Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Modal Cekak Debat Presiden

Oleh

image-gnews
Dua pasangan calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo - Maruf Amin dan Prabowo Subianto - Sandiaga Uno menaiki panggung jelang ikuti sesi debat perdana capres - cawapres di Pilpres 2019 di Jakarta, Kamis 17 Januari 2019. TEMPO/Subekti.
Dua pasangan calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo - Maruf Amin dan Prabowo Subianto - Sandiaga Uno menaiki panggung jelang ikuti sesi debat perdana capres - cawapres di Pilpres 2019 di Jakarta, Kamis 17 Januari 2019. TEMPO/Subekti.
Iklan

DEBAT calon presiden pekan lalu diikuti dua kandidat dengan modal pas-pasan. Dari lima tema sawala yang dirancang Komisi Pemilihan Umum, topik debat putaran pertama ini justru merupakan titik terlemah keduanya: hak asasi manusia, korupsi, dan pemberantasan terorisme.

Prabowo Subianto, kita tahu, punya masa silam yang kelam. Ia terlibat penculikan aktivis 1998. Sebagian dari mereka memang telah kembali—dari drama penculikan dan penyiksaan yang menggidikkan bulu kuduk. Sebagian lain hilang tak tentu rimba. Anggota Tim Mawar—terdiri atas perwira Komando Pasukan Khusus pelaku penculikan—telah diadili dan menerima hukuman. Adapun Prabowo diberhentikan dari dinas militer.

Luka sejarah tentu tak mudah disembuhkan. Dua dasawarsa berlalu, keluarga korban tetap menunggu pulang sanak keluarganya. Tiap Kamis, hari yang sama dengan debat pertama, sekelompok perempuan setia melakukan aksi diam di depan Istana Negara menuntut pengusutan perkara. Sebagai pelaku pelanggaran hak asasi berat, Prabowo tak memiliki hak moral untuk maju (lagi) sebagai calon presiden.

Di layar televisi, pada jajaran pendukung Prabowo, kita saksikan pemandangan yang menyesakkan: sebagian Keluarga Cendana duduk sebagai pendukung. Mereka tersenyum, bertepuk, dan mengacung-acungkan dua jari—simbol kemenangan dan nomor urut Prabowo. Malam itu, yang terang dan gelap bercampur aduk: cahaya lampu dan sisa-sisa rezim yang telah membuat Indonesia terpuruk lebih dari 30 tahun.

Calon inkumben Joko Widodo sebetulnya punya kesempatan memperbaiki keadaan. Tapi, empat tahun memerintah, ia tak melakukan langkah signifikan. Jangankan menyelesaikan pelanggaran hak asasi masa silam, pelanggaran hak asasi masa kini pun terkatung-katung. Pengusutan atas penganiayaan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, tak ada kemajuan. Desakan agar Presiden membentuk tim independen tak digubrisnya. Jokowi, yang semula menjadi harapan, mendadak linglung disergap kecemasan akan gaduh: pejabat negara yang diduga tahu atau terlibat perkara ini tak akan menerima keberadaan tim independen.

Kegamangan serupa muncul dalam menangani peristiwa 1965. Di awal memerintah, ia pernah menggagas seminar rekonsiliasi: mempertemukan korban dengan mereka yang dituding melakukan pembunuhan massal. Tapi ide mulia itu dengan mudah kuncup setelah sejumlah purnawirawan Tentara Nasional Indonesia menggelar seminar tandingan. Jokowi belakangan ikut-ikutan mengeluarkan pernyataan tentang bahaya hantu Partai Komunis Indonesia.

Tak berhenti di situ, fenomena persekusi terhadap kelompok minoritas lesbian, gay, biseksual, dan transgender serta Syiah dan Ahmadiyah terus berlangsung di era Jokowi seiring dengan meningkatnya konservatisme agama. Terhadap pemberantasan terorisme, Jokowi patut dipuji meski di sana-sini dengan catatan gelap pelanggaran hak asasi manusia.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tak ada bukti Jokowi memperkaya diri sendiri. Tapi pelemahan komisi antikorupsi juga terjadi pada era pemerintahannya. Itulah saat kriminalisasi terjadi terhadap dua komisioner KPK, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, sebagai buntut penetapan tersangka atas Komisaris Jenderal Budi Gunawan dalam kasus suap. Budi tak tersentuh, bahkan akhirnya menjadi Kepala Badan Intelijen Negara. Samad dan Bambang tersingkir dari KPK akibat menyandang status tersangka.

Sadar menggendong banyak beban, kedua kandidat menolak masuk ke inti persoalan. Prabowo dan pasangannya, Sandiaga Uno, membelokkan isu korupsi dan hak asasi menjadi isu ekonomi dan harga bahan kebutuhan pokok. Jokowi dan Ma’ruf Amin menyampaikan gagasan-gagasan mengambang. Seperti sadar, kedua pasangan tak melempar gugatan yang bisa menjadi bumerang.

Orang ramai tentulah yang paling dirugikan. Debat calon presiden semestinya menjadi ajang pendidikan politik. Pengungkapan kembali penculikan 1998 dapat mengingatkan pemilih tentang latar belakang kandidat. Mempersoalkan penelantaran perkara Novel Baswedan dapat membantu pemilih menakar komitmen inkumben pada perkara hak asasi manusia.

Patut disayangkan, KPU membiarkan drama tak lucu itu terjadi. Dengan alasan tidak ingin mempermalukan calon, sebagian pertanyaan dibocorkan kepada kedua pasangan sebelum debat. Pemilih dengan demikian tak memiliki kesempatan melihat reaksi calon presiden dalam keadaan terdesak ketika didera pertanyaan-pertanyaan tajam. Panelis debat pun dipilih dengan mempertimbangkan “aspirasi” tim sukses.

Walhasil, debat putaran pertama telah menjadi ajang “ngobrol-ngobrol” yang kehilangan substansi. KPU selayaknya mengubah metode debat putaran kedua, Februari nanti. Mengulang “petai hampa” dalam debat putaran kedua hanya akan menambah banyak mereka yang apatis terhadap pemilu.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

3 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

6 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

22 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

23 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

43 hari lalu

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

46 hari lalu

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

46 hari lalu

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

52 hari lalu

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Terkini: Seruan Pemakzulan Jokowi karena Penyelewengan Bansos, Gaji Ketua KPU yang Melanggar Etik Loloskan Gibran

52 hari lalu

Warga membawa beras dan bantuan presiden pada acara Penyaluran Bantuan Pangan Cadangan Beras Pemerintah di Gudang Bulog, Telukan, Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis 1 Februari 2024. Presiden memastikan pemerintah akan menyalurkan bantuan 10 kilogram beras yang akan dibagikan hingga bulan Juni kepada 22 juta masyarakat Penerima Bantuan Pangan (PBP) di seluruh Indonesia. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha
Terkini: Seruan Pemakzulan Jokowi karena Penyelewengan Bansos, Gaji Ketua KPU yang Melanggar Etik Loloskan Gibran

Berita terkini: Seruan pemakzulan Presiden Jokowi karena dugaan penyelewengan Bansos, gaji Ketua KPU yang terbukti langgar etik meloloskan Gibran.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

53 hari lalu

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.