpa pemimpin resmi dan mengandalkan media sosial, mereka beraliansi dengan kelas menengah dan pekerja yang frustrasi dengan standar hidup yang terus turun. Aksi Gilet Jaune meluas dan bertahan, menyerupai kelompok penekan permanen, sehingga telah dimanfaatkan, baik oleh partai-partai kanan jauh maupun kiri jauh, yang kurang mendapat dukungan rakyat dalam pemilu terakhir. Mereka berusaha memanfaatkan energi gerakan protes besar ini (Nossiter, 2018).

Para demonstran akhirnya berhasil menekan Presiden Macron untuk membuat "catatan penyesalan" dan "kontrak nasional" baru. Macron gagal memahami karakter masyarakat Prancis yang revolusioner. Ia terlalu meremehkan aksi unjuk rasa.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

3 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

7 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

22 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

23 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

43 hari lalu

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

46 hari lalu

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

46 hari lalu

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

52 hari lalu

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Terkini: Seruan Pemakzulan Jokowi karena Penyelewengan Bansos, Gaji Ketua KPU yang Melanggar Etik Loloskan Gibran

53 hari lalu

Warga membawa beras dan bantuan presiden pada acara Penyaluran Bantuan Pangan Cadangan Beras Pemerintah di Gudang Bulog, Telukan, Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis 1 Februari 2024. Presiden memastikan pemerintah akan menyalurkan bantuan 10 kilogram beras yang akan dibagikan hingga bulan Juni kepada 22 juta masyarakat Penerima Bantuan Pangan (PBP) di seluruh Indonesia. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha
Terkini: Seruan Pemakzulan Jokowi karena Penyelewengan Bansos, Gaji Ketua KPU yang Melanggar Etik Loloskan Gibran

Berita terkini: Seruan pemakzulan Presiden Jokowi karena dugaan penyelewengan Bansos, gaji Ketua KPU yang terbukti langgar etik meloloskan Gibran.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

53 hari lalu

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.