Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Ketika Mahasiswa Jadi Konsumen

image-profil

image-gnews
Iklan

Hariadi Kartodihardjo
Guru Besar Institut Pertanian Bogor

Jim Clifton, pemimpin dan CEO Gallup, lembaga konsultasi di Amerika Serikat, pernah menulis di blognya: "UNIVERSITIES: Disruption is coming". Dan dia bertanya: "Apakah kita masih perlu universitas? Bagaimana jika mereka kehabisan pelanggan?"

Tulisan itu dipicu oleh keputusan dua perusahaan besar, Google dan Ernst & Young, yang akan merekrut karyawan tanpa gelar. Menurut Clifton, universitas dapat membentur tembok secepat yang dialami perpustakaan, koran, dan toko-toko ritel ketika berhadapan dengan disrupsi teknologi. Pikirkan hal ini: "Mana yang lebih penting bagi Anda: pendidikan di universitas atau universitas yang ada di saku Anda-ponsel cerdas Anda?" demikian Clifton menulis di blognya.

Keadaan itu akan menggugurkan suatu kredo bahwa pendidikan formal telah menjadi mesin raksasa dan syarat diwujudkannya "kehidupan normal". Selama ini pendidikan-atau dengan sebutan lain school, education, pedagogie, andragogie, madrasah, pesantren-dianggap penting bagi anak-anak dalam suatu keluarga sehingga tidak ada yang berani mengabaikannya. Mengabaikan pendidikan dianggap akan menempati dunia yang terkucil.

Hasil rapat kerja nasional Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi pada 3-4 Januari lalu seakan merespons kegalauan Jim Clifton tersebut. Untuk itu, diperlukan upaya agar riset, teknologi, dan pendidikan tinggi menjadi lebih terbuka, fleksibel, dan bermutu. Indonesia perlu ekosistem riset, teknologi, dan pendidikan tinggi yang mampu memenuhi kebutuhan pasar. Selain itu, akan ada kebijakan nasional agar Indonesia cepat menyesuaikan diri dengan disruptive innovation serta mempermudah pendirian program studi yang dibutuhkan oleh industri. Dengan kemudahan itu, diharapkan perguruan tinggi negeri dan swasta dapat mencari potensi daerah untuk dapat dikomersialkan dengan lebih baik.

Namun, akibat lembaga penghasil intelektual itu menyerah pada prioritas kepentingan kapitalisme global, di seluruh dunia saat ini kesenjangan antara perkembangan universitas dan kondisi kesejahteraan masyarakat, walaupun berkurang, hampir tidak berarti. Demikian dinyatakan oleh Terry Eagleton dalam bukunya, The Slow Death of the University: The Chronicle of Higher Education (2015). Meskipun lembaga pendidikan tinggi harus responsif terhadap kebutuhan mereka sendiri dan masyarakat, tidak seharusnya mereka bersedia menjadi stasiun layanan bagi neo-kapitalisme.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ketika profesor diubah menjadi manajer dan mahasiswa diposisikan sebagai konsumen, dinamika politik universitas biasanya dalam perebutan yang tidak terhormat untuk mengamankan sumber keuangan mereka. Setelah para pelanggan aman di dalam gerbang kampus, biasanya ada tekanan untuk tidak mengecewakan mereka. Caranya dengan menyajikan mata kuliah yang disesuaikan dengan apa pun yang sedang populer di kalangan anak berusia 20 tahun. Dengan begitu, kekuatan politis di kampus terletak pada siapa yang sedang duduk menentukan silabus mata kuliah.

Perkembangan semacam itu tentunya tidak sejalan dengan kebutuhan masyarakat lain yang juga diharapkan dari dunia kampus. Persoalan ketimpangan ekonomi, kemiskinan struktural, ketidakadilan pemanfaatan sumber daya alam, dan korupsi memerlukan kredibilitas dan eksistensi civitas academica melalui peran langsung perguruan tinggi di dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam hal ini, kebebasan akademik justru sangat diperlukan. Dengan begitu, universitas tidak dapat bersandar secara berlebihan pada kepentingan pasar.

Walaupun prinsip "kelas tiga dinding", yaitu bentuk, isi, dan irama pendidikan, dapat diubah sesuai dengan perkembangan zaman, hakikat pendidikan harus dipertahankan. Demikian tokoh pendidikan nasional Ki Hadjar Dewantara pernah menyebutnya. Dalam hal ini, Aristoteles menyebut, "Mendidik pikiran tanpa mendidik hati bukanlah pendidikan sama sekali." Adapun W.E.B. Du Bois menyatakan: "Pendidikan tidak harus hanya mengajarkan pekerjaan, tapi juga harus mengajarkan kehidupan." Atau, yang lebih operasional dinyatakan oleh John F. Kennedy: "Tujuan pendidikan adalah kemajuan pengetahuan dan penyebaran kebenaran."

Kini apakah hakikat pendidikan tersebut dapat dipertahankan ketika sifat komersialisasinya justru diperkuat? Semestinya, kebijakan pragmatis justru dihindari, yang hanya akan melemahkan suara-suara ataupun pendirian-pendirian kampus yang diperlukan sebagai penyeimbang kepentingan yang cenderung merugikan masyarakat.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

2 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

5 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

21 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

22 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

42 hari lalu

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

45 hari lalu

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

45 hari lalu

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

51 hari lalu

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Terkini: Seruan Pemakzulan Jokowi karena Penyelewengan Bansos, Gaji Ketua KPU yang Melanggar Etik Loloskan Gibran

51 hari lalu

Warga membawa beras dan bantuan presiden pada acara Penyaluran Bantuan Pangan Cadangan Beras Pemerintah di Gudang Bulog, Telukan, Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis 1 Februari 2024. Presiden memastikan pemerintah akan menyalurkan bantuan 10 kilogram beras yang akan dibagikan hingga bulan Juni kepada 22 juta masyarakat Penerima Bantuan Pangan (PBP) di seluruh Indonesia. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha
Terkini: Seruan Pemakzulan Jokowi karena Penyelewengan Bansos, Gaji Ketua KPU yang Melanggar Etik Loloskan Gibran

Berita terkini: Seruan pemakzulan Presiden Jokowi karena dugaan penyelewengan Bansos, gaji Ketua KPU yang terbukti langgar etik meloloskan Gibran.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

52 hari lalu

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.