Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kata, Kata, Kata

image-profil

Oleh

image-gnews
Iklan

Apakah yang ingar-bingar dalam politik, yang membuat bising dan menggerakkan hati, yang membuat kita percaya dan tidak percaya? Kata.

Pidato, debat, janji, dusta, iklan, spanduk, poster, Twitter, Facebook, pesan WA, dan tulisan ini-semua dibangun dengan kata, dalam kata, dari kata.

Penyair Subagio Sastrowardoyo menulis:

Asal mula adalah kata

Jagat tersusun dari kata

Di balik itu hanya

ruang kosong dan angin pagi

Bait ini tak berangkat dari Twitter. Ia datang dari kalimat Injil yang terkenal itu, "Pada mulanya adalah kata."

"Kata" dalam kalimat itu konon terjemahan dari logos. Apa makna logos tampaknya jauh dari yang lazim kita pahami sebagai sekadar "kata". Sebab jika kita percaya bahwa "asal mula adalah kata", bagaimana dengan Tuhan, yang diakui sebagai asal yang paling asal, awal yang paling awal?

Sejak Yohanes menuliskan kalimat Injil itu, beratus-ratus tafsir telah ditulis; ada yang menerjemahkan bahwa Kata, atau Firman, sama dengan Tuhan; keduanya tak terpisahkan; tapi saya tak yakin saya sanggup mempersoalkannya di sini. Yang jelas, sajak Subagio memperluas pengertian dan daya kekuatan "kata" sejauh-jauhnya:

Kita takut pada momok karena kata

Kita cinta kepada bumi karena kata

Kita percaya kepada Tuhan karena kata

Nasib terperangkap dalam kata

Mungkin benar: kita mengenal diri, mengenal dunia dan yang bukan-dunia, sejak kita dengar ibu kita memanggil kita "nak" atau "sayang", sejak kita mendengar dongeng kancil dan kuntilanak, sejak kita mengaji atau membaca doa sebelum makan. Sejak itu, bahasa membentuk kita. Tidak hanya dalam perilaku sosial, tapi juga dalam dunia kita yang paling privat-dunia tempat kita berkata-kata dalam hati, merenung atau melamun.

Pada gilirannya, kita mengikuti bahasa-bukan bahasa yang mengikuti kita. Saya bukan subyek yang dalam berbicara sepenuhnya menentukan. Membaca sajak Subagio seperti membaca kembali Heidegger. Begitu perkasanya kata, hingga "yang kita ucapkan hanya mengikuti bahasa terus-menerus". Die Sprache spricht, bahasa itulah yang berbicara.

Seseorang malah bisa menampilkan personanya atau menyembunyikan sesuatu dari dirinya di balik bahasa:

Karena itu aku

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

bersembunyi di belakang kata

Dan menenggelamkan

diri tanpa sisa

Tapi benarkah tak ada lagi sisa? Tak adakah yang lain dari bahasa?

Sajak Subagio mengatakan, di balik bahasa hanya ada "ruang kosong dan angin pagi". Tapi sebenarnya ada yang lain. "Angin pagi" hadir dalam persepsi kita: terdengar desaunya oleh kuping kita, menyentuh kulit kita, mengusap rambut kita. Dan keheningan hadir karena telinga kita menangkap sesuatu yang semula ada dan kemudian tak ada. Dengan kata lain, di luar bahasa-sebelum bahasa-ada pancaindra, ada tubuh.

Ada sebuah sajak Subagio yang lain yang saya hafal:

Ah, baik diam dan merasakan keramahan

pada tangan yang menjabat dan mata merindu

Diam, tanpa kata, membuka kemungkinan merasakan kehadiran tubuh. Tangan berjabat, mata menatap kangen-semua itu pengalaman konkret yang tak diwakili kata-kata. Kita tahu, dalam hidup, ada hal-hal yang tak dapat dan tak perlu diwujudkan secara verbal.

Tapi, pada saat yang sama, yang tak terkatakan itu mau tak mau akhirnya masuk ke dunia bahasa, meskipun tak akan utuh. Apalagi dalam pengalaman religius. Dengan kata lain, dalam kehidupan religius yang nonverbal itu pun kita tak bisa meninggalkan bahasa dan tubuh. Bahkan dalam bertapa dan bersemadi, dalam puasa dan salat, tubuh adalah unsur yang selalu hadir, baik untuk dikendalikan maupun untuk digerakkan sebagai unsur penting dalam ritual.

