Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Upah Buruh Perkebunan Sawit

image-profil

image-gnews
Massa yang tergabung dalam sejumlah Organisasi Buruh di Jawa Barat melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat 19 November 2018. Mereka menuntut antara lain penetapan UMK 2019 berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2003 pasal 88 ayat (4) sebesar 20 persen dari UMK 2018 serta mencabut PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. ANTARA FOTO/Novrian Arbi
Massa yang tergabung dalam sejumlah Organisasi Buruh di Jawa Barat melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat 19 November 2018. Mereka menuntut antara lain penetapan UMK 2019 berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2003 pasal 88 ayat (4) sebesar 20 persen dari UMK 2018 serta mencabut PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. ANTARA FOTO/Novrian Arbi
Iklan

Wiko Saputra
Peneliti Auriga Nusantara

Tidak ada kesepakatan yang memuaskan antar-pihak. Begitulah hasil akhir penetapan upah minimum provinsi (UMP) yang diketok semua gubernur sebagai ritual tahunan penetapan upah buruh di seantero Nusantara.

Sesuai dengan surat edaran Menteri Ketenagakerjaan, tingkat kenaikan upah pada 2019 sebesar 8,03 persen. Hal itu di dasari penghitungan tingkat pertumbuhan ekonomi dan inflasi nasional 2018, yang menjadi dasar penghitungannya.

Bagi buruh, kenaikan itu tak sesuai dengan harapan. Mereka menganggap angka pertumbuhan ekonomi dan inflasi itu bukan angka riil. Kenaikan berbagai harga di pasar melebihi perhitungan pemerintah, dan angkanya bervariasi di setiap daerah.

Sebaliknya, para pengusaha lantang tidak bersepakat dengan kenaikan itu. Menurut mereka, tekanan berusaha makin berat saat rupiah melemah dan daya beli masyarakat merosot. Beban kenaikan upah akan makin memberatkan mereka.

Sayangnya, pro-kontra itu bukanlah hal substansi dari persoalan pengupahan. Saat ini, sistem pengupahan belum mengadopsi kepentingan semua buruh. UMP hanya relevan bagi buruh di sektor manufaktur. Ketika sistem itu diterapkan di sektor lain, seperti perkebunan sawit, sistemnya jauh berbeda.

Semua orang paham bahwa bekerja di perkebunan sawit penuh tantangan bila dibandingkan dengan bekerja di sektor manufaktur atau retail. Namun perlakuan upahnya sama. Malah, di banyak tempat, upah yang diterima buruh perkebunan sawit jauh di bawah UMP. Fakta itu ditemukan Koalisi Buruh Sawit (2018), bahwa terdapat selisih 20-30 persen antara upah yang diterima buruh perkebunan sawit dan UMP.

Tak hanya mengenai upah murah, buruh perkebunan sawit dihadapkan dengan beban kerja yang berat. Saat maksimal jam kerja buruh hanya delapan jam per hari, mereka bekerja lebih dari 12 jam per hari. Output yang dihasilkan pun sangat tak manusiawi. Misalnya, seorang buruh ditargetkan mengumpulkan 2-3 ton buah sawit setiap hari. Jika dikonversi dari luas area pekerjaan, setiap orang harus menjangkau luas lima kali lapangan sepak bola. Mereka juga harus mengangkat buah sawit ke tempat pengumpulan hasil, yang jaraknya mencapai 2-3 kilometer, dan berkewajiban merawat tanaman.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Semua itu dilakukan buruh dalam risiko kecelakaan kerja yang tinggi, terutama bagi buruh perempuan. Topografi perkebunan sawit sangat berat: dikelilingi hutan belantara, rawa, dan ancaman binatang buas. Meski demikian, banyak buruh yang tidak terjangkau oleh jaminan ketenagakerjaan dan jaminan kesehatan.

Keberadaan pekerja anak juga menyeruak di perkebunan sawit. Itu terjadi karena sistem pengupahan dan pola kerja yang memaksa pekerja ikut melibatkan anak untuk membantu pekerjaan agar mendapatkan tambahan penghasilan. Mereka riskan tereksploitasi dan mustahil mendapatkan pendidikan yang lebih baik karena ketiadaan fasilitas pendidikan di sekitar perkebunan.

Karena itu, tidak relevan memperdebatkan UMP ketika dibenturkan dengan kondisi buruh perkebunan sawit. Tanpa ada ketegasan pemerintah dalam kebijakan dan pengawasan terhadap sistem pekerjaan dan pengupahan, jangan berharap persoalan eksploitasi buruh di perkebunan sawit bisa diselesaikan.

Untuk itu, pemerintah perlu menyusun skema kebijakan guna menjamin perlindungan buruh di sektor perkebunan sawit. Perlindungan itu harus memastikan bahwa mereka tidak dieksploitasi dengan sistem pekerjaan yang tak manusiawi. Pemerintah harus memastikan hak-hak mereka sebagai pekerja terpenuhi, seperti jaminan ketenagakerjaan, kesehatan, pendidikan bagi anak, dan permukiman yang layak.

Pemerintah juga perlu menyusun sistem pengupahan yang layak bagi mereka. Sudah saatnya pemerintah menyusun UMP sektoral, terutama untuk sektor strategis seperti perkebunan sawit. Upah itu harus sesuai dengan beban kerja yang dihadapi buruh.

Terakhir, segera hentikan penggunaan pekerja anak di perkebunan sawit. Anak bukanlah obyek eksploitasi ekonomi. Mereka memiliki hak untuk dapat bertumbuh-kembang dengan baik, dan hak tersebut dilindungi konvensi internasional dan konstitusi kita. Sudah saatnya kita menyejahterakan buruh dan meningkatkan pendidikan anaknya lewat upah yang layak.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

2 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

6 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

21 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

22 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

42 hari lalu

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

45 hari lalu

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

45 hari lalu

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.


PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

51 hari lalu

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.


Terkini: Seruan Pemakzulan Jokowi karena Penyelewengan Bansos, Gaji Ketua KPU yang Melanggar Etik Loloskan Gibran

52 hari lalu

Warga membawa beras dan bantuan presiden pada acara Penyaluran Bantuan Pangan Cadangan Beras Pemerintah di Gudang Bulog, Telukan, Sukoharjo, Jawa Tengah, Kamis 1 Februari 2024. Presiden memastikan pemerintah akan menyalurkan bantuan 10 kilogram beras yang akan dibagikan hingga bulan Juni kepada 22 juta masyarakat Penerima Bantuan Pangan (PBP) di seluruh Indonesia. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha
Terkini: Seruan Pemakzulan Jokowi karena Penyelewengan Bansos, Gaji Ketua KPU yang Melanggar Etik Loloskan Gibran

Berita terkini: Seruan pemakzulan Presiden Jokowi karena dugaan penyelewengan Bansos, gaji Ketua KPU yang terbukti langgar etik meloloskan Gibran.


Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

52 hari lalu

Ferdinand
Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.