Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Petaka Pembatalan Kenaikan Cukai Rokok

image-profil

image-gnews
Bea Cukai Kudus ajak pengusaha rokok pahami aturan cukai 2018
Bea Cukai Kudus ajak pengusaha rokok pahami aturan cukai 2018
Iklan

Tulus Abadi
Ketua Pengurus Harian YLKI

Melalui sidang kabinet di Bogor pada Jumat pekan lalu, Presiden Jokowi membatalkan rencana kenaikan cukai rokok pada 2019. Pembatalan ini adalah petaka regulasi. Kenaikan cukai adalah kelaziman yang dijamin Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2007 tentang Cukai. Menurut aturan itu, cukai rokok bisa naik sampai 57 persen, sedangkan besaran cukai saat ini baru mencapai 40-an persen. Buntut dari "pembangkangan" regulasi ini bisa sangat serius karena dapat melahirkan berbagai petaka, baik petaka sosial, ekonomi, kesehatan, maupun bahkan politik.

Pembatalan itu membuat harga rokok akan semakin terjangkau serta mudah diakses oleh anak-anak, remaja, dan rumah tangga miskin. Saat ini, konsumsi rokok masyarakat Indonesia sangat dominan, tertinggi ketiga di dunia karena 35 persen penduduk adalah perokok aktif. Pertumbuhan pada kelompok rentan juga tercepat di dunia. Bahkan terdapat fenomena baby smoker, yang di pojok dunia lain tidak ada.

Pemerintah sungguh tak sadar bahwa pembatalan cukai rokok akan mendorong semakin masifnya konsumsi rokok dan hal ini merupakan bentuk pengingkaran terhadap makna universal cukai rokok. Kebijakan cukai rokok sebetulnya berbasis pengendalian konsumsi, bukan tenaga kerja, dan apalagi mempertimbangkan kepentingan industri. Adalah salah kaprah dan sesat pikir jika aspek kepentingan industri menjadi pertimbangan dalam memutuskan kebijakan (kenaikan) cukai rokok.

Masalah cukai juga tidak signifikan pada sisi ketenagakerjaan karena yang menekan aspek ketenagakerjaan adalah masifnya industri rokok besar dalam melakukan mekanisasi. Peran tenaga kerja diganti dengan mesin. Satu mesin bisa menggantikan 900-an tenaga kerja. Betapa efektifnya mekanisasi bagi industri rokok, tapi betapa sakitnya bagi sektor perburuhan dan tenaga kerja.

Apakah pemerintah tidak melihat data bahwa prevalensi penyakit tidak menular, seperti stroke, darah tinggi, diabetes melitus, dan gagal ginjal, terus meningkat? Menurut hasil survei Riset Kesehatan Dasar oleh Kementerian Kesehatan, prevalensi penyakit kanker naik, dari 1,4 persen menjadi 1,8 persen; penyakit stroke dari 7 persen menjadi 10,9 persen; penyakit darah tinggi dari 25,8 persen menjadi 34,1 persen; dan diabetes melitus dari 6,9 menjadi 8,5 persen. Tersangka utama peningkatan prevalensi tersebut adalah faktor gaya hidup, terutama gaya hidup merokok.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Riset Kesehatan Dasar 2018 menunjukkan bahwa prevalensi merokok pada anak usia di atas 10 tahun masih bertengger pada angka 28,5 persen. Bahkan prevalensi merokok pada anak usia 10-18 tahun mencapai 9,1 persen, jauh dari target Rencana Jangka Panjang dan Menengah yang mematok 5,4 persen.

Dengan data dan fakta yang demikian, secara gamblang konsumsi rokok akan semakin menggerus peran Jaminan Kesehatan Nasional dan keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan bakal semakin berdarah-darah. Saban tahun BPJS Kesehatan selalu tekor dan yang membuat tekor itu adalah penyakit-penyakit katastropik (seperti stroke, jantung koroner, dan darah tinggi) dan konsumsi rokok adalah salah satu penyumbang utama dalam berbagai penyakit katastropik itu.

Dengan demikian, pemerintah sebenarnya telah gagal dalam pembangunan kesehatan dan menyehatkan masyarakat. Padahal faktor gaya hidup itu menjadi aspek yang fundamental. Jika aspek fundamentalnya masih rapuh dan berantakan seperti sekarang, skema pembiayaan kesehatan seperti apa pun akan ambruk.

Dengan pembatalan kenaikan cukai rokok, pemerintah telah membuka sebuah petaka baru, yakni meningkatnya prevalensi penyakit tidak menular. Cukai adalah instrumen utama untuk pengendalian konsumsi. Cukai rokok di Indonesia adalah cukai rokok terendah di dunia. Pembatalan kenaikan cukai rokok adalah lonceng kematian bagi pembangunan kesehatan manusia Indonesia, yang seharusnya berbasis preventif-promotif, bukan kuratif. Demi menangguk populisme dan kepentingan politik jangka pendek, rezim pemerintahan Presiden Joko Widodo rela mengorbankan kesehatan publik dan lebih berpihak pada kepentingan industri rokok yang terbukti justru hanya menjadi benalu bagi masyarakat dan negara.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

22 jam lalu

Sertijab Pj Bupati Musi Banyuasin
Apriyadi Siap Dukung Pj Bupati Muba Sandi Fahlepi

Sandi mengajak semua elemen yang ada di Kabupaten Muba bahu membahu secara berkeadilan, setara dan transparan.


Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

21 hari lalu

Menhub Buka Posko Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi secara resmi membuka Pos Koordinasi (Posko) Pusat Angkutan Lebaran Terpadu 2024 di Kantor Pusat Kementerian Perhubungan, Jakarta.


23 hari lalu


Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

29 hari lalu

Ilustrasi perang sosial media. / Arsip Tempo: 170917986196,9867262
Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.


AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

33 hari lalu

UKU dan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menggelar konferensi pers di The Acre, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Savero Aristia Wienanto
AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.


DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

49 hari lalu

Badan Anggaran (Banggar) bersama Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) kembali membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) 2024 di Ruang Rapat Paripurna, DPRD DKI Jakarta, Senin, 30 Oktober 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.


Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

49 hari lalu

Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memberikan pidato politiknya secara virtual pada acara HUT ke-12 Partai Nasdem di NasDem Tower, Jakarta, Sabtu 11 November 2023. HUT tersebut mengambil tema
Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.


H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

15 Februari 2024

Pekerja mengangkut beras di Gudang Bulog Kelapa Gading, Jakarta, Senin, 5 Januari 2024. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memastikan persediaan bahan pokok, terutama beras, cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat menjelang Ramadan 1445 Hijriah. TEMPO/Tony Hartawan
H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.


Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

12 Februari 2024

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.


Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

12 Februari 2024

Cuplikan film Dirty Vote. YouTube
Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.