Dalam Also sprach Zarathustra, Nietzsche menggambarkan tubuh-yang sering ditampik ajaran-ajaran agama seperti oleh kalangan Calvinis dan Wahabi-sebagai kehidupan yang tak mudah disederhanakan:

Tubuh adalah sebuah kecerdasan amat besar, sebuah kemajemukan dengan satu makna, satu perang dan damai, satu kawanan ternak dan gembala.

Dari tubuh yang kompleks itu bahasa datang. Ia muncul bukan dari ego yang tak berjasad. Bunyi kata, yang menentukan artinya, dibentuk bibir, lidah, dan gigi.

Agaknya kita perlu ingat itu. Bahasa dan tubuh membentuk komunikasi-dengan kehadiran yang lengkap, dengan rengut dan senyum, dengan bunyi konsonan dan vokal dari mulut. Kita sering melupakan ini di zaman ketika kata-kata bergerak di dunia maya.

Kita pernah menyangka Internet, seperti bahasa, akan mempermudah hubungan antarmanusia. Kini dalam proses politik digital, justru sebaliknya yang terjadi: orang berhimpun untuk memuja atau membenci tanpa tubuh mereka yang kompleks dan nisbi, yang memungkinkan "tangan menjabat" dan "mata merindu".

Goenawan Mohamad

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

3 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

46 hari lalu

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

46 hari lalu

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

52 hari lalu

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

53 hari lalu

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.


Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

22 Januari 2024

Bamsoet: Implementasikan Nilai Pancasila demi Pemilu Damai

Ajakan mengimplementasikan nilai Pancasila ditegaskan kepada kader Pemuda Pancasila Banjernegara.


Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

15 Januari 2024

Tangkapan layar tayangan video Tempo.co berisi kampanye Prabowo Subianto di Riau, Pekanbaru, Selasa, 9 Januari 2024.
Prabowo dan Fenomena Akumulasi Penguasaan Tanah di Indonesia

Pernyataan Prabowo soal HGU yang kuasainya disampaikan tanpa terkesan ada yang salah dengan hal tersebut. Padahal Undang-Undang 1/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) memandatkan hal yang berbeda.


Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

15 Januari 2024

Presiden Joko Widodo (kiri) bersama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Wakil Ketua MK Aswanto (tengah) meninggalkan ruang sidang seusai mengikuti sidang pleno penyampaian laporan tahun 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa 28 Januari 2020. Sejak berdiri pada tahun 2003 hingga Desember 2019 MK telah menerima sebanyak 3.005 perkara. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Membatalkan Hasil Pilpres sebagai Keniscayaan

Kita menunggu Mahkamah Konstitusi mewariskan putusan yang berpihak kepada hukum dan kebenaran, karena kalau hukum tidak ditegakkan, maka tirani yang akan leluasa merusak harkat dan mertabat bangsa Indonesia.


Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

15 Januari 2024

Mantan Menkominfo Johnny G. Plate divonis 15 tahun penjara setelah ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Mei 2023 dalam kasus korupsi proyek pembangunan Base Transceiver Station (BTS) 4G yang dikerjakan Kemenkominfo. Johnny bersama sejumlah tersangka lainnya diduga melakukan pemufakatan jahat dengan cara menggelembungkan harga dalam proyek BTS dan mengatur pemenang proyek hingga merugikan negara mencapai Rp 8 triliun. TEMPO/M Taufan Rengganis
Bancakan Proyek Sengkarut Nasional

PPATK menemukan 36,67 persen aliran duit dari proyek strategis nasional mengalir ke politikus dan aparatur sipil negara. Perlu evaluasi total.


Dukung Kesejahteraan PPPK, Kabupaten Banyuasin Raih Penghargaan dari PT Taspen

10 Januari 2024

Pemkab Banyuasin menerima penghargaan atas implementasi dalam kesejahteraan ASN melalui Taspen group terbanyak di wilayah kerja PT. Taspen (Persero) kantor cabang Palembang 2023.
Dukung Kesejahteraan PPPK, Kabupaten Banyuasin Raih Penghargaan dari PT Taspen

Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Kabupaten Banyuasin mendapat jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, dan jaminan hari tua.